Latar Belakang
Usahatani merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang petani, manajer, penggarap, atau penyewa tanah pada sebidang tanah yang dikuasai, tempat ia mengelola input produksi (sarana produksi) dengan segala pengetahuan dan kemampuannya untuk memperoleh hasil (output). Usaha tani bisa disamakan dengan apa yang disebut Farm Management di Negara maju seperi Amerika Serikat. Farm Management seperti yang dikembangkan di Amerika Serikat tersebut pada prinsipnya merupakan kegiatan yang menerapkan ilmu ekonomi mikro pada proses produksi pertanian. Istilah yang sama juga berlaku untuk usaha yang luas, yang semua hasilnya untuk dihual ke pasar (pertanian komersial), seperti juga perkebunan kapas, perkebunan tembakau, dan lain sebagainya.
Di Indonesia, kita melihat terjadi perbedaan yang cukup nyata antara keadaan pertanian rakyat (yang biasa disebut usahatani) dengan usaha perkebunan. Usahatani lahannya lebih sempit, tujuan produksinya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan kelebihannya dijual dengan manajemen usaha seadanya.Sementara usaha perkebunan atau usaha pertanian, menguasai lahan yang luas, tujuan produksi untuk dijual ke pasar dan mencarai keuantungan, serta dikelola dengan manajemen yang baik dan bersifat komersial (estate management). Di Negara kita, usahatani belum bisa disebut sebagai perusahaan, tetapi masih berupa cara hidup (way of life)
Secara tidak disadari, sebenarnya petani sudah berhitung – hitung dan sudah menerapkan prinsisp ekonomi pada usahataninya, hanya saja tidak pernah dilakukan pencatatan atau perhitungan secara tertulis.Dalam pemilihan bibit, penggunaan pupuk, penggunaan obat – obatan, dan juga penggunaan tenaga kerja, petani sudah menimbang mana yang lebih baik hasilnya dan mana yang lebih murah biayanya.Tujuan akhirnya adalah petani menginginkan biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya serendah mungkin dan memperoleh hasil sebanyak mungkin.
Biasanya kita mengatakan usahatani yang baik adalah usahatani yang produktif dan efisien, artinya produktivitas usahataninya tinggi. Produktivitas tidak lain merupakan konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyakanya hasil (output) yang diperoleh dari satuan input yang diberikan. Sementara kapasitas tanah adalah kemampuan tanah untuk menyerap tenaga dan modal untuk memberikan hasil (Daniel, 2001).
Tujuan Praktik
Adapun tujuan dari praktek yang dilaksanakan adalah untuk mengetahui kombinasi output yang dihasilkan dari penggunaan satu input produksi dalam usahatani.
II. Metode praktek
Praktek ini merupakan praktek lapangan dengan menggunakan metode survey, informasi dikumpulkan melalui wawancara dan observasi.
2.1. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap 6 kk petani pada areal persawahan di kelurahan Oebufu yang berpedoman pada daftar pertanyaan.
Observasi
Pola tanam para petani masih bersifat sub-sistem, sebagai sumber pemenuhan kebutuhan keluarga petani atau dengan kata lain hanya untuk dikonsumsi sendiri.
Lokasi Praktek
Lokasi praktikum dilaksanakan di Kelurahan Oebufu, Kecamatan Oebobo, Kota Madya Kupang, dengan mewawancarai 6 petani, yakni
1). Martha Ewangmao, 2). Daniel Nenobais, 3). Ibrahim Amtiran, 4). Elisabeth Leo, 5). Apryana Benu, 6). Eges Foenay.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 TeoriFungsi Produksi
Di dalam ilmu ekonomi kita kenal apa yang disebut fungsi produksi, yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil fisik (output) dengan faktor – faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi ini dituliskan sebagai berikut.
Keterangan :
Y = hasil fisik (output)
X1,……..,Xn = faktor – faktor produksi
Berdasarkan fungsi di atas, petani dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara berikut .
Menambah salah satu dari input yang digunakan
Menambah beberapa jumlah input (lebih dari satu) yang digunakan.
Yang dimaksud dengan faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi (input) memang sangat menentukan besar – kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat – obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting di antara faktor produksi lainnya. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau disebut juga dengan factor relationship( Soekartawi, 2004)
Dalam produksi pertanian, misalnya padi, hasil fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja.Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisis pernanan masing – masing faktor produksi maka dari sejumlah faktor – faktor produksi itu salah satu faktor produksi kita anggap variable (berubah – ubah), sedangkan faktor produksi lainnya kita anggap konstan.
3.1.1 Kombinasi Hasil-hasil Produksi
Dalam kehidupan nyata petani tidak saja menanam padi tetapi dalam satu tahun dapat menanam jagung, ketela dan kacang-kacangan.Disamping bertani, seorang petani dapat menggunakan modal dan tenaganya untuk bidang-bidang kegiatan ekonomi lainnya seperti berdagang atau memelihara ternak ayam dan kambing.Bagi petani yang mengusahakan tanaman tumpang sari di Gunung Kidul tujuan utamanya adalah mendapatkan hasil produksi yang optimal dari sawah atau ladangnya yang sangat sempit. Selain itu karena umur tanaman-tanaman yang bersangkutan tidak sama, maka ini berarti menjamin tersedianya bahan makanan sepanjang tahun.
Juga dengan cara ini resiko dikurangi. Kalau satu macam tanaman tidak berhasil maka di harapkan tanaman lainnya akan memberikan hasil. Alasan untuk mengurangi resiko kerugian dengan mengadakan semacam diversifikasi ini merupakan praktek yang biasa bagi petani yang memang biasanya tidak berdaya menghadapi kekuatan-kekuatan alam yang tidak dapat dikontrolnya.Selain alasan-alasan di atas, kenyataan bahwa pekerjaan pertanian bersifat musiman, mendorong petani untuk mengisi waktu-waktu dimana terdapat kekosongan pekerjaan.Banyak desa-desa yang terkenal dengan hasil-hasil kerajinan pangan yang di produksi oleh petani-petani pada saat senggang (slack season).
3.1.2 Hubungan fisik antarkomoditi
Berbagai komoditi yang di produksikan oleh petani dapat mempunyai hubungan fisik yang berbeda. Komoditi-komoditi itu dapat merupakan:
Komoditi gabungan
Kalau dua atau lebih komoditi merupakan komoditi gabungan berarti komoditi-komoditi tersebut bersama-sama keluar dari satu proses produksi. Misalnya dedak atau katul dari penggilingan padi yang keluar bersama beras.
Komoditi yang bebas bersaing (substitute)
Dalam hal ini maka komoditi-komoditi yang bersangkutan berdiri sendiri dan bahkan saling bersaing.Ini berartri bahwa kalau sudah di putuskan menghasilkan komoditi yang pertama maka komoditi yang kedua tidak dapat lagi di hasilkan, atau dapat pula dikatakan bahwa kenaikan jumlah produksi barang yang satu berarti penurunan jumlah produksi barang kedua. Kalu petani sudah memutuskan menyewakan tanahnya kepada pabrik gula untuk di Tanami tebu maka ia tidak lagi dapat menanaminya dengan padi. Disamping ada faktor-faktor non-ekonomi yang menyebabkan petani memutuskan salah satu tanaman misalnya karena peraturan rayoneering atau peraturan lain yang tidak dapat dielakkan petani, tetapi pada umumnya faktor-faktor ekonomi memegang peranan yang penting.
Komoditi komplementer
Bentuk hubungan yang ketiga antar komoditi adalah hubungan komplementer.Dalam hal yang demikian maka kenaikan produksi satu komoditi tidak menurunkan melainkan menaikan produksi lainnya. Dalam pertanian hal demikian biasanya terjadi tidak sekaligus dalam waktu yang sama tetapi dalam beberapa waktu (musim) dalam satu tahun.
Komoditi suplementer
Sifat hubungan yangh suplementer berada di antara sifat hubungan yang bersaingan dan komplementer.Ini berarti bahwa produksi satu komoditib dapat di tambah tanpa mempunyai pengaruh mengurangi atau menambah produksi komoditi lainnya.Juga dalam hal ini kejadiannya biasanya dalam beberapa waktu yang berbeda. Dua istilah teknis yang menggambarkan hubungan antara beberapa komoditi tersebut diatas yaitu opportunity cost dan elasticity of substitution. Opportunity cost adalah biaya yang harus di tanggung petani karena telah tidak menggunakan kesempatan terbaik (opportunity) yang dapat di pilih baik untuk menanam maupun untuk mengerjakan sesuatu. Penertian elasticity of substitution yaitu persentase perubahan produksi barang yang satu di bagi dengan persentase perubahan produksi barang lainnya.
3.2 Hasil Survei
Tabel 1
Klasifikasi usahatani didaerah pengamatan
Usahatani : Daniel Nenobais
Pola Tipe Struktur Corak Input yang diamati
Lahan basah Padi – palawija - peternakan Campuran Subsisten
Semi subsisten Pupuk (TSP & Urea)
Usahatani : Martha Ewangmao
Pola Tipe Struktur Corak Input yang diamati
Lahan basah Padi – palawija Tidak khusus Subsisten Pupuk TSP & Urea
Usahatani : Apryana Benu
Pola Tipe Struktur Corak Input yang diamati
Lahan basah Padi – palawija Tidak khusus Subsisten
Semi subsisten Pupuk TSP & Urea
Usahatani : Elisabeth Leo
Pola Tipe Struktur Corak Input yang diamati
Lahan basah Padi – palawija Tidak khusus Subsisten Pupuk TSP & Urea
Usahatani :Ibrahim Amtiran
Pola Tipe Struktur Corak Input yang diamati
Lahan basah Padi -Palawija Tidak khusus Subsisten
Pupuk TSP & Urea
Usahatani : Eges Foenay
Pola Tipe Struktur Corak Input
Lahan basah Padi - Palawija Tidak khusus Subsisten
Semi subsisten Pupuk TSP & Urea
3.3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara dan pengakuan para petani yang diwawancarai di lahan, penulis mendapat data tentang pola usahataninya adalah lahan basah dengan komoditi padi, jagung, kangkung. Rata – rata responden yang ditemuai pada saat wawancara meruapakan petani penggarap, karena hamparan tanah di tempat pengamatan dimiliki oleh Bapak. Christian Foenay, para penggarap mengelola lahan dengan sistem bagi hasil dengan pemilik tanah, tetapi semua input selain tenaga kerja disiapkan oleh pemilik lahan. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga dan beberapa berasal dari kelompok tani “Tunas Baru”, pada keseharian penggarap menggunaka tenaga kerja sebanyak 4 orang pria dewasa sebagai tenaga kerja tetap. Pengairan berasal dari hujan (khusus untuk komoditi padi) dan dari saluran drainase yang sumber mata airnya berada di Keluharan Oebufu..Hasil juga sebagiannya untuk dikonsumsi.Alasan menanam komoditi tersebut karena kondisi tanah yang cocok selain itu ketiga komoditi ini merupakan andalan bagi petani – petani di sekitar.
Pola Usaha taninya adalah lahan basah dengan irigasinya dipengaruhi oleh pengairan setengah teknis. Tipe usaha tani yang dikelola adalah usahatani padi - palawija : dengan 3 jenis tanaman yang ditanam secara bergiliran, Jagung diusahakan setelah panen padi, begitupun kangkung setelah panen jagung. Struktur usaha taninya yakni tidak khusus karena petani mengganti cabang usaha, yaitu dari padi ke jagung lalu setelah itu kangkung.Corak usaha tani yang dimiliki petani adalah Sub-sisten yang mana menurut fadoli (1989), petani semi komersial adalah petani yang mengusahakan lahan pertaniannya sudah menggunakan alat-alat produksi tetapi masih dalam skala kecil.Hasil biasa sebagian digunakan untuk makan dan dijual. Hasil dari bertani padi setelah dibagi dengan tuan tanah seutuhnya dikonsumsi sedangkan untuk palawija (jagung dan kangkung) sebagian dijual. Bentuk usaha taninya adalah keluarga karena menurut Makeham (1991), sebagian besar besar pendapatan yang diterima oleh petani dalam setahun berasal dari usahataninya. Usaha tani yang demikian disebut usaha tani keluarga (family farm) karena memiliki ciri sebagai berikut : 1) sedikit dari seluruh tenaga kerja dari petani penggarapnya dan anggota keluargannya, 2) Separuh dari pendapatan kotornya yang diterima keluarga dari usaha tani tersebut.
Input yang menjadi pokok pengamatan adalah penggunaan pupuk. pupuk termasuk dalam faktor produksi modal, pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik maupun non-organik (mineral). Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut ,agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalau banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan (id.wikipedia.org/wiki/Pupuk).
Sehingga kontribusi input dalam hal ini pupuk terhadap produktivitas padi yang dihasilkan menjadi pengamatan penulis, tetapi dalam praktikum dilapangan konsep pengukuran yang diambil merupakan output lanjutan yaitu beras dan dedak dalam satuan kilogram, berdasarkan data hasil wawancara pada tiap responden yang ditemui, dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 2.
Tabel kemungkinan Produksi
X (Pupuk) Y2 (beras) MPPxy1 Y1 (jagung) MPPxy2
4 kg/ are 500kg / 10 are= 45 kg/are - 52 kg -
5.7 kg/are 4.200 kg/ 70 are = 55 kg/are 10 57kg 5
6,97kg/are 6.000 kg/86 are = 65 kg/are 10 54 kg - 3
7,1 kg/ are 5000 kg/ 56 are= 84 kg/are 19 49 kg -5
7,5 kg/are 3000 kg/ 40 are = 70 kg/are -14 42 kg -7
7,7kg/are 3500 kg/45 are = 73 kg -2 40kg -2
Kemungkinan produksi untuk X = 6 adalah
Y2 Y1
45 52
55 57
65 54
84 49
70 42
73 40
Berdasarkan data pada kemungkinan Produksi untuk X=6 maka dapat digambarkan grafik dengan Y1 (Beras) dan Y2(Dedak) sebagai berikut:
Y1 = 4105,069 – 25,501Y22
dY1/dY2=-51,002Y2
Table 3. Kombinasi Output dan MRPS dari Y1 dan Y2
MRPS Y1 untuk Y2
Y1 (Jagung) Y2 (Beras) Average Exact
52 45
-2652,104
57 55
-2907,114
54 65
-2754,108
49 84
-2499,098
42 70
-2142,084
40 73 -2040,08
Berdasarkan data primer yang diperoleh pada saat wawancara dan observasi , diketahuai harga Beras Rp. 7.000,-/kg dan Jagung sebesar Rp. 3.500,-/kg ; maka dapat dihitung rasio harga sebagai berikut:
Rasio harga = dY1/dY2=-PY2/PY1
-51,002Y2=-7000/3500
Y2 = 0,03
Y1 = 4105,069 – 25,501(0,03)2 = 4105,029
TR = 0,03 (7000) + 4105,029 (3500) = Rp. 14.367.811,-
α= 116o
Bila harga jagung mengalami peningkatan sebesar Rp. 1500, dari Rp.3500,- menjadi Rp. 5.000,- akibat perubahan pola konsumsi konsumen dan mengakibatkan penurunan harga beras dari Rp. 7.000,- menjadi Rp. 6.500,- ; maka dapat diasumsikan sebagai berikut :
Rasio harga = dY1/dY2=-PY2/PY1
-51,002 Y2=-6500/5000
Y2 = 0,025
Y1 = 4105,069 – 25,501(0,025)2 = 4105,05
TR = 0,025 (6500) + 4105,05 (5000) = Rp. 20.525.412,-
α= 53o