468x60 Ads

Kamis, 26 Mei 2011

BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN KERAJINAN DARI DAUN LONTAR “TEMPAT SIRIH”

NAMA : FRINCE M LAURENS
NIM/SEMESTER : 0804022562/VI
PRODI : AGRIBISNIS
DOSEN PA : Ir. S P N Nainiti, MSc. Agr


Pohon lontar (Borassus sundaicus ) adalah sejenis palma (pinang-pinangan) yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Pohon Lontar (Borassus flabellifer) menjadi salah satu flora identitas provinsi Nusa Tenggara Timur. Pohon ini banyak dimanfaatkan daunnya, batangnya, buah hingga bunganya yang dapat disadap untuk diminum langsung sebagai legen (nira), difermentasi menjadi tuak dan cuka ataupun diolah menjadi gula siwalan (sejenis gula merah) dan daunnya dijadikan berbagai macam kerajinan.
Siwalan atau Pohon Siwalan atau Lontar (Borassus flabellifer) tumbuh di daerah kering. Pohon ini dapat dijumpai di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di Indonesia, Pohon Siwalan tumbuh di Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian timur, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi. Pohon Lontar mulai berbuah setelah berusia sekitar 20 tahun dan mampu hidup 80 sampai 100 tahun lebih.
Beradaptasi di daerah kering, curah hujan 500-900 mm per tahun, juga tumbuh di daerah dengan curah hujan per tahun sampai 5000 mm. Tumbuh liar di tanah berpasir, juga tanah yang kaya bahan organic.
Daun Lontar (Borassus flabellifer) di Nusa Tenggara Timur digunakan sebagai media penulisan naskah lontar dan bahan kerajinan atau souvenir seperti tikar, topi (ti’ilangga dari daerah rote), aneka keranjang, tenunan untuk pakaian, lintingan rokok, sarung pisau atau parang, haik (alat timba atau wadah tuak manis), tempat sirih, sandal tradisional, kipas api tungku, sasando yaitu alat musik tradisional dari Rote dan atap rumah Tangkai dan pelepah pohon Siwalan (Lontar atau Tal) dapat menhasilkan sejenis serat yang baik. Pada masa silam, serat dari pelepah Lontar cukup banyak digunakan di Sumba, Sabu dan Rote ptovinsi Nusa Tenggara Timur untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.
Tempat sirih selalu digunakan oleh daerah-daerah di provinsi NTT, selain kegunaannya sekedar sebagai tempat menyimpan sirih, kapur dan pinang biasa juga dipakai oleh masyarakat daerah sebagai alat untuk menjamu tamu, peminangan, bahkan digunakan dalam kegiatan kesenian seperti menari. Pada tarian CERANA yang berasal dari daerah Rote, NTT menggunakan tempat sirih sebagai objek/, dimana trian tersebut untuk menyambut para tamu yang datang. Tempat sirih juga dapat menjadi identitas suatu daerah walau bentuknya sama pada semua daerah.
Kerajinan tempat siri di Kupang, NTT biasa dipamerkan pada suatu pameran atau workshop dan dapat sebagai cindera mata dan umumnya di Kupang dijual dengan harga Rp.25.000-Rp.35.000 dan dapat dijangkau oleh semua kalangan.
Cara Membuat Kerajinan “Tempat Sirih”
Umunya untuk membuat anyaman yang akan dibentuk menjadi tempat sirih akan menggunakan daun lontar yang masih muda agar kuat dan tahan lama dan daun yang dipilihpun yaitu daun yang tidak berlubang dan berwarna hijau merata agar terlihat indah saat dibentuk tempat sirih.
Alat dan Bahan:
1. Pisau
2. Parang
3. Daun lontar yang muda
4. Kesumba (warna sesuai selera)
Cara Membuat:
1. Daun muda yang diambil dibersihkan/ dihaluskan permukaannya
2. Daun dipotong dengan lebar 2cm
3. Daun dipisah dari yang akan di beri warna
4. Yang tidak diberi warna dicuci kemudian dijemur selama 3 jam dan jangan terlalu kering ( warnanya kuning pucat)
5. Daun yang akan diberi warna, dicelup pada kesumba semalam (warna sesuai selera) min. 3 warna kemudian dijemur selama 3jam.
6. Daun dianyam biasa umumnya dan menganyam selip untuk daun yang berwarna pada bagian tampak luar anyaman ( berbentuk segitiga, salib, kotak, dsb)
7. Tempat sirih dibentuk dua bagian ( satunya sebagai penyekat)

0 komentar:

Posting Komentar