Kamis, 13 Oktober 2011
MARS TURVITA
Kami catur civitas FAPERTA, khas pertanian lahan kering
Kami cinta kampus ini UNIVERSITAS NUSA CENDANA….
Kami saling asah asih dan asuh sebagai satu keluarga besar
Kami merindukan kedamaian dan mendambakan keadilan
Ada dosen, mahasiswa, pegawai, dan juga alumni
Kami catur civitas FAPERTA inzan kampus berbudi luhur
Kami saling mendukung, saling bekerja sama ‘tuk kejayaan FAPERTA selamanya
Kami saling mendukung, saling bekerja sama ‘tuk kejayaan FAPERTA selamanya
Selasa, 11 Oktober 2011
SISTEM PERLADANGAN
OLEH :
UMBU JOKA
JURUSAN: SOSIAL EKONOMI PERTANIAN/ AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2011
Pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris. Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia. Pembangunan pertanian dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang esensial bagi manusia. Tanpa pangan orang tidak akan dapat hidup.
Pangan diperlukan untuk menyusun tubuh, sebagai sumber energi dan zat tertentu untuk mengatur prosedur mekanisme. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut manusia mengelola sumber daya alam antara lain lahan, air, udara (iklim) dan fauna untuk dimanfaatakan sebagai modal dasar usaha produksi pertanian, baik pertanian musiman, maupun tahunan dengan tanaman tua. Pola manusia dalam mengelola sumberdaya alam untuk pemenuhan kebutuhan pangan ini dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) sistem yaitu:
I. Pemburu dan Pengumpul Dalam mesyarakat yang primitif orang tidak mengenal pertanian dan peternakan. Tumbuhan untuk dimakan dikumpulkan dari hutan, rawa atau padang rumput, dan hewan diburu dan ditangkap di hutan, danau, sungai dan laut. Hasil panenan pemburu dan pengumpul rendah, dan sangat tergantung dari alam. Bila musim sedang baik, hasilnya tinggi dan demikian sebaliknya. Karena itu, para pemburu dan pengumpul mempunyai pengetahuan yang baik tentang ekologi tumbuhan dan hewan yang menjadi makanannya. Para pemburu dan pengumpul mengetahui benar karakteristik tumbuhan dan hewan yang dapat dimakan dan yang beracun. Mereka tahu tentang jenis dan kelakukuan tumbuhan dan hewan dalam kaitan dengan musim dan faktor lingkungan yang lain, sehingga untuk meningkatkan hasil buruannya, para pemburu dan pengumpul melakukan pembakaran untuk memperoleh rumput muda dan bermigrasi untuk mencari kumpulan tumbuhan dan hewan sampai ke dalam hutan, puncak gunung dan lembah. Dengan kedekatan para pemburu dan pengumpul dengan alam, pola pertanian seperti ini sangat baik dipandang dari kelestarian fungsi lingkungan hidup.
II. Perladangan berpindah Pola pengelolaan pertanian yang lebih tinggi dari pemburu dan pengumpul adalah peladang berpindah. Peladang berpindah telah melakukan bercocok tanam dengan menanam tanam-tanaman tertentu. Umumnya, dalam pola ini para peladang telah menternakkan hewan tertentu. Karena itu mereka melakukan pembudidayaan tumbuhan dan hewan yang dianggap berguna untuk memenuhi kebutuhan pangannya pada sebidang lahan tertentu. Para peladang juga sudah memulai proses seleksi bibit tanaman dan hewan yang akan mereka budidayakan. Dengan adanya seleksi itu terjadilan perubahan evolusioner dalam sifat dan jenis yang dibudidayakan. Antara lain pertumbuhan yang lebih cepat, hasil yang lebih tinggi, serta mengandung sifat, rasa, warna dan bentuk yang disukai. Peladang berpindah mempunyai bermacam-macam variasi. Pada dasarnya terdiri atas membuka sebidang hutan dan menanami lahan hutan yang telah dibuka ini selama dua atau tiga tahun. Kemudian lahan itu ditinggalkan dan membuka lahan hutan baru di tempat lain dan seterusnya. Setelah lahan dibuka, sebagian kayu digunakan untuk memagari lahan yang telah dibuka tersebut untuk melindunginya dari hewan, misalnya babi hutan. Kayu dan ranting yang tidak terpakai setelah kering di bakar. Pembakaran ini membebaskan meneral yang terkandung di dalam bahan organik tumbuh-tumbuhan. Mineral dalam abu inilah yan menjadi sumber hara tanaman. Setelah pembakaran dilakukan, dilanjutkan dengan penaman tanpa didahuli oleh pengolahan tanah. Biji bibit tanaman dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat dengan kayu. Bahan tanaman lain, misalnya batang ubi jalar, tebu dan singkong, ditanam dengan sangat sederhana. Dalam perladangan berpindah, kampung dapat berpindah pindah pula. Tetapi ada juga kampung yang menetap dan orang membuat gubuk sementara di ladangnya. Setelah dua atau tiga kali panen, hasil panen akan menurun, Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya kesuburan tanah, karena mineral dari abu telah terserap oleh tanaman dan sebagian lagi tercuci oleh hujan. Penurunan hasil juga disebabkan oleh makin banyaknya gulma, hama dan penyakit yang menggangu tanaman. Selanjutnya tempat itu ditinggalkan dan akan kembali menjadi hutan baru lagi. Pola peladangan berpindah ini, jika tidak melampaui daya dukung dan memenuhi siklusnya selama 25 tahunan, tidak akan mengganggu fungsi lingkungan. Akan tetapi karena peningkatan jumlah penduduk yang relatif cepat, sementara luasan areal hutan semakin berkurang, memaksa daur perladangan semakin pendek, sehingga akhirnya terjadi kerusakan hutan dan lahan. Akibatnya pengurangan areal hutan akan semakin meningkat dan dampaknya terhadap lingkungan hidup, khususnya tata air akan semakin parah. Pada akhirnya akan menganggu kehidupan manusia itu sendiri Bagi sebagian masyarakat NTT khususnya Pulau Timor, Sumba, dan Flores (sebagai 3 pulau utama) terjadi sistem ladang berpindah di masa lalu. Tatkala itu sistem perladangan berpindah merupakan suatu bagian budaya dalam kehidupan komunitas masyarakat di desa – desa yang ada di kabupaten – kabupaten yang tersebar di NTT. Perladangan dapat diartikan sebagai cara bercocok tanam di atas suatu hamparan areal lahan tertentu terutama di daerah hutan rimba tropik, daerah-daerah sabana tropik dan subtropik. Sistem ladang berpindah adalah sistem perladangan dalam makna usaha yang dilakukan oleh manusia secara berpindah_ Sistem perladangan berpindah merupakan akumulasi dari berbagai pengalaman melalui babak perjalanan waktu yang panjang, sebagai hasil penyaringan internal terhadap dinamika perubahan lingkungan. Semua jenis makhluk hidup, besar atau kecil, buas atau jinak, aktif atau tidak, menghadapi masalah pokok yang sama yakni masalah untuk bertahan hidup. Persoalan bertahan hidup menuntut suatu proses penyesuaian diri dari makhluk hidup terhadap lingkungan tempat hidupnya. Penyesuaian diri itu secara umum disebut adaptasi. Dalam konteks petani ladang, perubahan sistem perladangan berpindah membutuhkan adaptasi dari komunitas petani. Tuntutan adaptasi berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kebutuhan akan pangan serta peningkatan produktivitas lahan pada luas lahan yang sama. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi baru pertanian yang sekali lagi menuntut adaptasi petani juga. Contoh adaptasi masyarakat tradisional berburu dan meramu dapat dilihat dalam kehidupan suku Pygme, Bushmen, dan Negrito. Dalam kehidupan sehari-hari, suku Pygme, Bushmen, dan Negrito memperoleh pangan dengan meramu tanaman dan buah-buahan, madu dan hewan kecil. Konsekuensinya: a) gerak tinggal suku ini tidak pernah menetap, selalu mengikuti sumber-sumber persediaan pangan, b) pengetahuan dan teknologi yang dibuat lebih difokuskan pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan c) perpindahan terjadi ketika persediaan pangan di suatu wilayah tidak mencukupi kebutuhan lagi, sehingga perlu berpindah ke lokasi baru. Perilaku ini juga dimaknai sebagai awal mula adanya upaya adaptasi suatu komunitas masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan pangannya mengikuti siklus alam sehingga perlu berpindah-pindah. Tuntutan adaptasi terhadap ladang menetap menyebabkan adaptasi dari berbagai komponen kebiasaan sosial, seperti perubahan sistem perladangan berpindah menjadi menetap, interaksi sosial, interaksi dengan alam, pola kegiatan ekonomi lokal dan teknologi tradisional
III. Pertanian Menetap Pertanian menetap dianggap sebagai tingkat evolusi tertinggi dalam perkembangan masyarakat agraris. Pertanian menetap telah berkembang lama khususnya untuk pertanian sawah, sedangkan padi gogo lebih berkaitan dengan perladangan berpindah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pada sawah terdukung keberlanjutannya, yaitu : 1. Sawah memerlukan petak yang hampir datar dan pematang untuk menahan air. Petak dan pematang, serta aliran air yang pelan-pelan dari petak yang satu ke petak yang lain dapat melindungi tanah dari erosi. 2. Untuk menahan air di dalam petak diperlukan suatu lapisan tanah yang tidak tembus air. Lapisan ini biasanya tipis terdapat kira-kira 15 cm di bawah permukaan. Dengan adanya lapisan tersebut, pencucian unsur hara sangatlah sedikit, sehingga kesuburan tanah tidak terlalu merosot. 3. Karena air mengalir dengan perlahan-lahan sekali, maka lumpur yang terdapat dalam air pengairan mengendap di petak sawah. Lumpur itu, pada umumnya subur, karena berasal dari lapisan tanah atas. Apalagi jika tanah itu bersifat vulkanik muda. 4. Dalam air sawah terdapat berbagai jenis makhluk hidup yang dapat menambat zat nitrogen (N) udara, antara lain ganggang biru hijau dan bakteri. Dengan adanya mahluk penambat nitrogen udara, maka sawah dengan terus menerus mengalami pemupukan nitrogen. 5. Pembuatan sawah memerlukan investasi yang tinggi dan tenaga. Oleh karena itulah maka setelah sawah jadi, umumnya orang tidak suka untuk meninggalkannya. 6. Sawah memberi kemungkinan untuk dinaikkan produksinya dengan intensifikasi. Dengan intensifikasi, sawah dapat menyerap tenaga kerja yang makin banyak, sehingga dapat mendukung kepadatan penduduk yang tinggi. Dengan berkembangnya pertanian menetap, pemukiman pun menetap. Pada daerah pemukiman atau sekitarnya, umumnya ditanami juga bermacam jenis tanaman, antara lain sayuran, buah-buahan, tanaman obat-obatan dan khusus di dekat rumah, umumnya ditanam beraneka jenis tanaman hias. Pemukiman menetap membuka kemungkinan baru untuk lebih berkembangnya kebudayaan, sehingga kampung tumbuh dan menjadi pusat kebudayaan. Permasalahan lingkungan yang mungkin timbul dalam pola pertanian menetap ini adalah pola intensifikasi modern yang berlebihan antara lain penggunaan bibit unggul, pupuk dan pestisida yang menggangu keseimbangan lingkungan. Penggunan bibit unggul yang tidak tahan terhadap serangan hama, mengakibatkan produksi rendah. Untuk mempertahankan produksi, biasanya digunakan pupuk dan pestisida. Hal inilah yang sering membawa permasalahan. Banyak makluk hidup flora dan fauna yang pada dasarnya sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, telah punah akibat pestisida. Musuh alami tanaman mulai hilang, namun ketergantungan terhadap pupuk dan pestisida sudah pasti mengakibatkan biaya produksi tinggi yang tidak sebanding dengan penghasilan. Keadaan inilah yang menjadi salah satu kendala dalam pengentasan kemiskinan dikalangan petani. Para ahli menganalisa, salah satu dampak negatif perkembangan pertanian yang terjadi dengan adanya revolusi hijau di Eropa pada abad 18 yang lalu adalah berkembangnya varietas baru yang rentan terhadap penyakit dan mendorong tingginya penggunaan pupuk dan pestisida yang pada akhirnya mencemari perairan dan mematikan organisme lain yang menganggu keseimbangan lingkungan dan kehidupan manusia.
Daftar Bacaan
http://borneojarjua2008.wordpress.com/2009/05/28/perladangan-berpindah-bentuk-pertanian-konservasi-pada-wilayah-tropis-basah/ http://eprints.lib.ui.ac.id/8621/ Supli Effendi Rahim, Pengelolaan Berkelanjutan pada Sumberdaya Lahan melalui Sistem Pertanian Terpadu, Universitas Sriwijaya, Jurnal PSL Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia, Lingkungan & Pembangunan, Vol. 19 Nomor 2, 1999.
Soemarwoto, O, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan; Bandung; Penerbit Djambatan, Cetakan Pertama, 1985.
Pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris. Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia. Pembangunan pertanian dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang esensial bagi manusia. Tanpa pangan orang tidak akan dapat hidup.
Pangan diperlukan untuk menyusun tubuh, sebagai sumber energi dan zat tertentu untuk mengatur prosedur mekanisme. Untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut manusia mengelola sumber daya alam antara lain lahan, air, udara (iklim) dan fauna untuk dimanfaatakan sebagai modal dasar usaha produksi pertanian, baik pertanian musiman, maupun tahunan dengan tanaman tua. Pola manusia dalam mengelola sumberdaya alam untuk pemenuhan kebutuhan pangan ini dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) sistem yaitu:
I. Pemburu dan Pengumpul Dalam mesyarakat yang primitif orang tidak mengenal pertanian dan peternakan. Tumbuhan untuk dimakan dikumpulkan dari hutan, rawa atau padang rumput, dan hewan diburu dan ditangkap di hutan, danau, sungai dan laut. Hasil panenan pemburu dan pengumpul rendah, dan sangat tergantung dari alam. Bila musim sedang baik, hasilnya tinggi dan demikian sebaliknya. Karena itu, para pemburu dan pengumpul mempunyai pengetahuan yang baik tentang ekologi tumbuhan dan hewan yang menjadi makanannya. Para pemburu dan pengumpul mengetahui benar karakteristik tumbuhan dan hewan yang dapat dimakan dan yang beracun. Mereka tahu tentang jenis dan kelakukuan tumbuhan dan hewan dalam kaitan dengan musim dan faktor lingkungan yang lain, sehingga untuk meningkatkan hasil buruannya, para pemburu dan pengumpul melakukan pembakaran untuk memperoleh rumput muda dan bermigrasi untuk mencari kumpulan tumbuhan dan hewan sampai ke dalam hutan, puncak gunung dan lembah. Dengan kedekatan para pemburu dan pengumpul dengan alam, pola pertanian seperti ini sangat baik dipandang dari kelestarian fungsi lingkungan hidup.
II. Perladangan berpindah Pola pengelolaan pertanian yang lebih tinggi dari pemburu dan pengumpul adalah peladang berpindah. Peladang berpindah telah melakukan bercocok tanam dengan menanam tanam-tanaman tertentu. Umumnya, dalam pola ini para peladang telah menternakkan hewan tertentu. Karena itu mereka melakukan pembudidayaan tumbuhan dan hewan yang dianggap berguna untuk memenuhi kebutuhan pangannya pada sebidang lahan tertentu. Para peladang juga sudah memulai proses seleksi bibit tanaman dan hewan yang akan mereka budidayakan. Dengan adanya seleksi itu terjadilan perubahan evolusioner dalam sifat dan jenis yang dibudidayakan. Antara lain pertumbuhan yang lebih cepat, hasil yang lebih tinggi, serta mengandung sifat, rasa, warna dan bentuk yang disukai. Peladang berpindah mempunyai bermacam-macam variasi. Pada dasarnya terdiri atas membuka sebidang hutan dan menanami lahan hutan yang telah dibuka ini selama dua atau tiga tahun. Kemudian lahan itu ditinggalkan dan membuka lahan hutan baru di tempat lain dan seterusnya. Setelah lahan dibuka, sebagian kayu digunakan untuk memagari lahan yang telah dibuka tersebut untuk melindunginya dari hewan, misalnya babi hutan. Kayu dan ranting yang tidak terpakai setelah kering di bakar. Pembakaran ini membebaskan meneral yang terkandung di dalam bahan organik tumbuh-tumbuhan. Mineral dalam abu inilah yan menjadi sumber hara tanaman. Setelah pembakaran dilakukan, dilanjutkan dengan penaman tanpa didahuli oleh pengolahan tanah. Biji bibit tanaman dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat dengan kayu. Bahan tanaman lain, misalnya batang ubi jalar, tebu dan singkong, ditanam dengan sangat sederhana. Dalam perladangan berpindah, kampung dapat berpindah pindah pula. Tetapi ada juga kampung yang menetap dan orang membuat gubuk sementara di ladangnya. Setelah dua atau tiga kali panen, hasil panen akan menurun, Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya kesuburan tanah, karena mineral dari abu telah terserap oleh tanaman dan sebagian lagi tercuci oleh hujan. Penurunan hasil juga disebabkan oleh makin banyaknya gulma, hama dan penyakit yang menggangu tanaman. Selanjutnya tempat itu ditinggalkan dan akan kembali menjadi hutan baru lagi. Pola peladangan berpindah ini, jika tidak melampaui daya dukung dan memenuhi siklusnya selama 25 tahunan, tidak akan mengganggu fungsi lingkungan. Akan tetapi karena peningkatan jumlah penduduk yang relatif cepat, sementara luasan areal hutan semakin berkurang, memaksa daur perladangan semakin pendek, sehingga akhirnya terjadi kerusakan hutan dan lahan. Akibatnya pengurangan areal hutan akan semakin meningkat dan dampaknya terhadap lingkungan hidup, khususnya tata air akan semakin parah. Pada akhirnya akan menganggu kehidupan manusia itu sendiri Bagi sebagian masyarakat NTT khususnya Pulau Timor, Sumba, dan Flores (sebagai 3 pulau utama) terjadi sistem ladang berpindah di masa lalu. Tatkala itu sistem perladangan berpindah merupakan suatu bagian budaya dalam kehidupan komunitas masyarakat di desa – desa yang ada di kabupaten – kabupaten yang tersebar di NTT. Perladangan dapat diartikan sebagai cara bercocok tanam di atas suatu hamparan areal lahan tertentu terutama di daerah hutan rimba tropik, daerah-daerah sabana tropik dan subtropik. Sistem ladang berpindah adalah sistem perladangan dalam makna usaha yang dilakukan oleh manusia secara berpindah_ Sistem perladangan berpindah merupakan akumulasi dari berbagai pengalaman melalui babak perjalanan waktu yang panjang, sebagai hasil penyaringan internal terhadap dinamika perubahan lingkungan. Semua jenis makhluk hidup, besar atau kecil, buas atau jinak, aktif atau tidak, menghadapi masalah pokok yang sama yakni masalah untuk bertahan hidup. Persoalan bertahan hidup menuntut suatu proses penyesuaian diri dari makhluk hidup terhadap lingkungan tempat hidupnya. Penyesuaian diri itu secara umum disebut adaptasi. Dalam konteks petani ladang, perubahan sistem perladangan berpindah membutuhkan adaptasi dari komunitas petani. Tuntutan adaptasi berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kebutuhan akan pangan serta peningkatan produktivitas lahan pada luas lahan yang sama. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi baru pertanian yang sekali lagi menuntut adaptasi petani juga. Contoh adaptasi masyarakat tradisional berburu dan meramu dapat dilihat dalam kehidupan suku Pygme, Bushmen, dan Negrito. Dalam kehidupan sehari-hari, suku Pygme, Bushmen, dan Negrito memperoleh pangan dengan meramu tanaman dan buah-buahan, madu dan hewan kecil. Konsekuensinya: a) gerak tinggal suku ini tidak pernah menetap, selalu mengikuti sumber-sumber persediaan pangan, b) pengetahuan dan teknologi yang dibuat lebih difokuskan pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan c) perpindahan terjadi ketika persediaan pangan di suatu wilayah tidak mencukupi kebutuhan lagi, sehingga perlu berpindah ke lokasi baru. Perilaku ini juga dimaknai sebagai awal mula adanya upaya adaptasi suatu komunitas masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan pangannya mengikuti siklus alam sehingga perlu berpindah-pindah. Tuntutan adaptasi terhadap ladang menetap menyebabkan adaptasi dari berbagai komponen kebiasaan sosial, seperti perubahan sistem perladangan berpindah menjadi menetap, interaksi sosial, interaksi dengan alam, pola kegiatan ekonomi lokal dan teknologi tradisional
III. Pertanian Menetap Pertanian menetap dianggap sebagai tingkat evolusi tertinggi dalam perkembangan masyarakat agraris. Pertanian menetap telah berkembang lama khususnya untuk pertanian sawah, sedangkan padi gogo lebih berkaitan dengan perladangan berpindah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pada sawah terdukung keberlanjutannya, yaitu : 1. Sawah memerlukan petak yang hampir datar dan pematang untuk menahan air. Petak dan pematang, serta aliran air yang pelan-pelan dari petak yang satu ke petak yang lain dapat melindungi tanah dari erosi. 2. Untuk menahan air di dalam petak diperlukan suatu lapisan tanah yang tidak tembus air. Lapisan ini biasanya tipis terdapat kira-kira 15 cm di bawah permukaan. Dengan adanya lapisan tersebut, pencucian unsur hara sangatlah sedikit, sehingga kesuburan tanah tidak terlalu merosot. 3. Karena air mengalir dengan perlahan-lahan sekali, maka lumpur yang terdapat dalam air pengairan mengendap di petak sawah. Lumpur itu, pada umumnya subur, karena berasal dari lapisan tanah atas. Apalagi jika tanah itu bersifat vulkanik muda. 4. Dalam air sawah terdapat berbagai jenis makhluk hidup yang dapat menambat zat nitrogen (N) udara, antara lain ganggang biru hijau dan bakteri. Dengan adanya mahluk penambat nitrogen udara, maka sawah dengan terus menerus mengalami pemupukan nitrogen. 5. Pembuatan sawah memerlukan investasi yang tinggi dan tenaga. Oleh karena itulah maka setelah sawah jadi, umumnya orang tidak suka untuk meninggalkannya. 6. Sawah memberi kemungkinan untuk dinaikkan produksinya dengan intensifikasi. Dengan intensifikasi, sawah dapat menyerap tenaga kerja yang makin banyak, sehingga dapat mendukung kepadatan penduduk yang tinggi. Dengan berkembangnya pertanian menetap, pemukiman pun menetap. Pada daerah pemukiman atau sekitarnya, umumnya ditanami juga bermacam jenis tanaman, antara lain sayuran, buah-buahan, tanaman obat-obatan dan khusus di dekat rumah, umumnya ditanam beraneka jenis tanaman hias. Pemukiman menetap membuka kemungkinan baru untuk lebih berkembangnya kebudayaan, sehingga kampung tumbuh dan menjadi pusat kebudayaan. Permasalahan lingkungan yang mungkin timbul dalam pola pertanian menetap ini adalah pola intensifikasi modern yang berlebihan antara lain penggunaan bibit unggul, pupuk dan pestisida yang menggangu keseimbangan lingkungan. Penggunan bibit unggul yang tidak tahan terhadap serangan hama, mengakibatkan produksi rendah. Untuk mempertahankan produksi, biasanya digunakan pupuk dan pestisida. Hal inilah yang sering membawa permasalahan. Banyak makluk hidup flora dan fauna yang pada dasarnya sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, telah punah akibat pestisida. Musuh alami tanaman mulai hilang, namun ketergantungan terhadap pupuk dan pestisida sudah pasti mengakibatkan biaya produksi tinggi yang tidak sebanding dengan penghasilan. Keadaan inilah yang menjadi salah satu kendala dalam pengentasan kemiskinan dikalangan petani. Para ahli menganalisa, salah satu dampak negatif perkembangan pertanian yang terjadi dengan adanya revolusi hijau di Eropa pada abad 18 yang lalu adalah berkembangnya varietas baru yang rentan terhadap penyakit dan mendorong tingginya penggunaan pupuk dan pestisida yang pada akhirnya mencemari perairan dan mematikan organisme lain yang menganggu keseimbangan lingkungan dan kehidupan manusia.
Daftar Bacaan
http://borneojarjua2008.wordpress.com/2009/05/28/perladangan-berpindah-bentuk-pertanian-konservasi-pada-wilayah-tropis-basah/ http://eprints.lib.ui.ac.id/8621/ Supli Effendi Rahim, Pengelolaan Berkelanjutan pada Sumberdaya Lahan melalui Sistem Pertanian Terpadu, Universitas Sriwijaya, Jurnal PSL Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia, Lingkungan & Pembangunan, Vol. 19 Nomor 2, 1999.
Soemarwoto, O, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan; Bandung; Penerbit Djambatan, Cetakan Pertama, 1985.
PROPOSAL GABUNGAN AGRIBISNIS UNDANA 2008
SISTEM PRODUKSI SAOS SAMBAL DAN SEHAT USAHA PADA INDUSTRIRUMAH TANGGA “GAPOKTAN TURATANA” DIPRAIKARARA DESA ANAKALANG KABUPATEN SUMBA TENGAH
PROPOSAL RENCANA PENELITIAN
OLEH :
UMBU JOKA
08 04 02 2598
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar belakang
Memaknai sebuah peran pembangunan bisa ditinjau dari banyak sisi atau sudut pandang, banyak faham yang dikemukakan oleh para ahli.Masing – masing ahli datang dengan indikator yang mencerminkan tentang penyebab dan aplikasi dari teori yang sebenarnya telah menjadi konsumsi sehari – hari di lingkungan masyarakat.Indonesia sebagai Negara berkembang, Indonesia pada waktu pemerintahan Orde Baru telah mencoba menerapkan Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJP I) yang berlangsung mulai dari tahun 1969 – 1994 dengan tujuan membangun sebuah struktur ekonomi yang seimbang, dimulai dari sektor pertanian yang tangguh sebagi sektor primer, industri yang maju sebagai sektor sekunder, dan jasa. Tujuan dari pembangunan nasional ini sudah dituangkan dalam GBHN (Garis - Garis Besar Haluan Negara).
Sebagai Negara berkembang, pada PJP I pemerintah merancangkan bahwa di akhir Repelita V Indonesia sudah bisa mencapai tahap ketiga dalam teori Rostow yaitu tahap “Takeoff” atau tinggal landas secara ekonomi, ternyata hal tersebut masih belum bisa tercapai karena banyak faktor yang mempengaruhi selain halangan krisis ekonomi yang kemudian berkembang menjadi krisis moneter yang cukup memperburuk kondisi perekonomian Indonesia. Salah satu permasalahan yang paling krusial yaitu dalam hal pembangunan pertanian, untuk dapat mencapai pertanian yang tangguh seperti yang ingin dituju pada PJP I, kita masih terhalang yaitu perebutan sektor pertanian dan sektor – sektor lain yang berbasis sumberdaya alam antara kepentingan pasar dan kepentingan politik. Kebijakan ekonomi dan politik sering tidak bersahabat dengan sektor pertanian, yang merupakan tulang punggung perekonomian bangsa karena sebagian besar penduduk Negara ini bergantung pada pekerjaan di sektor ini, selain itu sektor ini terbukti sebagai sektor yang paling tahan uji pada saat krisis melanda Negara ini medio 1997 – 1998.
Peralihan dari pendekatan sektor pertanian yang bersifat pendekatan usahatani ke arah pertanian yang pendekatan agribisnis dirasa menjadi salah satu solusi dalam mendukung sektor industri yang berbasis komoditi pertanian.Pengertian agribisnis sendiri dalam arti yang dipersempit adalah perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Sedangkan menurut (Downey dan Erickson, 1989 dalam Sagran 2009), agribisnis meliputi seluruh bahan masukkan usahatani, produk yang memasok bahan masukkan usahatani yang terlibat dalam bidang produksi dan pada akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran, penjualan, baik secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir.
Agribisnis mencakup subsistem sarana produksi atau bahan baku di hulu, proses produksi biologis ditingkat bisnis atau usahatani, aktivitas transformasi berbagai fungsi bentuk (pengolahan), waktu (penyimpanan atau pengawetan), dan tempat (pergudangan) di tengah, serta pemasaran dan perdagangan di hilir, dan subsistem pendukung lainnya seperti jasa, permodalan, perbankan dan seagainya (Arifin, 2004). Sebagai motor penggerak pembangunan pertanian, agribisnis diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan pertanian daerah baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional (Soekartawi, 2001).
Agroindustri merupakan salah satu subsitem dari agribisnis selain input, usahatani, pemasaran, dan kelembagaan sebagai penunjang. Agroindustri merupakan pengolahan bahan baku yang berasal dari tumbuhan dan hewan dengan berbagai bentuk dan perlakuan fisik dan kimia, penyimpanan, pengawasan, sampai pemasaran yang berdampak langsung pada peningkatan nilai tambah, kualitas hasil, penciptaan tenaga kerja, peningkatan produksi dan peningkatan nilai tambah yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan (Leki,2000 dalam Sagran 2009).
Kegiatan agroindustri dalam skala yang lebih kecil atau bisa disebut Homeindustri yang lebih familiar dengan istilah industri rumah tangga, adalah industri yang mempekerjakan satu sampai empat orang tenaga kerja dalam mengelola kegiatannya (BPS, 2002). Pada umumnya industri ini digeluti demi menambah pendapatan keluarga, tidak bisa dipungkiri peran industri rumah tangga dengan skala kecil ini cukup mendorong perubahan di sektor pertanian, dan juga bisa mendatangkan nilai tambah ekonomis yang tinggi, hal ini menyebabkan industri skala kecil ini berkembang dengan cukup pesat di pedesaan maupun di perkotaan (kususnya di daerah perferi atau pinggiran kota yang dekat dengan sentra produksi pertanian atau peternakan).
Industri rumah tangga yang digeluti oleh para petani yang tergabung dalam “GAPOKTAN TURATANA” merupakan salah satu pendatang baru dalam percaturan industri skala kecil yang berbasis pertanian. Industri rumah tangga ini memanfaatkan komoditi seperti tomat dan cabai yang kemudian dalam kegiatan dalam kegiatan produksinya diolah menjadi sambal tomat.
Industri ini merupakan salah satu industri rintisan dari BP2KP (Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan) Kabupaten Sumba Tengah, melalui salah satu program kerjanya BP2KP mengadakan pelatihan teknikdan manajemen serta kemitraan terhadap para petani – petani tomat dan cabai di Praikarara. Pembimbingan tidak hanya berhenti pada kegiatan onfarm tetapi kemitraan ini berlanjut dengan pembentukan industri rumah tangga yang mengolah cabai dan tomat hasil produksi petani dalam kelompok – kelompok tani di daerah itu menjadi saos sambal serta manajemen usaha dan pemasaran produk pasaca panen dan produksi. BP2KP Sumba Tengah juga menjalin kemitraan dengan gabungan kelompok tani lainnya di sekitar Kabupaten Sumba Tengah dalam mengembangkan produk – produk pertanian agar memiliki tambahan keunggulan baik secara komparatif dan kompetitif.
Menilik dari usia industri rumah tangga ini yang masih muda tetapi berkat pendampingan dari penyuluh – penyuluh pertanian BP2KP maka menjadi menarik untuk peneliti mengadakan peneltian tentang sistem produksi, kondisi keuangan industri rumah tangga ini, dan kriteria sehat usahanya.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana proses produksi sambal tomat pada industri rumah tangga “ GAPOKTAN TURA TANA” di Desa Praikarara Kabupaten Sumba Tengah?
Bagaimana kondisi keuangan industri rumah tangga “GAPOKTAN TURA TANA” di Desa Praikarara Kabupaten Sumba Tengah?
Bagaimana prospek pengembangan usaha pada industri rumah tangga “GAPOKTAN TURA TANA” di Desa Praikarara Kabupaten Sumba Tengah?
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
Mendeskrisikan proses produksi sambal tomat pada industri rumah tangga “ GAPOKTAN TURA TANA” di Desa Praikarara Kabupaten Sumba Tengah.
Mendeskripsikan kondisi keuangan industri rumah tangga “GAPOKTAN TURA TANA” di Desa Praikarara Kabupaten Sumba Tengah.
Mengetahui prospek pengembangan usaha pada industri rumah tangga “GAPOKTAN TURA TANA” di Desa Praikarara Kabupaten Sumba Tengah.
Penelitian ini diharapkan berguna :
Sebagai bahan informasi bagi pengelola industri rumah tangga “ GAPOKTAN TURA TANA” di Desa Praikarara Kabupaten Sumba Tengah dalam merencanakan pengembangan usahanya.
Sebagai bahan informasi bagi pemerintah.
Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa untuk penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rujukan Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Chrisminingsih (2000) tentang pola kegiatan Agroindustri Tahu untuk Mendukung Nilai Tambah Komoditas Kedelai Di Kota Kupang, menunjukkan bahwa secara ekonomis agroindustri tahu tempe di Kelurahan Bakunase mencapai tingkat efisien, karena penggunaan biaya yang diperoleh dari nilai perbandingan pendapatan kotor dengan total biaya adalah menguntungkan.
Adu (2005) dalam penelitian tentang kajian Ekonomi Produk Kecap Pada Industri Rumah Tangga “Lestari” Di Kelurahan Fatululi Kota Kupang menyatakan bahwa pengolahan kecap pada industri rumah tangga “Lestari” sejauh ini masih sederhana.Hal ini dapat terlihat dari penggunaan peralatan produksi yang masih sederhana, seperti nyiru, saringan, wajan, pisau, kompor, drum, corong aluminium, dan dacing timbangan. Peralatan yang digunakan sejak tahun 1999 – 2003 tetap sama tetapi mengalami perubahan dalam jumlah. Struktur organisasi yang belum jelas pembagian tugas untuk setiap tenaga kerja, dan juga proses produksi kecap yang masih dilakukan secara manual oleh tenaga kerja. Tenaga kerja yang bekerja pada industri rumah tangga ini berjumlah 2 orang semuanya pria dan tidak memiliki pembagian tugas yang jelas sehingga semua kegiatan dilakukan secara bersama – sama oleh semua tenaga kerja. Secara ekonomi usaha ini menguntungkan, namun cenderung menurun, hal ini ditunjukkan oleh R/C ratio yang diperoleh yaitu : tahun 1999 sebesar 1,915; tahun 2000 sebesar 1,629; tahun 2001 sebesar 1,628; tahun 2002 sebesar 1,416 dan tahun 2003 sebesar 1,404.
2.2. Tinjauan Teoritis
2.2.1. Industri Rumah Tangga (Home Industri)
Industri rumah tangga (Home Industri) merupakan bagian dari industri kecil yaitu industri yang diusahakan terutama untuk menambah pendapatan keluarga. Industri rumah tangga mencakup kegiatan usaha yang mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman atau ternak.
Mubyarto (1994) menyatakan bahwa tujuan untuk memajukan industri kecil bukanlah semata – mata untuk meningkatkan output atau nilai tambah sektor industri tetapi untuk meningkatkan pendapatan bagi penduduk kelompok miskin di pedesaan.
BPS (2002) Industri rumah tangga adalah industri yang mempekerjakan satu sampai empat orang dengan batasan modal sebesar Rp. 500.000.000,00 pertahun.
2.2.2. Proses Produksi Saos Sambal
Harus ada teori proses produksi
Menurut Mulyadi (1986) produksi adalah pengubahan bahan - bahan dari sumber – sumber menjadi hasil yang diinginkan oleh konsumen. Hasil itu dapat berupa barang atau jasa.Dalam artian tersebut, produksi merupakan konsep yang lebih luas daripada pengolahan (manufaktur) karena pengolahan ini hanyalah sebagai bentuk khusus dari produksi.
Partadireja (1999) menyatakan produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan atau menambah guna atas suatu benda atau segala kegaiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang lain melalui pertukaran. Sehingga proses produksi adalah setiap proses untuk mengahsilkan barang dan jasa.
Swastha (1999) menyatakan produksi adalah pengubahan bahan – bahan dari sumber – sumber (tenaga kerja, bahan – bahan dan dana) menjadi hasil yang diinginkan oleh konsumen. Jadi proses produksi adalah suatu kegiatan yang akan melibatkan pengubahan dan pengolahan berbagai macam sumber menjadi barang atau jasa yang akan dijual.
Samuelson (1996) Dengan memanfaatkan faktor – faktor produksi seperti modal, tenaga kerja dan manajemen secraa efektif dan efisien yaitu dengan meminimalkan biaya – biaya sehingga dapat diperoleh keuntungan yang akan berdampak positif bagi perkembangan usaha. Faktor – faktor produksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Modal
Modal adalah bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk mengahsilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi (Soekartawi, 2002 dalam Sagran, 2009). Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usaha.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja menurut soehardjo dan Patong (1978) merupakan faktor produksi kedua dalam proses produksi pertanian. Dalam ilmu ekonomi tenaga kerja diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha yang diajalankan untuk memproduksi benda – benda.
Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk.Dalam hubungannya dengan produk, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja langsuang adalah semua karyawan yang secara langsung ikut sertamemproduksi produk yang jasanya dapat diusut secara langsung pada produk yang dihasilkan, sedangkan tenaga kerja tak langsung adalah tenaga kerja yang jasanya tidak secara langsung dapat diusut pada produk yang dihasilkan (Mulyadi,1999).
Manajemen
Manajemen usaha adalah kemampuan pengusaha dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan serta mengawasi faktor – faktor produksi dalam setiap kegiatan secra efektif dan efisien agar kegiatan apapun yang dilakukan dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai (Swastha dalam Ibnu,2000).
Dari pengertian – pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh industri rumah tangga “GAPOKTAN TURA TANA” yaitu dimana tomat dan cabai dapat ditingkatkan penggunaannya menjadi saos sambal dan memiliki nilai tambah yang ekonomis yang berbeda dibandingkan dengan kedelai yang tak diolah.
Dapat ditingkatkan penggunaannya menjadi saos sambal dan memiliki nilai tambah yang ekonomis yang berbeda dibandingkan dengan cabai dan tomat yang tidak diolah.
Persyaratan Saos atau Sambal berdasarkan SNI
Persyaratan mutu saos sambal mencakup:
Keadaan (bau dan rasa : normal, khas).
Protein ( n x 6,25) (m : min, 2,5% b/b, a : min. 40% b/b)
Padatan terlarut (min. 10% b/b)
Pemanis buatan, NaCl (m : min .3% b/ba, : min. 5% b/b)
Sakarosa (m : min.40% b/b)
Pengawet, (benzoat : maks. 600 mg/Kg, metal p-hidroksibenzoal maks. 250 mg/Kg, propel p- hidroksibenzoat : maks. 250 mg /Kg)
Pewarna tambahan (sesuai SNI 01-0222-1995)
Cemaran logam, (pb ; maks. 1,0 mg/Kg, cu : maks. 30,0 mg/Kg, Zn : maks. 40,0 mg/ Kg, Sn : maks. 40,0 mg/Kg, hg : maks 0,05 mg/Kg).
Arsen, as (maks. 0,5 mg/Kg)
Cemaran mikroba, e-coli :<3 apm/g, kapang/khamir : maks. 50 kol/g).
2.2.3 Biaya Produksi
Menurut Soekartawi (1997), biaya-biaya yang dikeluarkan dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap ( Fixed cost) yaitu biaya relatif tetap jumlahnya dan tetap dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil produksi.
Biaya produksi terdiri dari 3 elemen yaitu:
Biaya Bahan Baku
Merupakan biaya-biaya secara langsung digunakan dalam produksi untuk mewujudkan suatu macam produk jadi yang siap dipasarkan atau diserahkan kepada konsumen.
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Merupakan biaya bagi para tenaga kerja yang langsung ditempatkan dan didayagunakan dalam menangani segala peralatan produksi sehingga produk dari usaha itu dapat terwujud.
Biaya Overhead Pabrik
Merupakan biaya-biaya produksi selain biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung yang terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya reparasi dan pemeliharaan, biaya asuransi gedung, mesin, kendaraan, serta biaya listrik dan biaya air.
2.2.4. Kriteria Sehat Usaha
Kriteria yang digunakan untuk mengetahui sehat tidaknya suatu usaha yang dilakukan dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu:
Likuiditas
Likuiditas adalah hubungan dengan kemampuan suatu badan usaha untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi/mempunyai kemampuan membayar dalam jangka pendek untuk semua hutang-hutangnya.Suatu badan usaha yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansil dalam jangka pendek. Suatu badan usaha dianggap memiliki kemampuan membayar semua hutangnya dalam jangka pendek apabila likuiditasnya berkisar antara 150%-200% dengan rumus (Munawir, 1983):
Rasio Sekarang = (Aktiva Lancar)/(Hutang Lancar) X 100%
Solvabilitas
Solvabilitas adalah kemampuan suatu badan usaha untuk memenuhi segala kewajiban finansil pada saat badan usaha tersebut dilikuidasi. Dengan kata lain kemampuan badan usaha untuk membayar semua hutang-hutangnya baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Badan usaha yang solvable berarti badan usaha tersebut mempunyai aktiva yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya, tetapi tidak dengan sendirinya bahwa badan usaha tersebut likuid. Suatu badan usaha dianggap solvable apabila mencapai solvabilitas minimal 100% dengan rumus (Munawir, 1983) :
Rasio Modal dengan Aktiva = (Modal sendiri)/(Total aktiva) X 100%
Rentabilitas
Rentabilitas menunjukan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba. Atau dengan kata lain kemampuan badan utuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Cara untuk menilai rentabilitas bermacam-macam tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan digunakan. Untuk menghitung rentabilitas dengan cara membandingkan laba usaha dengan modal sendiri.
Rentabilitas modal sendiri= (Laba Bersih (sesudah pajak))/(Modal Sendiri) X 100%
2.2.5 Jenis-Jenis Harga Pokok
Harga adalah satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan (Kotler, 1992).
2.2.5.1 Metode Harga Pokok Pesanan
Metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan.
2.2.5.2 Metode Harga Pokok Proses
Metode ini produksi dikumpulkan untuk setiap proses dalam jangka waktu tertentu, dan biaya produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi dalam proses tertentu, selama periode tertentu, dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka waktu yang bersangkutan (Mulyadi, 1999).
Penelitian ini dilakukan metode harga pokok proses karena metode pengumpulan biaya produksi ditentukan oleh karakteristik proses produk perusahaan/industri yang berproduksi massa, karakteristik produksinya adalah sebagai berikut:
Produk yang dihasilkan berupa produk standar.
Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama.
Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu.
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Industri rumah tangga “ Gapoktan TuraTana” merupakan satu-satunya industri rumah tangga di Kota Kupang yang mengolah kecap dengan menggunkan bahan baku gula merah dan kedelai dengan label “Tura Tana”. Saos sambal yang dikonsumsi ini memiliki serangkaian proses yang sangat mempengaruhi produksi Saos sambal. Industri rumah tangga ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang berkualitas.Sedangkan dari segi kuantitas maka industri rumah tangga ini harus mampu berproduksi secara maksimal untuk memenuhi permintaan konsumen.
Untuk menghasilkan produk saos sambal dibutuhkan kombinasi dari berbagai faktor produksi seperti bahan baku, bahan penolong, modal, tenaga kerja, pengolahan, teknologi maupun manejemen yang berperan sebagai input produksi. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kontiunitas produksi yang akan berdampak pada pemasaran yang luas. Perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal, apabila pemimpin perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal, apabila pemimpin perusahaan yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses produksi. Sangat cermat dalam melakukan pengaturan dan penggunaan terhadap keseluruhan biaya yang terjadi sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan.
Industri rumah tangga “GAPOKTAN TURA TANA” selama ini sudah menyusun laporan keuangan, akan tetapi masih bersifat sederhana belum dapat diketahui apakah usaha yang dijalankan sehat atau tidak, karena perlu dilihat dari aspek likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas pada tiap akhir pembukuan. Bila dalam posisi sehat usaha maka akan memiliki peluang untuk perluasan produksi dan perluasan usaha. Sehingga dengan melihat aspek diatas, maka pengusaha dapat mencapai tujuannya yaitu untuk mengembangkan usahanya.
Bertolak dari uraian tersebut, maka kerangka pemikiran yang dimaksudkan dapat digambarkan pada skematis sebagai berikut :
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada industri rumah tangga “ GAPOKTAN TURA TANA”, di Praikarara Desa Anakalang Kabupaten Sumba Tengah pada bulan Desember 2010 hingga bulan Januari 2011.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dilakukan dengan metode studi kasus dengan mempertimbangkan keunikan dari industry rumah tangga ini yaitu input produksi yang dihasilkan sendiri oleh kelompok – kelompok tani yang bernaung di bawahnya dan proses pengelolaan dibantu oleh tenaga penyuluh dari BP3KP Kabupaten Sumba Tengah .Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pemilik industri rumah tangga, pengamatan langsung pada industri rumah tangga dengan berpedoman pada berbagai catatan keuangan perusahaan dan wawancara dengan para pekerja yang menjadi responden, berdasarkan daftar pertanyaan yang diberikan.Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang berhubungan dengan penelitian yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT dan Badan Pusat Statistik NTT serta BP2KP (Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan) Kabupaten Sumba Tengah.
Pengamatan dan Konsep Pengukuran
Identitas responden pada industri rumah tangga” GAPOKTAN TURA TANA” yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan formal dan non formal, lamanya usaha dan pengalaman mengelola industri rumah tangga.
Sejarah berdirinya industri rumah tangga “GAPOKTAN TURA TANA”.
Proses produksi yaitu urutan kegiatan yang dilakukan mulai dari bahan baku sampai menjadi saos sambal.
Sumber dan asal bahan baku yaitu total Cabai merah dan Tomat yang digunakan untuk setiap proses produksi (Kg).
Jumlah bahan baku yaitu total Cabai merah dan tomat yang digunakan untuk setiap proses produksi (Kg).
Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam satu kali proses produksi (Rp).
Biaya bahan baku yaitu harga perolehan bahan baku yang diolah dalam setiap proses produksi (Kg).
Jumlah bahan penolong yang digunakan untuk setiap proses produksi (Kg, ikat).
Jumlah tenaga kerja langsung yaitu jumlah tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi (Orang).
Biaya tenaga kerja langsung yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja yang langsung terlibat dalam proses produksi (Rp).
Biaya overhead pabrik yaitu semua biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung (Rp).
Volume penjualan, berapa banyak saos sambal yang terjual (Botol).
Jumlah penjualan yaitu jumlah keseluruhan produksi yang terjual (Botol).
Harga jual adalah harga yang ditetapkan oleh industri rumah tangga “GAPOKTAN TURA TANA” (Rp/ Botol).
Modal usaha yaitu besarnya modal yang digunakan untuk memulai usaha (Rp).
Penerimaan adalah sejumlah uang yang diperoleh industri rumah tangga “ GAPOKTAN TURA TANA” dari hasil penjualan (Rp).
Kriteria sehat usaha, dipergunakan untuk mengetahui sehat tidaknya suatu usaha yang dilakukan.
Likuiditas adalah berhubungan dengan kemampuan suatu badan usaha untuk memenuhi kewajiban finansilnya (%).
Solvabilitas adalah kemampuan suatu badan usaha untuk memenuhi segala kewajiban finansilnya pada saat badan usaha tersebut dilikuidasi (%).
Rentabilitas menunjukan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba (%).
Rasio modal dengan aktiva merupakan perbandingan antara modal sendiri dengan total aktiva (%).
Rasio modal dengan aktiva merupakan perbandingan antara modal sendiri dengan total aktiva (%).
Rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri (%).
Modal sendiri adalah sumber biaya yang berasal dari dalam industri rumah tangga dalam hal ini pemilik (Rp).
Aktiva lancar yaitu semua jenis kekayaan usaha yang dapat dituangkan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun(Rp).
Hutang lancar merupakan semua jenis hutang yang harus dibayar dalam kurun waktu kurang dari satu tahun (Rp).
Model dan Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan, ditabulasi dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan :
Untuk menjawab tujuan pertama analisis deskriptif yaitu dengan menjelaskan sistem produksi saos sambal Tura Tana.
Untuk menjawab tujuan kedua tentang kondisi sehat usaha industri rumah tangga GAPOKTAN TURA TANA digunakan analisis ratio menurut Munawir (1983) dengan formulasi sebagai berikut:
Rasio Likuiditas
Rasio sekarang = (Aktiva Lancar)/(Hutang Lancar) X 100%
Rasio Solvabilitas
Rasio Modal dengan Aktiva = (Modal Sendiri )/(Total Aktiva) X 100%
Rasio Rentabilitas
Rentabilitas modal sendiri = (Laba Bersih (sesudah pajak))/(Modal sendiri ) X 100%
Dan untuk mengetahui Aset dan laba pengusaha industri Saos Sambal melalui neraca dan laporan rugi laba tiap periode sebagai berikut (Mulyadi,1999):
Industri Saos Sambal “ GAPOKTAN TURATANA”
Neraca per…………….
AKTIVA
Aktiva Lancar (A)
Kas xx
Surat berharga xx
Piutang dagang xx
Persediaan barang dagang xx
Persediaan barang habis pakai xx
Biaya dibayar dimuka xx
Pendapatan diterima dibelakang xx
Total Aktiva Lancar (A) xx
Investasi jangka panjang
Investasi pada PT A xx
Investasi pada PT B xx
Total Investasi jangka panjang xx
Aktiva Tetap (B)
Tanah xx
Gedung xx
Akumulasi penyusutan xx
xx
Kendaraan xx
Peralatan xx
Akumulasi penyusutan xx
xx
Total Aktiva Tetap (B) xx
Total Aktiva (A+B) xx PASSIVA
Hutang Lancer (A)
Hutang Wesel xx
Hutang Dagang xx
Gaji Dibayar Dibelakang xx
Total Hutang Lancar (A) xx
Hutang Jangka Panjang (B)
Hutang Hipotik xx
Hutang Obligasi xx
Total Hutang Jangka Panjang (B) xx
Modal (C)
Modal pemilik xx
Total Passiva (A+B+C) xx
Industri Saos Sambal “Gapoktan TuraTana”
Laporan Rugi Laba
Untuk Periode……………………
Hasil penjualan (harga jual per satuan x volume produk yang dijual) xx
Persediaan produk jadi awal xx
Persediaan produk jadi dalam proses xx
Biaya produksi:
Biaya bahan baku sesungguhnya xx
Biaya tenaga kerja sesungguhnya xx
Biaya overhead sesungguhnya xx +
total biaya produksi xx +
xx
Persediaan produk dalam proses akhir xx –
Harga pokok produksi xx +
Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual xx
Persedian produk jadi akhir xx –
Harga pokok produk yang dijual xx-
Laba Bruto xx
Biaya nonproduksi:
Biaya pemasaran xx
Biaya atministrasi umum xx +
Total biaya nonproduksi xx +
Laba bersih sebelum pajak (pajak usaha) xx
Perhitungan biaya penyusutan menurut Bambang dan Kartasapoetra (1992), adalah dengan menggunakan metode garis lurus dengan nilai sisa (ER) = 0. Dimana nilai penyusutan = YV, Harga beli aktiva tetap = CV dan periode atau umur ekonomis = P. secara sistematis dirumuskan sebagai berikut :
YV = (CV-ER)/P
Untuk menjawab tujuan ketiga maka dibuat simulasi pengembangan usaha dengan dua skenario yaitu ( harus butuh data yang lebih baru...2000-an ke atas)
Asumsi kenaikan produksi 2 kali lipat dengan adanya kenaikkan biaya produksi dan kenaikan harga produk.
Asumsi kenaikan produksi 2 kali lipat dengan asumsi harga produk meningkat dan harga produksi tetap.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Bustanul, Dr. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia.Penerbit PT. kompas Media Nusantara. Jakarta.
Badan Pusat Statistik.2007.Statistik Pertanian NTT. Provinsi NTT
Leki, Silverius. Pengantar Agribisnis. Kerjasama IAEUP – LPIU Undana dengan IAEUP – LPIU IPB. Bogor
Mubyarto. 1993. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Mulyadi. 1999. Akutansi Biaya Edisi 5. Penerbit Aditya Media.Yogyakarta.
Sagran, J. 2009. Sistem Produksi Kecap Manis Raja Sapidan Sehat Usaha pada Industri Rumah Tangga “Lestari Indah” di Kelurahan Fatululi Kecamatan Oebobo Kota Kupang.Skripsi pada FAPERTA Undana.Kupang.
Soekartawi.2002. Ekonomi Pertanian. Rajawali Press, Jakarta.
Soekartawi.1994. Pembangunan Pertanian.Penerbit PT. Raja Gravindo Persada. Jakarta.
Soekartawi.2004. AGRIBISNIS Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press, Jakarta.
Swastha, B dan Sukotjo. 1999. Pengantar Bisnis Modern. Fakultas Ekonomi UGM. Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
KAJIAN MANAJEMEN USAHA DENDENG SAPI
(STUDI KASUS) PADA HOME INDUSTRI TENANGELI
DI KELURAHAN OESAPA KECAMATAN KELAPALIMA
KOTA KUPANG
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
ALIMAN H. LATIF
NIM : 0804022542
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian secara kontunyu baik untuk konsumsi masyarakat, memenuhi kebutuhan bahan baku idustri maupun maningkatkan ekspor-ekspor hasil pertanian. Salah satu cirri strategi pembangunan harus dimiliki oleh negarayang mempunyai potensi sebagian besar dari sector pertanian menuju ke Negara industri adalah kebijakan pembangunan yang manjaga keterkaitan antara sektor pertanian dan sektor industri melalui pembangunan agroindustri. Manfaat ekonomi yang diharapkan dari keberadaan agroindustri adalah meningkatkan kesempatan kerja, nilai tamba wilayah, pendapatan bagi petani dan meningkatkan kualitas hasil produksi pertanian.
Pengembangan agroindustri untuk memacu pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari upaya mengoptimalkan daya guna potensi sumberdaya menusia disektor pertanian.Dalam kegiatannya, agroindustri mengolah hasil-hasil pertanian yang berasal dari tanaman atau hewan menjadi bahan jadi atau setengah jadi, mencakup berbagai bentuk transformasi dan perlakuan fisik dan kimia, penyimpangan dan pengembangan serta distribusi (Soekartawi, 2001).
Hayuna dalam latubara (1993) menyatakan bahwa corak agro industri yang cocok untuk dikembangkan di NTT adalah agroindustri rumah tangga, baik usaha yang menyatu maupun terpisah dari rumah tangga (tempat tinggal), tetap masih satu pekarangan, bahan baku yang dapat dibeli dipasar serta menggunakan tenaga kerja keluarga. Industri rumah tangga (home industry) merupakn bagian dari industri kecil yaitu industry yang dikerjakan untuk menambah pendapatan keluarga. Kegiatan industri rumah tangga selain bertujuan untuk meningkatkan output atau nilai tambah sektor industri tetapi juga dalam usaha penciptaan kesempatan kerja.
Data potensial industri kota kupang tahun 2003 menunjukan bahwa terdapat 2.969 industri yang bergerak di bidang kimia, agro dan hasil hutan. Salah satu industri rumah tangga dari sejumlah industri diatas yang termasuk agro adalah industri rumah tangga dendeng sapi.
Dendeng sapi merupakan daging sapi yang telah dikeringkan bumbu. Daging sapi yang merupakan bahan baku dendeng sapi mempunyai protein yang sangat tinggi. Pada umumnya daging sapi dikonsumsi masyarakat sebagai lauk pauk (rending, sate, dan lain-lain).
Bardasarkan hasil prasurvei menyatakan bahwa industri rumah tangga ”tenangeli” merrupakan salah satu unit usaha yang menghasilkan dnendeng sapi yang dijual dalam kemasan .seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan semakin bertambahnya jumlah rumah makan di kota kupang maka terdapat permintaan dipasar atas produk ini, sehingga pengusaha dendeg sapi juga meningkatkan produksinya.
Sejauh ini pengusaha industri rumah tangga “tenangeli”masih berusaha untuk mengoptimalkan pendapatan dan mengembangkan usahanya.Dalam usaha untuk mengoptimalkan pendapatannya, pengusaha produk inidapat lebih memberikan perhatian khusus pada beberapa aspek pendukung, termasuk salah satunya adalah aspek pendapatannya.Pembukuan yang dilakukannya masih sangat sederhana karena dilihat dari sistem akuntansi belum mencerminkan perhitungan secara tepat mengenai biaya-biaya yang seharusnya diperhitungkan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka permasalahan yang diangkat dan dikaji dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana efisiensi nilai tambah industri rumah tangga dendeng sapi di tinjau dari aspek finansial?
Apakah industri rumah tangga dendeng sapi dalam kondisi sehat usaha?
Bagaimana prospek pengembangan usaha pada industri rumah tangga dendeng sapi?
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan yang ingin dicapai dalam kegunaan ini adalah :
Untuk mengetahui efisiensi nilai tambah.
Untuk mengetahui kondisi sehat usaha industri dendeng sapi.
Untuk mengetahui prospek pengembangan industri rumah tangga dendeng sapi.
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
Pihak-pihak terkait untuk penelitian lanjutan tentang usaha dendeng ikan,
Sebagai bahan informasi bagi industry rumah tangga “Tenangeli” dalam menjalankan usahanya.
TINJAUAN PUSTAKA
Rujukan Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Daris (2001), pada agro industry “abon jaya” di Kelurahan Naibonat Kecamatan Kupang Timur menyatakan bahwa besarnya perhitungan biaya yang dikeluarkan oleh agroindustri “Abon Jaya” lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil analisis.
Pollo (2002) dalam penelitiannya mengeni strategi pengambilan keputusan dalam menajemen di Industri rumah tangga “Mandiri”, menyatakan bahwa sumbangan terbesar pembentukan biaya produksi adalah biaya pengadaan bahan baku, sedangkan sumbangan terkecil adalah dari biaya overhead pabrik.
Passé (2003), menyatakan pada pengusaha minyak kelapa di Kelurahan bakunase menunjukan bahwa pengusaha yang berusaha dengan volume bahan baku yanglebih besar akan memperoleh harga pokok yang lebih keci, sehingga peluang keuntungan lebih besar.
Tijauan Teoritis
Industri Rumah Tangga
Industrirumah tangga (home industry) merupakan bagian dari industri kecil yaiu industri yang diusahakan terutama untuk menambah pendapatan keluarga.Menurut Badan Pusat Statistik setiap badan usaha atau industri yang mempekerjakan 1-4 orang dengan batasan modal sebesar Rp 500.000.000,-/tahun.
Biaya Produksi
Menurut mulyadi (1999), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadiuntuk tujuan tertentu. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang akan dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
Biaya langsung (direct cost)
yaitu biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dbiayai. Biaya langsung terjadi dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Biaya tidak langsung (indirect cost)
Yaitu biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau overhead pabrik (factori overhead cost) yang terdiri dari upah tenaga kerja tidak langsung, biaya bahan penolong dan biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari :
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja langsung xx
Biaya overhead variabel xx
Biaya overhead tetap xx
Harga pokok produksi xx
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi-Full Costing
Mulyadi (1999) mnyatakan bahwa harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan full costing tardir dari unsure biaya produksi (biaya bahan baku, Biaya overhead variabel , dan Biaya overhead tetap) ditambah dengan biaya nonproduksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum).
Terdapat dua penentuan harga pokok produksi dengan pendekatan full costing,yaitu :
Metode harga pokok pesanan
Dalam metode ini baya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksi per satuan dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan.
Metode harga pokok proses
Dalam metode ini biaya produksi dikumpulkan untuk setap proses selama jangka waktu tertentu, dan baya perdatuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi dalam proses tertentu, selama periode tertentu, dalam jumlah satuan produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka waktu yang bersangkutan.
Laba Atau Rugi Bruto Periode Tertentu
Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan produksi dan pemasaran suatu industry dalam periode tertentu telah mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi bruto, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang dikeluarkan untuk mmproduksi produk dalam periode tertentu.Informasi laba atau rugi bruto periodic diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi. Laba atau rugi bruto tiap periode dapat dihitung sebagai berikut (mulyadi, 1999) :
Hasil penjualan (harga jual persatuan x volume produk yang dijual) xx
Persediaan produk jadi awal xx
Persedaan produk jadi dalam proses xx
Biaya produksi :
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja xx
Biaya overhead xx +
Total biaya produksi xx +
xx
Persediaan produk dalam proses akhir xx -
Harga pokok produksi xx +
Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual xx
Persediaan produk jadi akhir xx -
Harga pokok produk yang dijual xx -
Laba bruto xx
Kriteria Sehat Usaha
Kriteriayang digunakan untuk mengetahui sehat tidaknya suatu usaha yang dilakukan dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu :
Likuiditas
Adalah berhubungan dengan kemampuan suatu badan usaha untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang seharusnya dipenuhi/mempunyai kemampuan membayar dalam jangka pendek untuk semua hutang-hutangnya.Suatu badan usaha yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi kewajiban finansialnya dalam jangka pendek.Suatu badan usaha dianggap memiliki kemampuan membayar semua hutangnya dalam jangka pendek apabila likuiditasnya berkisar antara 150%-200%.
Solvabilitas
Adalah kemampuan suatu badan usaha untuk memenuhi segala kewajiban finansalnya pada saat badan usaha tersebut dilikuidasi.Badan usaha yang solvable berarti badan usaha tersebut mempunyai aktiva yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya, tetapi tidak dengan sendirinya bahwa badan usaha tersebut likuid.
Rentbilitas
Adalah menunjukan perbandingan antara laba dengan aktifa atau modal yang menghasilkan laba. Atau dengan kata lain kemampuan badan usaha untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
METODE PENELITIAN
Kerangka Berpikir
Setiap badan usaha dalam melaksanakan badan usahanya, selalu dapat berupaya untuk memperoleh laba yang maksimum.Namun dalam kegiatan pelaksanaan usaha, laba yang diperoleh sering mengalami perubahan atau berfluktuasi.
Industri rumah tangga “Tenangeli”, dalam menjalankan usahanya manginginkan memperoleh laba yang maksimal. Faktor lain yang mempengaruhi pendapatan adalah faktor harga jual dendeng ikan, kualitas produk dendeng ikan yang dijual, harga pokok penjualan dendeng ikan dan kuantitas harga pokok penjualan dendeng ikan. Oleh sebab itu maka badan usaha tersebut harus dapat mempelajari faktor-faktor apa yang mempengruhi pendapat dengan mengetahuinya dari penyusunan laporan keuangan.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan desember 2010 sampai mei 2011 pada Industri rumah tangga “Tenangeli” di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.
Metode Penetapan Lokasi
Penetapan lokasi dilakukan secara sengaja, yaitu pada industry rumah tangga “Tenangeli”, karena badan usaha ini merupakan badan usaha yang dalam memproduksi dendeng sapimenggunakan bahan baku daging sapi, sehingga dendeng sapi yang dihasilkan dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang khas.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi.Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sestematik terhadap gejala yang tampak pada gejala penelitian, dengan taknik pengumpulan data adalah wawancara dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan.Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pemilik dan pekerja yang menjadi responden. Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembagaterkait seperti dinas perindustrian dan perdagangan kota kupang dan badan pusat statistic NTT.
Konsep Pengukuran
Identitas pemilik Industri rumah tangga “Tenangeli” yang meliputi nama, umur, lamanya usaha, pendidikan formal (tahun) dan non formal (frekuensi mengikuti pelatihan atau penyuluhan), pekerjaan dan pengalaman berorganisasi (tahun).
Jumlah bahan baku yaitu jumlah ikan segar yang digunakan dalam proses produksi dendeng ikan (Kg).
Jumlah tenaga kerja yaitu jumlah tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi (orang).
Volume produksi yaitu jumlah dendeng ikan yang dihasilkan pada setiap periode produksi (Kg).
Harga beli bahan baku yaitu besarnya nilai uang yang dikeluarkan untuk membeli ikan segar (Rp/Kg).
Harga jual yaitu harga jual dendeng ikan yang ditetapkan Industri rumah tangga “Tenangeli” pada setiap periode produksi (Rp/Kg).
Harga pokok penjualan yaitu besarnya harga yang diperoleh dari penjumlahan biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik (Rp).
Modal usaha yaitu besarnya modal awal yang digunakan untuk memulai usaha.
Biaya bahan baku adalah jumlah yang dikeluarkan untuk membeli ikan segar pada setiap periode produksi (Rp).
Biaya tenaga kerja langsung yaitu sejumlah biaya yang digunakan untuk membiayai tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi (Rp).
Biaya overhead pabrik yaitu biaya-biaya selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, yang digunakan pada proses produksi (Rp).
Waktu produksi dendeng ikan dan waktu tidak produksi dendeng ikan.
Volume penjualan yaitu jumlah dendeng ikan yang dijual oleh Industri rumah tangga “Tenangeli” (Kg).
Nilai penjualan yaitu nilai rupiah yang diperoleh dari perkalian antara kuantitas panjualan dengan harga jual per satuan (Rp).
Metode penetapan laba kotor yaitu cara atau teknik dalam menentukan besarnya laba kotor produk dendeng ikan per ukuran penjualan.
Model dan Analisis Data
Data ditabulasi dan dianalisis berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu menjawab fakto-faktor yang mempengaruhi perubahan laba kotor produk dendeng ikan pada industry rumah tangga “Tenangeli” digunakan analisis secara deskriptif.
Untuk mengetahui besarnya laba yang diperoleh Industri rumah tangga “Tenangeli” pada periode tertentu, dilakuan analisis laporan rugi laba dengan formulasi menurut Mulyadi (1999), sebagai berikut :
Industri dendeng sapi “tenangeli”
Laporan rugi laba
Untuk periode …………………………
hasil penjualan (harga jual persatuan x volume produk yang dijual) xx
persediaan produk jadi awal xx
persedaan produk jadi dalam proses xx
biaya produksi :
biaya bahan baku xx
biaya tenaga kerja xx
biaya overhead xx +
total biaya produksi xx +
xx
persediaan produk dalam proses akhir xx -
harga pokok produksi xx +
harga pokok produk yang tersedia untuk dijual xx
persediaan produk jadi akhir xx -
hargapokok produk yang dijual xx -
laba bruto xx
biaya nonproduksi :
biaya pemasaran xx
biaya adminstrasi umum xx +
total biaya nonproduksi xx +
laba bersih sebelum pajak xx
selanjutnya untuk menguji kebenaran hipotesis tersebut, digunakan rasio efisiensi menurut Umar (2003) yang terdiri atas :
Rasio perputaran persediaan =(harga pokok penjualan)/persediaan
Rasio perputaran aktifa tetep = penjualan/aktifatetap
Rasio perputaran total aktifa =penjualan/totalaktifa
RRPPP = (piutang dagang)/(penjualanpertahun (360 hari))
DAFTAR PUSTAKA
Anonymoes. 1999. Materi Seminar “Strategi dan Kebijakan Pengembangn Potensi Lahan KeringDalam Mendukung Pembangunan Daerah NTT”. Kanwil Pertanian Kupang.
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Pertanian NTT. BPS Propinsi. Kupang.
Departeman Perindustrian dan Perdagangan. 2002. Daftar Sentra Industri Kecil. Deperindag Kota Kupang.
Dukat, Erwan. 1985. Alat-Alat Analisis Laporan Keuangan. AK Group. Yogyakarta
Harnanto. 1984. Analisis Laporan Keuangan. BPFE.Yogyakarta.
Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya Edisi 5. Universitas Gadja Mada. Yogyakarta
Munawir, s. 1983.Analisis laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta
2002. Analisis Informasi Keuangan. Liberty. Yogyakarta.
Prastowo Dwi dan Rifka Julianty. 2002. Analisis Laporan Keuangan Konnsep dan Aplikasi.UUP AMP YKPN.Yogyakarta.
Pollo, Grefer. 2002. Strategi Pengmbilan Keputusan Dalam Manejemen Agroindustri Di Kelurahan Oesapa Kota Kupang (studi Kasus Pada Perusahaan Dendeng Ikan Mandiri).Skripsi.Faperta-UNDANA.Kupang.
Sengadji, Haryati. 2002. Analisis Perubahan Laba Kotor Produk Emping Jagung (Studi kasus) Pada Perusahaan “Sinar 313” Di Kelurahan Sikumana Kota Kupang.Skripsi.Faperta-UNDANA.Kupang.
Supriono, R. A. 1982. Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian Biaya Serta Daya Relevan Untuk Pambuatan Keputusan.BPFE.Yogyakarta.
PROPOSAL PENELITIAN
ANALISIS KONTRIBUSI USAHATANI CABAI TERHADAP TOTAL PENDAPATAN USAHATANI HORTIKULTURA
(Studi khasus) KELOMPOK TANI TEKAT MAKMUR
DI KELURAHAN OESAOKECAMATAN KUPANG TIMUR
KABUPATEN KUPANG
TAHUN 2010
OLEH
DEDY N. OTTA
0804022554
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian merupakan titik sentral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian, guna memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang semakin meningkat dan untuk memnuhi kebutuhan bahan baku dari industri dalam negri yang terus berkembang selain itu meningkatkan nilai eksport.
Tujuan dari pembangunan pertanian akan dapat terwujud apabila didukung oleh berbagai aspek dibidang pertanian. Oleh karena itu pembangunan pertanian dewasa ini tidak hanya ditujukan untuk memantapkan swasembada beras dan palawija, akan tetapi mencangkup pula usaha-usaha peningkatan produksi pangan lainnya yang bersal dari hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Peningkatan pangan yang berasal dari hortikultura memegang peranan penting dalam pembangunan nasional baik ditinjau dari segi kesehatan, penyerapan tenaga kerja, meningkatkan hasil mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, menunjang pembangunan industri serta peningkatan devisa negara.
Tanaman hortikultura merupakan salah satu bagian dalam sektor pertanian yang diandalkan untuk menunjang pendapatan daerah. Untuk meningkakan pendapatan dari tanaman hortikulturamaka perlu dipacu produktivitasnya antara lain dapat ditempuh dengan jalan penganekaragaman komoditas. Usaha tanaman hortikultura dalah kegiatan yang menghasilkan produk tanaman sayuran, tanaman buah-buahan atau tanaman hias sebagian atau seluruh hasilnya dijual atau ditukar untuk memperoleh pendapatan.tanaman hortikultura mampu tumbuh dan berkembang baik di dataran rendah maupun dataran tinggi sehingga memudahkan dalam memanfaatkan lahan yang tidak cocok dengan komoditas pangan lainnya. Salah atu contoh komoditas yang mempunyai prospek cukup baik untuk usaha peningkatan pendapatan dari tanaman hortikultura adalah cabai.
Cabai merupakan komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.Pada umumnya cabai dikonsumsi atau diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk bahan penyedap masakan diantaranya untuk sambal, saos, sayaur lode dan lain-lain.
Cabai memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.Cabai juga merupakan produk pertanian yang mudah rusak sehingga harga di pasar cenderung berfluktuasi. Kupang Timur merupakan daerah sentral produksi cabai di Kabupaten Kupang dengan luas area tahun 2001 sebear 9 Ha dan pada tahun 2003 mengalami perluasan sebesar 12 Ha.
Tahun Harga (Rp/Kg)
1999 8500
2000 9750
2001 10000
2002 10000
2003 12000
JUMLAH 51000
RATA-RATA 10200
Table 1. Tabel perkembangan harga cabai di Kecamatan Kupang Timur periode 1999-2003
Perkembangan harga komoditas cabai beberapa tahun terakhir menggambarkan kecendrungan yang tidak stabil.Di Kabupaten Kupang khususnya di Kecamatan Kupang Timur harga cabai ditingkat petani dari tahun ke tahun sangat bervariasi tergantung situasi pasar. Dimana apabila produksi meningkat dalam kondisi pasar yang baik maka akan maningkatkan pendapatan petani.
Untuk mengetahui keberadaan suatu usahatani perlu diadakan analisis terhadap usahatani tersebut. Hasilnya dapat dijadikan bahan pertimbangan pelaksanaan usahatani berikutnya. Kenyataan menunjukan bahwa sampai saat ini belum ada informasi berapa besar pendapatan, keuntungan relatif dan kontribusi usahatani cabai di Kelurahan Oesao Kecamaan Kupang Timur kabupaten kupang.berdasarkan kenyataan tersebut maka “Analisis Kontribusi Usahatani Cabai Terhadap Total Pendapatan Usahatani Hortikultura Di Kelurahan Oesao Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang” Perlu Dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah
Umumnya petani didaerah penelitian belum melihat aspek-aspek ekonomi yang tekait dalam usahatani cabai.Petani selalu pasrah terhadap hasil yang diperoleh dari sejumlah penggunaan faktor produksi. Bedasarkan hal tersebut , maka masalah yang perlu diangkat adalah :
Berapa besar pendapatan yang diterima petani dari usahatan cabai pada kelompok tani Tekat Makmur?
Berapa besar keuntungan relatif yang diterima?
Berapa besar kontribusi pendapatan usahatani cabai?
1.3 Tujuan Dan Kegunaan
Tujan dari penelitian ini adalah untuk:
Mengetahui besarnya pendapatnn yang diterima petani dari usahatani cabai pada kelompok tani Tekat Makmur.
Mengetahui besarnya keuntungan relatif.
Mengetahui besarnya kontribusi pendapatan usahatani cabai terhadap total pendapatan usahatani hortikultura.
Penelitian ini diharapkan berguna bagi:
Petani (sebagai bahan informasi dalam mengusahakan dan mengembangkan usahatani cabai di Kelurahan Oesao Kecamatan Kupang Timur).
Pemerintah (dalam pembuatan kebijakan yang menyangkut usahatani cabai baik di Kelurahan Oesao Kecamatan Kupang Timur maupun di daerah lain).
Peneliti (sebagai bahan informasi dalam penelitian Lanjutan).
TINJAUAN PUSTAKA
Rujukan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian sinlae (1996), diketahui bahwa rata-rata curahan tenaga kerja pada usahatani cabai dikecamatan kupang timur adalah sebesar 63,39 HKO per are, dengan sumber tenaga kerja keluarga 28,26 HKO per are (44,16 %) dan tenaga kerja luar keluarga 35,73 HKOper are (55,84 %). Besarnya pendapatan yang diterima petani dari usahatani cabai adalah sebesar Rp 6.651.158,4,- per rata-rata luas pemanfaatan (upah tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan), sedangkan bila upah tenaga kerja diperhitungkan maka pendapatan yang diterima petani adalah sebesar Rp 4.553.172,3,-. Dan kontribusi pendapatan usahatani cabai terhadap pendapatan petani dari hortikultura adalah sebesar 92,3 % sedangkan kontribusi pendapatan usahatani cabai terhadap total pendapatan rumah tangga petani adalah sebesar 66,8 % .
2.2 Hortikultura
Hortikultura adalah suatu usaha pertanian yang ditunjang oleh beberapa ilmu pengetahuan lain seperti agronomi, pemuiaan tanaman, proyeksi tanaman dan teknologi benih terbagi menjadi 3 golongan yaitu buah-buahan, sayr-sayuran dan bunga atau tanaman hias (Arif 1990).
Sedangkan menurut mahayasa (1996), hortikultura adalah suatu usaha dibidang pertanian yang menitik beratkan kajiannya pada ilmu bertanam atau berkebun tanam yang mengandung nilai seni, kesehatan dan komersil. Ciri pokok tanaman hortikultura adalah: a). Hasilnya dibutuhkan dalam keadaan segar, b). Hasilnya tidak dapat disimpan lama, c). Kualitas hasil sangat menentukan pasaran, d). Harganya berfluktuasi, e). Hasilnya sangat membutuhkan tempat yang lapang.
2.3 Gambaran Umum Tanaman Cabai
Cabai merupakan tanaman hortikultura (sayuran) yang buahnya dimanfaatkan untuk keperluan aneka pangan.Cabai banyak digunakan sebagai bumbu dapur yakni sebagai bahan penyedap masakan.Dalam industri makanan, ekstak bumbu cabai digunakan sebagai pengganti lada (Cahyono 2003).
Tanaman cabai termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman berumur pendek yang tumbuh sebagai perdu atau semak dengan tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 m.
Syarat tumbuh tanaman cabai
Kondisi lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman merupakan syarat utama keberhasilan usahatani, disamping faktor sifat-sifat tanaman itu sendiri dan teknik budidaya yang diterapkan (Cahyono 1996).
Keadaan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman cabai adalah suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan cahaya matahari.Agar dapat bertumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tanaman cabai memerlukan suhu udara rata-rata berkisar antara 180 – 300c.Kelembaban udara yang cocok untuk tanaman cabai adalah 60-80 % dengan curah hujan berkisar antara 600-1250mm pertahun (Cahyono 1996).
2.4 Usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu (soekartawi 1995).Menurut adwilaga dalam manafe (2003) mendefinisikan ilmu usahatani sebagai ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan pertanian.
Usahatani merupakan organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditunjukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini dilakukan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial (rivai dalam hermanto, 1989). Sedangkan mosher dalam mubyarto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik, penyakap ataupun maneger yang digaji.
Dari pendapat tersebut, maka usahatani cabai di kelurahan oesao merupakan usaha yang dilakukan oleh petani yakni pegusahaan tanaman cabai dengan menggunakan faktor-faktor produksi yakni tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan dengan tujuan untuk meningkatkan pedapatan.
2.5 Biaya
Biaya menempati posisi utama jika dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya dalam setiap perencanaan produksi.Biaya yang dibutuhkan harus terpenuhi dapat berhasil dan berkelanjutan. Disamping itu biaya sangat menentukan kelangsungan proses produksi. Biaya yang dikelurkan petani dalam proses produksi serta membawanya sebagai produk disebut biaya produksi (hermanto, 1989).
Menurut karsapoetra dalam manafe (2003), menyatakan biaya produksi adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan penunjang lainnya yang akan didayagunakan agar produk-produk tertentu yang direncanakan dapat terwujud dengan baik.
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dapat dikategorikan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi misalnnya pajak tanah, penyusutan alat dan bangunan pertanian, pemeliharan pompa air, dan traktor sedangkan biaya variabel adalah biaya yang penggunaannya sangat tergantung pada besar kecinnya skala produksi seperti biaya pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, tenaga kerja, biaya panen dan biaya penolahan tanah (Hernanto, 1989).
2.6 Pendapatan
Kebanyakan motif petani dalam melakukan usahatani adalah untuk memnuhi kebutuhan konsumsi dan memperoleh produksi yang tinggi disamping sebagai usaha peningkatan pendapatan. Berdasarkan hal tersebut maka mosher (1984), menjelaskan bahwa petani harus selalu mengusahakan satu atau lebih jenis cabang usaha sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
Menurut soekartawi (1995), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total, penerimaan total diperoleh dari harga produk dikali produksi total, sedangkan biaya total yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan selama produksi berlangsung baik biaya tetap maupun biaya variabel. Secara matemati diformulasikan sebagai berikut :
Dimana:
Pd : pendapatan usahatani
TR : penerimaan total
TC : total biaya
2.7 R/C ratio
Keberhasilan suatu usahatani dapat diukur dengan analisis antara penerimaan dan biaya (R/C ratio) dengan melihat keuntungan relatif dari kegiatan usahatani. Analisis ratio memiliki keuntungan yakni sederhana dan mudah dikerjakan, tidak bergantung pada suku bunga yang berlaku.Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat dipakai untuk keuntungan relatif dari usahatani yang dikelola secara komersial dimana tingkat suku bunga diperhitungkan dan dalam analisis ini faktor teknologi tidak diperhitungkan.
Menurut Tjakrawiraksana dan Soeriatmadja dalam Ajul (2001) R/C ratio merupakan analisis imbangan penerimaan dan biaya, yang juga sama dengan analisis pendapatan usahatani. Analisis RC ratio ini dipakai untuk melihat keuntungan relatif dari suatu kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan finansial.
Persamaannya :R/C ratio = penerimaantotal/totalbiaya
Kriteria penilaian R/C ratio adlah sebagai berikut :
R/C ratio < 1 artinya secara ekonomi tidak menguntungkan
R/C ratio = 1 artinya secara ekonomi tidak untung dan tidak rugi
R/C ratio > 1 artinya secara ekonomi menguntungkan
2.7 Kontribusi
Pada suatu sistem pertanian dimana sebagian besar hasilnya lebih dominan ditunjukan untuk konsumsi keluarga, maka sebagai petani pengelola tidak hanya cenderung pada satu jenis usahatani tetapi beranekaragam.Hal ini menurut mubyarto (1989), bertujuan untuk: 1). Mendapatkan hasil produksi yang optimal, 2). Menjamin tersediannya bahan makanan sepanjang tahun, 3). Mengurangi resiko kegagalan panen. Untuk itu pemahaman dan peranan kontribusi dari suatu cabang usahatani memberikan gambaran bahwa setiap cabang usaha dalam memberikan sumbangan berbeda-beda. Dengan demikian kontribusi dapat diartikan sebagaisumbangan yaitu nilai yang menunjukan besarnya peranan dalam suatu sistem.
Untuk mengetahui besarnya kontribusi, soekartawi (1995) memformulasikannya dengan membandingkan besarnya nilai persentase yang diperoleh melalui perhitungan rasio antara pendapatan usahatani cabai dengan total pendapatan hortikultura dengan formulasinya sebagai berikut :
X = (pendapatan usahatani cabai)/(total pendapatan usahatani hortikultura) X 100 %
Dimana :
X = kontribusi pendapatan usahatani cabai terhadap total pendapatan usahatani hortikultura yang diukur dalam persen (%).
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Setiap kegiatan usahatani yang berskala kecil maupun besar, petani selalu menginginkan untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya dengan harapan akan meningkatkan pendapatan dari usahatani tersebut. Dalam kegiatan produksi pertanian petani selalu berusaha agar biaya-biaya produksi bisa ditekan seminim mungkin oleh karenanya petani perlu mengadakan perhitungan ekonomi untuk mengetahui apakah usahanya menguntungkan atau tidak.
Usahatani cabai merupakan suatu kegiatan sebagai sumber untuk meningkatkan pendapatan petani maka produksi optimal dalam usahatani merupakan tujuan utama dengan memperhitungkan hubungan antara input dan output yang dapat menunjang keuntungan yang lebih besar demi pengembangan usaha dan sekaligus sebagai perangsang dalam membangun usaha
Kelurahan oesao merupakan salah satu daerah sentra produksi cabai di kecamatan kupang timur dengan luas areal panen 17 Ha pada tahun 2003. Selain cabai petani di daerah ini juga mengusahakan tanaman hortikultura lain yang tentunya dapat memberikan pendapatan kepada petani.
Untuk mengetahui apakah kegiatan usahatani yang dijalankan berhasil atau tidak maka diadakan analisis usahatani. Berdasarkan analisis ekonomi tersebut petani dapat melakukan evaluasi terhadap usaha yang telah dilaksanakan dan kemudian akan menjadi pertimbangan untuk masa yang akan datang. Selain itu melalui analisis usahatani petani dapat mengetahui seberapa besar pendapatan dan keuntungan yang akan diterima oleh petani dari usahatani cabai tersebut dan seberapa besar kontribusi dari usahatani cabai terhadap total pendapatan usahatani hotikultura yang akan diusahakan.
3.2 Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada kelompok tani Tekat Makmur di persawahan Betamanu Kelurahan Oesao kecamatan Kupang Timur kabupaten Kupang provinsi Nusa Tenggara Timur. Pengumpulan data berlangsung dari bulan November sampai dengan Desember 2010
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei.Data yang dikumpulkan berupa data primer (data langsung dari responden/petani) dan data sekunder (instansi yang berkaitan dengan penelitian ini).
Metode Pengambilan Contoh
Lokasi penelitian ditetapkan secara sengaja yakni Kelurahan Oesao Kecamatan Kupang Timur yang merupakan sentra produsi cabai.
Penentuanpetani contoh dilakukan secara acak sederhana, sebanyak 10% dari 291 jumlah KK petani yang mengusahakan tanaman hortikultura dengan cabai sebagai komoditi yang disorot adalah sebanyak 30 responden.
3.5 Pengamatan Dan Konsep Pengukuran
Hal-hal yang akan diamati dalam peenelitian ini adalah :
Identitas responden yang meliputi umur (tahun), pendidikan (tahun), jumlah tanggungan keluarga (jiwa) dan pengalaman usahatani (tahun).
Luas lahan (Ha)
Produksi (Kg)
Biaya produksi (Rp)
Curahan tenaga kerja (HKO)
Harga produk (Rp/Kg)
Penerimaan (Rp)
Pendapatan usahatani cabai (Rp)
Pendapatan usahatani hortikultura (Rp)
Metode Analisis Data
untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani cabai (tujuan 1), secara metematis digunakan rumussoekartawi (1995):
Pd = TR – TC
dimana:
Pd = Pendapatan
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
Untuk mengetahui keuntungan relatif (tujuan 2), Tjakrawiraksana dan Soeriatmadja dalam Ajul (2001) memformulasikan sebagai berikut:
R/C rasio = TR/TC
Untuk mengetahui besarnya kontribusi (tujuan 3), soekartawi (1995) memformulasikan sebagai berikut:
Xh = Pendapatanusahatanicabai/Totalpendapatanusahatanihortikultura x 100%
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, Sumeni. 1995. Hortikultura, Aspek budidaya. Ui Press ;Jakarta
Arief, A. 1990. Hortikultura. Andi Offect ; Yogyakarta
BPS. 2003. Kupang Timur Dalam Angka, Kupang
Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara ; Jakarta
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura. 2003. Keadaan Areal Tanam, Panen, Rata-Rata Hasil Produksi Tanaman Sayur-Sayuran Di Nusa Tenggara Timur, Kupang
Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya ; Jakarta
Sinlae, D. 1996. Kajian Ekonomi Usahatani Cabai (Capsicum,Sp) Di Kecamatan Kupang Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian Undana ; Kupang
Analisis Harga Pokok Kripik Pisang dalam Penentuan Harga Jual
(Studi Kasus pada Home Industri “SURYA”di Kecamatan Maulafa)
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
Lorry Lonny Djo
0804022576
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang.
Indonesia merupakan negara pertanian. Hal ini membuat sektor pertanian yang mencakup pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan, memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Pembangunan pertanian yang didalamnya terdapat sub sektor perkebunan erat kaitannya dengan visi pembangunan Kabupaten Kupang yaitu terwujutnya masyarakat mandiri yang mampu meningkatkan kesejahteraan. Untuk itu kegiatan–kegiatan yang berorientasi agribisnis dan pengelolaan berkelanjutan dengan berbasis pada pemberdayaan ekonomi petani diupayakan agar dapat membuat masyarakat menjadi lebih mandiri.
Kota Kupang di dalam mengembangkan strategi pembangunan lima tahun berusaha memusatkan perhatian pada sentra-sentra produksi yang menunjang usaha ekonomi rakyat, sehingga memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja produktif dalam upaya memberikan pendapatan yang cukup bagi masyarakat. Salah satu usaha ekonomi rakyat adalah industri rumah tangga (Home Industry).
Pengembangan Industri Rumah Tangga di NTT beberapa tahun terakhir menunjukan perkembangan pesat (lampiran 1). Untuk menunjang pengembangan Industri rumah tangga tersebut dibutuhkan hasil olahan pertanian yang baik, Tenaga kerja yang mandiri serta penentuan Harga pokok dan harga jual yang mampu mendukung kebutuhan masyarakat yang hidup di perkotaan maupun pedesaan untuk menjalankan sebuah Industri rumah tangga. Sehingga peluang tersebut disikapi oleh Home Industri Surya dikecamatan Maulafa
Pengembangan industri rumah tangga khususnya kripik pisang menjadi suatu hal yang sangat mungkin diusahakan. Selain Karena tersedianya bahan baku, hal ini didukung pula dengan meningkatnya jumlah penduduk Kota Kupang setiap tahunnya yang mengisyaratkan adanya peningkatan konsumsi pangan. Selain itu, keripik pisang juga dapat dijadikan oleh-oleh khas Kota Kupang.
Home Industri Surya merupakan salah satu Home Industri Keripik Pisang yang berada di kelurahan Maulafa kacamatan Sikumana Kota Kupang. Home Industri ini awalnya dilakukan oleh pihak keluarga saja dan sudah bergerak selama 2 tahun ” yaitu pada tahun 2008 sampai saat ini. Sejak awal berdirinya Industri rumah tangga “Surya .industri rumah tangga ini menggunakan bahan baku pisang dan mengolahnya menjadi kripik pisang.
Sejauh ini pengusaha industri rumah tangga “SURYA” berusaha meningkatkan produksi, memperoleh keuntungan dan mengembangkan usahanya dengan cara memasarkan hasil produksinya pada beberapa supermarket dan kios di kota Kupang. Untuk memenuhi pasar yang begitu besar, pengusaha terus berupaya mengembangkan usahanya. Pengembangan produk kripik pisang dapat dilihat dari segi kemasan, harga, variasi cita rasa dan nilai gizinya yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam, dalam usahanya industri rumah tangga “SURYA” telah mengembangkan produknya dengan membuat variasi cita rasa dan kemasannya, yakni dibungkus dengan plastik. Memproduksi dalam jumlah 500 bungkus dan ada 3 macam rasa yaitu manis, asin, dan pedas
. Di dalam menjalankan usahanya.home industry ini karena adanya peluang pasar dan ancaman pesaing yang dihadapi dalam pemasaran keripik pisang maka perlu adanya strategi karena volume penjualan stabil dan ada penurunan mengakibatkan keuntungan yang diperoleh menurun. Oleh karena itu maka perlu dianalisis penetapan harga pokok yang dilakukan oleh home industri.
1.2 Perumusan Masalah
Keripik merupakan makanan yang sifat dan fungsinya sangat umum. Selain itu, keripik juga bisa dijadikan sebagai peluang usaha. Di Kecamatan Maulafa banyak masyarakat yang sudah menjalankan usaha. Home Industri Surya merupakan salah satu Home Industri Keripik Pisang yang berada di kelurahan Maulafa kacamatan Sikumana Kota Kupang. Home Industri ini awalnya dilakukan oleh pihak keluarga saja dan sudah bergerak selama 1 tahun, karena adanya peluang pasar dan ancaman pesaing yang dihadapi dalam pemasaran keripik pisang maka perlu adanya strategi Namun di dalam proses pemasaran keripik ini terdapat beberapa permasalahan. Salah satunya adalah masalah menganalisis Harga Pokok dan Penentuan harga jual keripik pisang.
Berpijak pada uraian diatas ada dua permasalahan yang ingin diangkat dalam penelitian ini yaitu :
Menganalisis Harga Pokok Keripik Pisang pada Home Industri rumah tangga “Surya “ dikelurahan Sikumana Kota Kupang
Penentuan harga jual Keripik Pisang pada Home Industri rumah tangga “Surya “ dikelurahan Sikumana Kota Kupang
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
Untuk mengetahui harga pokok produk pada Home Industri “Surya dikelurahan Sikumana Kota Kupang
Untuk mengetahui harga jual yang ditetapkan dalam pemasaran keripik Home Industri “Surya dikelurahan Sikumana Kota Kupang
Untuk mengetahui laba yang diperoleh Home Industri “Surya dikelurahan Sikumana Kota Kupang
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
Bagi Home Industri “Surya dikelurahan Sikumana Kota Kupang sebagai masukan dalam menentukan harga jual
Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak terkait untuk penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Rujukan Penelitian Terdahulu
Agroindustri merupakan bagian dari industri dengan struktur yang kuat karena mengolah sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Pada kenyataannya, fokus dari agroindustri memang relefan bagi tahap pembangunan kita saat ini dan di waktu mendatang karena disinilah arus industrylisasi dan arus pertanian bertemu. Selain itu, agroindustri juga merupakan satu bentuk agribisnis yang bertumpuh pada kegiatan pengolahan bahan baku yang berasal dari sektor pertanian (Azis, 1993).
Berdasarkan pengertian dan unsur – unsur terkait dalam harga pokok menunjukan gambaran yang jelas tentang harga pokok produk. Menurut Adi Koesoemah (1998), harga pokok adalah gambaran kuantitatif dari pengorbanan yang bertujuan untuk penukaran barang-barang atau jasa-jasa yang ditawarkan di pasar.
Menurut Slamet Sugiri ( 1984) . terdapat 2 pendekatan dalam penentuan harga jual yaitu Cost Plus princing dan presentase mark up. Harga jual adalah biaya pokok ditambah kenaikan harga sebesar presentase tertentu dari biaya tersebut.
Menurut Soekartawi (1995) pendapatan usahatani adalah banyak hasil produksi fisik yang diperoleh petani dan keluarganya dari satu kesatuan faktor produksi dilahan pertanian yang dapat dinilai dengan harga yang berlaku, yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi semua biaya yang dikelurkan selama proses produksi berlangsung.
Hasil penelitian Chrisminingsih (2000) tentang pola kegiatan agroindustri tahu untuk mendukung nilai tambah komuditas kedelai di Kota Kupang, menunjukan bahwa secara ekonomis agroindustri tahu di Kelurahan Bakunase mencapai tingkat efisien karena penggunaan biaya yang diperoleh dari nilai perbandingan pendapatan kotor dengan total biaya adalah menguntungkan.
Hasil penelitian Passoe (2003), menyatakan bahwa pada pengusaha minyak kelapa di Kelurahan Bakunase menunjukan bahwa pengusaha yang berusaha dengan volume bahan baku lebih besar akan memperoleh harga pokok yang lebih kecil sehingga peluang keuntungan lebih besar. Biaya Produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu jenis produk nerupakan factor pentng dalam menentukan harga pokok dan harga jual, karena minimal pengusa minyak kelapa dapat menganalisi biaya produksi yang nantinya dapat menetapkan harga pokok produk dan harga jual.
Tinjauan Teoritis
Harga Pokok Produk
Menurut Manulang (1977), harga pokok adalah jumlah yang seharusnya untuk memperoleh suatu barang ditambah dengan biaya lainnya sehingga barang itu tiba di pasaran. Menurut Hadibrotom (1980), harga pokok produk adalah biaya yang dikorbankan untuk memproses bahan-bahan ( termasuk biaya untuk bahan-bahannya) sampai menjadi barang jadi untuk dijual.
Terdapat dua pandangan dalam perhitungan harga pokok yaitu harga pokok yang memperhitungkan biaya yang seharusnya untuk membuat suatu produk. pandangan ini disebut pandangan harga pokok normatif. Dan harga pokok yang memperhitungkan biaya nyata yang dikeluarkan untuk membuat suatu produk. Pandangan ini disebut harga pokok historis. Terdapat tiga faktor penting yang berkaitan dengan harga pokok yaitu:
Unsur-unsur harga pokok
Menurut Mulyadi (1990), unsur-unsur yang menjadi bagian dari harga pokok adalah biaya bahan baku, biaya tenagan kerja langsung dan biaya overhead.
Metode Perhitungan Hara pokok
Menurut Kalkulasi Bagi, yaitu membagi semua biaya yang dikeluarkan dengan jumlah satuan produksi.
Metode Kalkulasi Pembanding, perusahaan yang menghasilkan suatu macam produk tetapi baerbagai jenis, maka ditetapkan angka perbandingan yang berdasarkan harga jual setiap jenis.
Metode Kalkulasi Tambahan, yaitu mengadakan perkiraan biaya perkiraan biaya produksi yang terperinci atas biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
Tujuan Perhitungan harga pokok
Berdasarkan Pengertian dan unsur-unsur yang terkait dalam harga pokok menunjukan gambaran yang jelas tentang harga pokok produk.
Menurut Adi Koesoemah (1998), harga pokok adalah gambaran kuantitatif dari pengorbanan yang bertujuan untuk penukaran barang-barang atau jasa-jasa yang ditawarkan dipasar.
Pengelolaan Usaha
Menurut Mulyadi (1986), produksi adalah pengubahan bahan-bahan dari sumber-sumber menjadi hasil yang diinginkan oleh konsumen. Hasil itu dapat berupa barang atau jasa. Dalam artian tersebut, produksi merupakan konsep yang lebih luas daripada pengolahan (manufaktur) karena pengolahan ini hanyalah sebagai bentuk khusus dari produksi.
Samuelson (1996) dengan memanfaatkan factor-faktor produksi seperti modal, tenaga kerja dan manajemen secara efektif dan efisien yaitu dengan meminimalkan biaya-biaya sehingga dapat diperoleh keuntungan yang berdampak positif bagi perkembangan usaha. Faktor-faktor produksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Modal
Modal adalah bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilakan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi (Soekartiwi, 2002). Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan terbentuknya modal adalah untuk menunjang pembentukan modal lebih lanjut dan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usaha.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja menurut Soehardjo dan Patong (1978) merupakan faktor produksi kedua dalam proses produksi pertanian. Dalam ilmu ekonomi tenaga kerja diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha yang dijalankan untuk memproduksi benda-benda.
Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Dalam hubungannya dengan produk, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja langsung adalah semua karyawan secara langsung ikut serta memproduksi produk yang jasanya dapat diusut secara langsung pada produk yang dihasilkan, i sedangkan tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang jasanya tidak secara langsung dapat diusut pada produk yang dihasilkan (Mulyadi, 1999).
Manajemen
Manajemen merupakan ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan non manusia dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Ilmu manajemen didasari oleh konsep tugas menajer (orang yang melaksanakan manajemen) yaitu untuk merancang dan mendukung pelaksanaan pekerjaan individu pada suatu kelompok, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Manajemen usaha adalah kemampuan pengusaha dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan serta mengawasi faktor-faktor produksi dalam setiap kegiatan secara efektif dan efisien agar kegiatan apapun yang dilakukan dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai (Swastha dan Ibnu, 2000) manajemen dalam industri rumah tangga sangat penting terutama dalam kapasitas-kapasitas yang diambil dalam rangka
pengembangan usaha yang telah dibangun.
Swastha (1999), menyatakan produksi adalah pengubahan bahan-bahan dari sumber-sumber (tenaga kerja dan dana) menjadi hasil yang diinginkan oleh konsumen. Jadi proses prosuksi adalah suatu kegiatan yang akan melibatkan pengubahan dan pengolahan berbagai macam sumber menjadi barang atau jasa yang akan dijual.
Biaya Produksi
Menurut Soekatiwi (1997), biaya-biaya yang dikeluarkan dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang relative tetap jumlahnya dan tetap dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil produksi.
Biaya Produksi terdiri dari 3 elemen yaitu :
Biaya bahan baku
Merupakan biaya-biaya secara langsung digunakan dalam proses produksi untuk mewujudkan suatu macam produk jadi yang siap dipasarkan atau diserahkan kepada konsumen.
Biaya tenaga kerja langsung
Merupakan biaya bagi tenaga kerja langsung ditempatkan dan didayagunakan dalam menangani kegiatan-kegiatan produksi, menangani segala peralatan produksi sehingga produk dari usaha itu dapat terwujud.
Biaya overhead pabrik
Merupakan biaya-biaya produksi selain biaya-biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yaitu terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya reparasi dan pemeliharaan, biaya asuransi gedung, biaya mesin, biaya kendaraan, serta biaya listrik dan biaya air.
Harga Jual
Menurut Swasta (1989), harga adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk melepaskan sejumlah barang tertentu sebagai imbalan dari seluruh biaya produksi dan pemasaran yang telah dilakukan.
Menurut Slamet Sugiri (1984) terdapat 2 pendekatan dalam penentuan harga jual yaitu cost plus princing dan persentase mark up. harga jual adalah biaya pokok ditambah kenaikan harga sebesar persentase tertentu dari biaya tersebut.
Menurut Gitusudarmo (1998) bahwa cara penetapan harga jual yang didasarkan pada biaya dengan menambah persentase tertentu. Akan mendapatkan keuntungan yang diinginkan sering disebut cost plus princing. Berdasarkan pendekatan ini harga dapat dihitung dengan melihat variabel biaya sebagai penentu utama. Penentu harga jual berbasis biaya di formulasikan sebagai berikut :
Harga Jual = Biaya Pokok + Biaya mark up
Besar kecilnya hasil penjualan dipengaruhi oleh kuantitas atau volume produk yang dapat dijual dan harga jual per satuan produk tersebut. Oleh karena itu penentuan harga jual karena adanya perubahan hasil penjualan dapat disebabkan adanya :
Perubahan harga jual per satuan produk
Perubahan Kuanitas atau volume produk yang di jual.
Jenis –jenis Metode Harga Pokok
Metode harga pokok pesanan
Pada metode ini, biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok persatuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan.
Metode harga pokok proses
Pada metode ini, biaya produksi dikumpulkan untuk setiap proses dalam jangka waktu tertentu dan biaya produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi dalam proses tertentu, selama periode tertentu, dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka waktu yang bersangkutan (Mulyadi, 1999).
Penelitian ini akan dilakukan dengan metode harga pokok proses karena metode pengumpulan biaya produksi ditentukan oleh karakteristik proses produk perusahaan atau industry yang berproduksi massa, karakteristik produksinya adalah sebagai berikut :
Produk yang dihasilkan berupa produk standar
Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama
Kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu.
Penetapan Harga Jual
Harga adalah satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan (Kotler, 1992). Tujuan ditetapkannya harga jual menurut (Rewolt, dkk. 1983), adalah :
Untuk mencapai pengembalian atas investasi (return on investment)
Stabilitas harga dan margin
Penetapan harga untuk mencapai target suatu bagian pasar
Penetapan harga untuk mengatasi persaingan
Penetapan harga untuk memaksimalkan laba.
Mulyadi (1991), mendefenisikan harga jual sebagai harga pokok produk setelah ditambah dengan keuntungan yang dikehendaki (laba yang diinginkan). Berhasil tidaknya suatu perusahaan umumnya ditandai dengan kemampuan manajemen dalam membaca segala peluang dimasa depan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, terutama kemampuannya dalam menetapkan harga jual yang dapat menutupi biaya-biaya produksi yang dikeluarkan untuk mendapatkan laba.
Mark up adalah penambahan biaya pada akhir proses produksi dengan cara mengestimasi uang tambahan sebagai keuntungan uang diatur pedagang, serta item biaya lain. Jika biaya diketahui dan persentase mark up diketahui, maka harga jual adalah biaya yang asli ditambah jumlah mark up (kelebiahan harga jual diatas harga belinya) (Clogh dan Sears, 1994).
% MU=(Hargajualperkg-Biayaprodukperkg)/Biayaprodukperkg x 100%
Dalam penelitian ini akan digunakan metode penetapan harga mark up (Mark up pricing) yakni harga jual ditentuan dengan cara menambahkan persentase tertentu pada biaya satuan. Dengan alasan bahwa biaya merupakan factor pertimbangan utama dalam menetapakan harga jual, sehingga dengan menggunakan metode penetapan harga mark up, maka harga jual akan diperoleh setelah menambahkan mark up pada biaya produksi, dimana besarnya mark up didasarkan dari biaya produksi yang dikeluarkan.
Mark up yaitu jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari suatu produk sehingga menghasilkan harga jual. Jika mark up ditentukan dari biaya produk, maka % mark up harus dikalikan biaya produk, kemudian ditambahkan pada biaya produk (Swasta, dkk. 1990).
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
Harga jual =Biaya Produk per Kg + mark up per Kg
=Biaya Produk per Kg + (% mark up per Kg x biaya produk per Kg)
Sedangkan mark up yang ditetapkan dari harga jual ditentukan dari biaya dibagi dengan satu dikurangi persentase mark up. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
harga jual=biayaperkg/((1-% markupperkg))
Harga Pokok Keripik Pisang yang sering dipasarkan pada Home Industri Surya
Harga pokok adalah biaya-biaya yang seharusnya dikeluarkan dalm kegiatan Produksi Kripik Pisang. Biaya-biaya produksi tersebut terdiri dari biaya bahan baku dan Biaya tenaga kerja langsung. Dalam kegiatan produksi yang dilakukan oleh Home Industri Surya di kecamatan maulafa ini tidak menggunakan bahan Penolong sehingga biaya Overhead tidak dimasukan dalam perhitungan harga Pokok.
Unsur-unsur yang membentuk harga pokok tersebut diperinci atas beberapa aspek, terutama pada unsur biaya bahan bahan baku. Aspek-aspek pada unsur harga pokok dapat di perinci kemudian dikalkulasi, seterusnya dibebankan atau dibagi kepada seluruh produk pada suatu periode tertentu sebagai rata-rata harga pokok produk per unit produk.
Metode yang digunakan dalam perhitungan harga pokok bulanan adalah kalkulasi bagi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Home Industri Surya dalam memproduksi Keripik Pisang per ons adalah sebagai berikut :
Plastik : Rp 200
Pisang : Rp 250
Air : Rp 100
Gula merah : Rp 250
Minyak goreng : Rp 250
Biaya Kerja : Rp 250
LPG : Rp 150
Alat-alat masak : Rp 300
Listrik : Rp 250
Jumlah : Rp 2000
Berdasarkan data diatas maka harga pokok yang dikeluarkan oleh Home Industri Surya Kecamatan Maulafa dalam memproduksi Keripik Pisang adalah Rp 2000 per ons.
Penetapan Harga Jual Keripik Pisang yang dilakukan oleh Home Industri Surya Kecamatan Maulafa
Harga jual adalah rata-rata harga pokok per unit produk ditambah dengan Mark up. Mark Up adalah peresentase tertentu yang dikehendaki Pengusaha yang dikenakan kepada rata-rata harga pokok per unit. Mark Up yang ditetapkan oleh Pengusaha Home Industri Surya kecamatan maulafa adalah sebesar 150 % dari harga pokok Keripik Pisang. Jadi Mark Up sebesar 150% x Rp 2000 = Rp 3000
Harga Jual di formulasikan sebagai berikut :
Dari formulasi di atas maka harga jual Keripik Pisang Per Ons adalah sebagai berikut
Harga Jual = harga Pokok Kripik Pisang + Mark Up
Harga Jual = Rp 2000 + Rp 3000
Harga Jual = Rp 5000
Dari Hasil perhitungam di atas maka harga jual Keripik Pisang per Ons yang dipasarkan oleh Home Industri Surya adalah Sebesar Rp 5000
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Industri Rumah tangga “ Surya”, merupakan salah satu industri rumah tangga kripik pisang di Kabupaten Kupang. yang bertujuan untuk menghasilkan produk yang kontinyu baik secara kualiatas maupun kuantitas. Dari segi kualitas maka industri rumah tangga ini terus mampu menghasilkan kripik pisang yang bermutu sehingga mampu memikat selera konsumen. Sedangkan dari segi kuantitas maka indutri rumah tangga ini harus mampu berproduksi secara maksimal untuk memenuhi permintaan konsumen. Setiap Badan Usaha dalam melaksanakan Usahnya, selalu berupaya untuk dapat memperoleh laba yang maksimum dengan menentukan harga jual yang dapat menambah pemasukan dalam sebuah usaha.Namun dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha , laba yang diperoleh sering mengalami perubahan atau berfluktuasi
Industri Rumah tangga “ Surya”, dalam menjalankan usahanya juga mengalami perubahan Laba yang diperolehnya, baik perubahan yang menguntungkan ( Kenaikan ) maupun perubahan yang tidak menguntungkan (penurunan) faktor –faktor yang diduga mempengaruhi perubahan tersebut adalah faktor harga jual Keripik Pisang, Kualitas Kripik yang akan di jual, harga pokok Penjualan Kripik Pisang, oleh sebab itu makan Badan Usaha tersebut harus mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi Perubahan yang terjadi pada Penentuan harga jual, sehingga badan usaha dapat menyususn suatu anggaran harga pokok dan penentuan harga jual pada periode berikutnya. Dalam proses produksi, biaya merupakan faktor penting karena berperan sebagai komponen pembentuk harga produk. Biaya pada industri rumah tangga kripik pisang “Surya” terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead yang merupakan informasi penting bagi pihak manager dalam menentukan harga jual.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada industri rumah tangga “ SURYA” di kelurahan Maulafa Kota kupang. Pengumpulan Data dilakukan pada bulan oktober sampai dengan bulan Desember 2010.
3.3 Metode Penetapan Lokasi
Penetapan lokasi dilakukan secara sengaja, yaitu pada industri rumah tangga “ SURYA”, karena badan usaha ini merupakan badan Usaha ini merupakan badan Usaha yang dalam memproduksi Keripik pisang menggunakan bahan baku Pisang kapok dan Gula merah, sehingga keripik pisang yang dihasilkan dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang khas.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak pimpinan Industri rumah tangga “SURYA” dan tenaga kerja yang bekerja pada badan usaha tersebut, berupa data sejarah usaha, data biaya yang dikeluarkan, Volume penjulan, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait, seperti Departemen Perindustrian Dan Perdagangan ( DEPERINDAG) NTT, Badan Purat Statistik.
3.5. Konsep Pengukuran
Identitas Pemilik Industri rumah tangga “SURYA” yang meliputi nama, umur, lamanya usaha, pendidikan formal ( tahun) dan non formal ( frekuensi mengikuti pelatihan dan penyuluhan ), pekerjaan dan pengalaman berorganisasi ( tahun).
Jumlah bahan baku yaitu jumlah Pisang Segar setengah matang yang digunakan dalam proses produksi keripik pisang.
Jumlah tenaga kerja yaitu jumlah tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi. (orang)
Volume produksi yaitu jumlah keripik pisang yang dihasilkan pada setiap periode produksi (Kg)
Harga beli bahan baku yaitu besarnnya nilai uang yang dikeluarkan untuk membeli pisang segar ( Rp/ tandan)
Modal Usaha yaitu besarnya modal awal yang digunakan untuk memulai usaha.
Biaya bahan baku adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pisang segar pada setiap periode produksi (Rp)
Biaya tenaga kerja langsung yaitu sejumlah biaya yang digunakan untuk membiayai tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi (Rp)
Biaya overhead pabrik yaitu biaya-biaya selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, yang digunakan pada proses produksi (Rp)
Waktu berproduksi keripik pisang dan waktu tidak berproduksi keripik pisang.
Volume penjualan Yaitu jumlah keripik pisang yang akan dijual oleh industri rumah tangga “SURYA” (kg)
Nilai penjualan yaitu nilai rupiah yang diperoleh dari perkalian antara kuantitas penjualan dengan harga jual per satuan (Rp)
Metode penetapan Harga Pokok penjualan yaitu besarnya harga yang diperoleh dari penjumlahan biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya Overhead pabrik (Rp)
Metode penetapan harga jual keripik pisang yang ditetapkan oleh industri Rumah tangga “SURYA” pada setiap periode.
Mark up (MU) adalah jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari suatu produk untuk menghasilkan harga jual.
Jumlah penjualan yaitu jumlah keseluruhan produk yang terjual (Kg).
Harga jual adalah harga yang ditetapakan industri rumah tangga kripik pisang manis “Valentine” (Rp/Kg)
Modal usaha yaitu besarnya modal yang diguankan untuk memulai usaha (Rp)
Penerimaan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari hasil penjualan (Rp)
Metode penetapan harga jual adalah cara atau teknik perusahaan dalam menentukan besarnya harga jual.
Lokasi pemasaran yaitu tempat atau lokasi terjadinya kegiatan pemasaran atau distribusi.
Faktor Internal adalah faktor-faktor kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses) dari dalam usaha keripik Pisang di daerah tersebut.
Faktor eksternal adalah faktor-faktor peluang (Opportunities) dan tantangan (threats) yang merupakan faktor yang berasal dari usaha Home Industri di wilayah tersebut.
3.6 Model Dan Analisis Data
Data yang ditabulasi dan dianalisis berdasarkan tujuan yang ingin dicapai” dilakukan analisis secara deskriptif dengan melihat alat produksi yang digunakan, struktur organisasi dan proses produksi yang dijalankan.
Untuk menjawab tujuan pertama yaitu untuk mengenalisis biaya produksi dengan menggunakan metode harga pokok proses (Mulyadi, 1999) untuk menghitung biaya produksi dalam penetapan harga jual adalah :
Biaya Produksi :
Biaya Bahan Baku Rp. XXX
Biaya Bahan Penolong Rp. XXX
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. XXX
Biaya Overhead Pabrik Rp. XXX +
Total Biaya Produksi Rp. XXX
Biaya Produksi per Unit
(Total biaya produksi untuk periode tertentu)/(volume produksi yang dihasilkan dalam periode bersangkutan)
Untuk menjawab tujuan kedua yaitu untuk menganalisis dan menentukan harga jual yang ditetapkan dalam pemasaran keripik pada home industri rumah tangga “Surya” dalam kaitannya dengan volume penjualan pada periode tertentu digunakan analisis ekonomi dengan rumus analisis perubahan laba kotor menurut Munawir 1983 sebagai berikut :
Perubahan harga jual per satuan produk, yaitu (Hj2 – Hj1 ) K2
Perubahan Kuantitas produk yang di jual, yaitu (K2-K1 ) Hj1
Perubahan harga pokok penjualan per satuan produk, yaitu (HPP2 – HPP1) K2
Perubahan Kuanitas harga pokok penjualan, yaitu ( K2 – K1) HPP1
Keterangan :
Hj1 : Harga jual per satuan prodak yang di budgetkan atau periode sebelumnya
Hj2 : Harga Jual per satuan prodak yang sesungguhnya
Kt : KuantitasProduk yang sesungguhnya dijual
HPP1 : Harga pokok penjualan yang di budgeting atau periode sebelumnya
HPP2 : Harga pokok penjualan yang sesungguhnya
Untuk menjawab tujuan ketiga yakni menentukan harga jual dan mengetahui besarnya laba yang diperoleh industri rumah tangga kripik pisang manis “Valentine” tersebut, maka dilakukan perhitungan harga jual dan analisis rugi laba dan formulasi sebagai berikut :
% MU=(Hargajualperkg-Biayaprodukperkg)/Biayaprodukperkg x 100%
Harga Jual = Biaya Produk per Kg + MU per Kg
= Biaya Produk per Kg + (%MU per Kg x Biaya Produk per Kg)
Laporan Rugi Laba :
Penjualan Rp. XXX
Biaya Penjualan Rp. XXX -
Laba Kotor Rp. XXX
Pajak Rp. XXX -
Laba Bersih Rp. XXX
DAFTAR PUSTAKA
Azis. 1993. Agroindustri Buah-buahan Tropis. Penerbit Bangkit. Jakarta
Chrisminingsih dan Sondang P. 2000. Pola Kegiatan Agroindustri Tahu Untuk Mendukung Nilai Tambah Komuditas Kedelai di Kota Madya Kupang. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Undana. Kupang
Daris, I. M. 2001. Analisis Biaya Pengolahan Abon Pada Agroindustri “Abon Jaya” di Kelurahan Naibonat Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Skripsi Faperta Undana. Kupang.
Kotler. 1992. Dasar-dasar Pemasaran. Edisi V Jilid I. Intermedia. Jakarta
Leki, Silvester. Pengantar Agribisnis. Kerjasama IAEUP-LPIU Undana dengan IAEUP-LPIU IPB. Bogor.
Mulyadi. 1991. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Bagian Penerbit STIE YPKN. Yokyakarta
Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Edisi VI Penerbit Aditya Media. Yokyakarta
Passoe,I. 1996. Analisis Biaya Produksi Minyak Kelapa Pada Pengusaha Minyak Kelapa di Kelurahan Bakunase. Skripsi Fisip Undana. Kupang
Pollo, Grefer. 2002. Strategi Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Agroindustri di Kelurahan Oesapa Kota Kupang. Skripsi Faperta Undana. Kupang
Rangkuti, F., 2003. Analisis SWOT Teknik Pembedahan Kasus Bisnis. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Rewolt dkk. 1983. Strategi Harga Dalam Pemasaran. Rineka Cipta. Jakarta
Samoelson, Paul A dan Nordhaus William D. 1996. Ekonomi. Erlangga. Jakarta
Siagian, Renvile. 2003. Pengantar Manajemen Agribisnis. Gajah Mada University Perss. Yokyakarta.
Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan, Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
Soekartiwi. 1997. Agribisnis dan Teori Aplikasinya. Raja Grafindo. Jakarta
Soekartiwi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian Bogor.
Soemarto dan Jusuf. 1987. Akuntansi. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Sofyan Assauri. 1980. Manajemen Produksi. Alumni LPEEUI. Jakarta.
Supriyanto. 1987. Akuntansi Manajemen I – Konsep Dasar Akuntansi Manajmen dan Proses Perencanaan. Penerbit BPFE. Yokyakarta.
Swasta, B dkk. 1990. Manajemen Pemasaran Modern. Rineka Alumni. Bandung.
Swasta, Basu dan Ibnu Sukatjo. 2000. Pengantar Bisnis Modern. Panerbit Liberty. Yogyakarta
Wirartha, Made M.Si. 2006. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit Andi. Yogyakarta
“ ANALISIS KINERJA FINANSIAL PRODUK KACANG METE PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA ( HOME INDUSTRY ) PUNA LIPUT DI KOTA LARANTUKA “
PROPOSAL RENCANA PENELITIAN
OLEH
ANJELIANA TOKAN
0804022543
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2010
PENDAHULUAN
Latar belakang.
Pembangunan disektor pertanian dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan pendapatan petani, memperluas lapangan kerja, mendukung pembangunan daerah, dan menjaga kelestarian sumberdaya alam sehingga pertanian diharapkan sebagai leading sektor yang dapat mendorong pembangunan di sektor – sektor lain misalnya pada sektor industri.
Perkebunan sebagai salah satu sektor memiliki peranan yang besar dalam bidang pertanian. Hal ini diarahkan dan diharapkan untuk mempercepat laju pertumbuhan produksi, mendukung pembangunan industri serta meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam. Jenis tanaman yang diusahakan dalam sektor perkebunan adalah tanaman-tanaman umur panjang artinya tanaman yang berusia 5-10 tahun misalnya . jambu mete, kopi, cengkeh dll.
Salah satu tanaman umur panjang yang bernilai ekonomis cukup tinggi adalah Jambu Mete ( Anancardium Occidentalle L ). Tanaman ini memiliki syarat tumbuh yang sederhana sehingga mudah dikembangkan serta memiliki berbagai manfaat misalnya menghasilkan kacang mete, selai, anggur, pelumas mesin, bahan isolasi, pernis dan bahan insektisida. Saat ini yang banyak diusahakan dari jambu mete adalah pengolahan kacang mete. Pengolahan kacang mete ini umumnya dilaksanakan usaha – usaha berskala kecil atau yang lazim dikenal dengan usaha / industri rumah tangga.
Industri rumah tangga saat ini sangat banyak dikembangkan di NTT hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Salah satu daerah pengembang industri rumah tangga adalah Kabupaten Flores Timur. Tetapi saat ini belum banyak masyarakat yang menyadari pentingnya menjalankan industri rumah tangga ini, sehinngga belum banyak yang menjalakan industri rumah tangga.
Salah satu industri rumah tangga yang sedang beropersi di kota larantuka saat ini adalah industri rumah tannga kacang mete dengan menggunakan bahan bakunya biji mete gelondongan.
Kacang mete adalah hidangan populer di saat ini. Camilan ini mengandung lemak, protein, karbohidrat, dan macam-macam mineral. Meski berlemak tinggi, 82 % lemak tersebut tergolong lemak tidak jahat atau lemak tak jenuh.Kadar lemak total pada 100 gram kacang mete mentah, panggang, dan goreng, masing mas 47, 5, dan 56 gram. Tingginya kadar lemak pada biji mete sangat berperan penting dalam peningkatan kadar energi dan cita rasa. Itulah yang menyebabkan biji mete sangat enak dan lezat rasanya.Kandungan energi per 100 gram kacang mete mentah adalah 566 kkal.Kadar mineral yang cukup berarti pada kacang mete adalah kalsium, besi, magnesium, fosfor, kalium, zinc, tembaga, mangan dan selenium. Hal paling penting untuk dicermati dalam mengonsumsi kacang mete adalah kadar natrium. Kadar natrium pada 100 gram kacang mete mentah, panggang, dan goreng, masing- masing 12, 20, dan 340 miligram.
Industri rumah tangga kacang mete merupakan salah satu home industri yang mempunyai prospek baik untuk dikembangkan di Kota Larantuka. Hal ini karena Larantuka merupakan salah satu daerah yang banyak mengembangkan usahatani jambu mete, sehinngga pada saat pengolahan kacang mete tidak membutuhkan bahan baku kacang mete gelondongan dari luar daerah tetapi mampu untuk dihasilkan didalam daerah sendiri.
Industri rumah tangga kacang mete hingga saat ini masih berusaha untuk lebih mengembangkan usahanya dan berupaya meningkatkan pendapatan karena industri rumah tangga ini pun baru beroperasi. Dalam upaya meningkatkan pendapatannya industri rumah tangga memerlukan perhatian khusus pada fungsi kegiatan yang ada pada industri rumah tangga ini seperti, aspek pemasaran terutama pada penentuan saluran untuk mendistribusikan hasil sehingga produk kacang mete dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Pada aspek produksi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu pada teknologi pengolahan masih bersifat sederhana atau teknologi tradisional. Pada tingkatan teknologi ini peralatan yang digunakan umumnya relatif sederhana dan mudah diperoleh di mana sebagian besar proses produksi masih mengandalkan tenaga manusia.peralatan yang digunakan pun adalah peralatan sederhana yaitu kacip belah dan pemukul.
Selain hal tersebut manajemen juga perlu diperhatikan dalam hal yang masih dari sisi manajemen finanasial tentang pengambilan keputusan penanaman modal atau investasi untuk membantu memperlancar semua fungsi kegiatan yang ada pada industri rumah tangga ini. Penanaman modal atau investasi ini perlu diperhatikan dan dikaji lebih dalam oleh manajer karena penanaman modal bersifat jangka panjang dan sangat diharapakan penanaman modal membantu industri tumah tangga ini untuk mengembangkan usahanya menjadi lebih baik misalnya dengan menambahkan teknologi dan peralatan yang lebih modern pada proses produksi, pemasaran yang lebih luas,dan adanya disversifikasi pada rasa kacang mete. Karena umumnya yang dihasilkan hanya kacang mete rasa bawang sehinngga diharapkan manajer industri rumah tangga mampu menciptakan rasa lain seperti keju, ayam bawang, dan berbagai rasa lain mengingat harga kacang mete yang mahal dipasaran yaitu berkisar antara Rp 50.000 – Rp. 80.000 /kgnya. Analisis penanaman modal juga membantu manajer pengambilan keputusan untuk investasi.
Selain kinerja finansial dan aspek manajemen yang harus diperhatikan adalah analisis laporan keungan. Analisis ini dilakukan karena pada industri rumah tangga ini akan melakukan penanaman modal jangka panjang sehingga laporan keuangannya harus dianalisis. Sehingga dalam pengembangannya dapat diketahui sehat atau tidaknya usaha tersebut untuk terus dijalankan. Laporan keuangan pada industri ini pun masih bersifat sederhana sehinngga penelitian ini diharapkan membantu manajer industri rumah tangga ini dalam mengkaji sehat atau tidaknya usaha ini dan membantu manajer untuk pengambilan keputusan dalam penanaman modal serta pengembangan prospek industri rumah tangga kacang mete.
. Hal ini membuat peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul
“ ANALISIS KINERJA FINANSIAL BERKAITAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENANAMAN MODAL USAHA PADA PRODUK KACANG METE INDUSTRI RUMAH TANGGA “PUNA LIPUT” DI KOTA LARANTUKA – KABUPATEN FLORES TIMUR “
Perumusan masalah.
Berdasarkan uarian pada latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut. :
Bagaimana profil kegiatan industri rumah tangga kacang mete di Kota Larantuka.
Bagaimana kinerja financial dari kegiatan industri rumah tangga kacang mete di Kota Larantuka ini ?
Bagaimana metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan penanaman modal atau investasi yang tepat untuk untuk industri rumah tangga kacang mete ?
Menganalisis kajian sehat usaha industri rumah tangga kacang mete di Kota Larantuka , berdasarkan laporan keuangan yang ada pada industri rumah tangga ini.
Tujuan dan kegunaan
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
Menjelaskan profil kegiatan industri rumah tangga kacang mete.
Mengetahui kinerja finansial dari kegiatan industri kacang mete di kota Larantuka.
Mendeskripsikan metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan penanaman modal yang tepat untuk industri rumah tangga.
Menganalisis kajian sehat usaha pada industri rumah tangga kacang mete di Kota Larantuka.
Kegunaan
Penelitian ini diharapkan berguna untuk :
Sebagai bahan informasi untuk industri rumah tangga itu sendiri sehingga dapat membantu untuk mengembangkan usaha kacang mete ini dari proses produksi sampai pemasaran.
Pemerintah, sebagai informasi mengenai keadaan industri rumah tangga kacang mete sehingga pemerintah dapat menentukan kebijakan bagi pengembanagn dan perluasan industri rumah tangga.
Dapat dijadikan pembanding oleh peneliti lanjutan.
TINJAUAN PUSTAKA
RUJUKAN PENELITIAN TERDAHULU.
Hasil penelitian Chrisminingsih (2000) tentang Pola Kegiatan Agroindustri Tahu Untuk Mendukung Nilai Tambah Komoditas Kedelai di Kota Kupang, menyatakan bahwa secara ekonomis agroindustri Tahu Tempe di Kelurahan Bakunase mencapai tingkat efisiensi, karena penggunaan biaya yang diperoleh dari nilai perbandingan pendapatan kotor dengan total biaya adalah menguntungkan.
Maing (2002) tentang Analisis Kelayakan Financial Usahatani Jambu Mete Di desa Dikesare Kecamatan Lebatukan Kabupaten Lembata menyatakan pula bahwa pada tahun pertama sampai tahun keempat petani jambu mete belum memperoleh keuntungan , hal ini disebabkan karena pada umur satu sampai dua tahun tanaman belum memproduksi. Tahun ketiga sampai keempat petani sudah bias memperoleh penerimaan tetapi hasil yang diperoleh masih rendah sedangkan tahu berikutnya pendapatan petani terus meningkat.
TINJAUAN TEORITIS.
Proses produksi.
Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1995).
Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan dengan menambah kegunaan (Utility) suatu barang dan jasa. Menurut Ahyari (2002) proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada.
Proses produksi pada pengolahan kacang mete dinyatakan dalam bagan sebagai berikut:
Pada tingkatan teknologi tradisional / sederhana peralatan yang digunakan umumnya relatif sederhana dan mudah diperoleh di mana sebagian besar proses produksi masih mengandalkan tenaga manusia.peralatan yang digunakan adalah kacip belah dan pemukul. Penggunaan peralatan yang sederhana ini sanagt mempengaruhi pada mutu dan jumlah produksi kacang mete. Kapasitas produksi dengan peralatan ini sangat rendah. Setiap tenaga kerja hanya menghasilkan 4 kg perhari dibandingkan dengan peralatan modern seperti Roller Clacker yang menghasilkan 2,4 Ton / 8jam, Gyratory cracker yang meghasilkan 1ton/jam, dan Sima yang menghasilkan 70kg/jam.
Pengertian industri rumah tangga.
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan ;
Industri rumah tangga ( home industry ) adalah bagian kecil dari industri yang diusahakan terutama untuk menambah pendapatan keluarga. Industri rumah tangga dalam operasinya mengolah bahan baku dari ternak maupun dari tumbuhan. Dari ternak contohnya pengolahan daging sapi menjadi dendeng sapi sedangkan dari tumbuhan contohnya pengolahan biji mete gelondongan menjadi kacang mete. Didalam pengolahannya bahan baku tersebut diolah dan melalui proses fisik, kimia, penyimpanan, pengawetan, pengemasan sehingga pada akhirnya produk tersebut disalurkan untuk dipasarkan. Industri rumah tangga mempunyai karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
Pemasaran
Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan
Menurut W Stanton pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli maupun pembeli potensial.
Ada 3 fungsi pemasaran yaitu :
Fungsi Pertukaran
Dengan pemasaran pembeli dapat membeli produk dari produsen baik dengan menukar uang dengan produk maupun pertukaran produk dengan produk (barter) untuk dipakai sendiri atau untuk dijual kembali.
Fungsi Distribusi Fisik
Distribusi fisik suatu produk dilakukan dengan cara mengangkut serta menyimpan produk. Produk diangkut dari produsen mendekati kebutuhan konsumen dengan banyak cara baik melalui air, darat, udara, dsb. Penyimpanan produk mengedepankan menjaga pasokan produk agar tidak kekurangan saat dibutuhkan.
Fungsi Perantara
Untuk menyampaikan produk dari tangan produsen ke tangan konsumen dapat dilakukan pelalui perantara pemasaran yang menghubungkan aktivitas pertukaran dengan distribusi fisik. Aktivitas fungsi perantara antara lain seperti pengurangan resiko, pembiayaan, pencarian informasi serta standarisasi / penggolongan produk.
Tenaga kerja.
Tenaga kerja menurut Hermanto ( 1991 ) merupakan produk yang sanggp menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut Soekartawi ( 2002 ) mengatakan bahwa setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan membutuhkan tenaga kerja.
Tenaga kerja ber[otensi baik secara jasmani maupun fisik untuk mengolah produk dan biasanay berasal dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja langsung adalah semua tenaga kerja yang secara langsung ikut serta memproduksi produk yang jasanya dapat disusut secara langsung pada produk yang dihasilkan, sedangkan tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang jasanya secara tidak langsung dapat disusut pada produk yang dihasilkan. ( Mulyadi , 1999)
Metode pengambilan keputusan penanaman modal
Modal dalam arti sempit adalah uang, sedangkan modal dalam arti luas adalah sesuatu dalam bentuk uang maupun barang yang ada dalam suatu rumah tangga peusahaan yang fungsi produktifnya untuk menghasilkan pendapatan. (Schwiedland)
Penanaman modal adalah pengeluaran atau perbelanjaan penanam – penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang – barang modal dan perlengkapan – perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan untuk memproduksi barang – barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi atau penanaman moda merupakan komp[onen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. ( Sadono Sukirno1994 ).
Didalam suatu usaha jenis pengambilan keputusan yang penting bagi manajemen selain penentuan harga jual adalah pengambilan keputusan dalam penanaman modal ( investment decision). Permasalahan yang dijumpai dalam pengambilan keputusan penaman modal adalah menentukan usulan investasi dana atau penanaman modal yang dapat menghasilkan laba di masa yang akan dating.
Pengambilan keputusan penanaman modal penting bagi manajemen, Karena penanaman modal berkaitan dengan : keterikatan sumber dana perusahaan dalam jumlah relative besar, jangka waktu investasi relative lama, dan masa yang akan dating yang penuh ketidakpastian.
Penilaian investasi berkaitan dengan pengambilan keputusan layak tidaknya suatu ususlan investasi untuk dilaksanakan. Metode yang digunakan manajemen untuk menilai usulan investasi sebagai berikut:
Payback periode .
Metode ini digunakan untuk mengitung jangka waktu yang diperlukan untuk menutup modal yang diinvestasikan. Jangka waktu dihitung dengan cara membagi jumlah modal yang diinvestasikan dengan aliran kas yang berasal dari operasi pertahun. Kelebihan metode ini adalah mudah dimengerti dan sederhana tetapi kelemahannya adalah mengabaiakan aliran kas yang diperoleh setelah periode payback. Sehingga usulan investasi yang ditolak mungkin saja lebih menguntungkan dari pada usulan investasi yang diterima.
Average return of investment.
Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan laba yang diabaikan dalam metode payback. Kelebihan metode ini adalah data yang digunakan diambil dari laoporan keuangan yang tersedia, kelemahannya bahwametode ini tidak dapat diterapkan untuk ususlan investasi yang dilakukan secara bertahap.
Net present value.
Metode ini menghitung penerimaan kas dimasa yang akan datang. Metode ini memperhitungkan nilai waktu uang btidak seperti pada dua metode diatas. Penilaian atas usulan investasi berdasarkan metode ini adalah degan cara membandingkan nilai sekarang dari penerimaan kas dengan nilai sekarang selama investasi modal berlangsung. Keuntungannya bahwa metode ini menghitung aliran kas selama investasi, kelemahannya penentuan tingkat bunga harus teliti.
Internal rate of return
Metode ini menghitung tingkat bunga yang sesungguhnya dari suatu rencana investasi. Agar nilai sekarang dari aliran kas bersih dapat meunutp jumlah modal yang diinvestasikan. Keuntungannya metode ini memeprtimbangkan nilai waktu uang dan menghitung semua aliran kas selama investasi, kelemahannya bahwa penentuan tingkat bunga melalui proses interpolasi sehingga membutuhkan waktu lama.
Profitability indeks.
Metode ini merupakan variasi dari metode NPV. Profitability index ini dihitung berdasarkan aliran kas bersih dengan jumlah rencana investasi. Metode ini bermanfaat untuk memilih dua rencana investasi yang bersifat saling meniadakan. Metode PI dihitung dengan cara membagi nilai sekrang dari aliran kas bersih dengan jumlah rencana investasi.
Pada industri rumah tangga ini metode yang biasa digunakan untuk menilai suatu usulan investasi adalah metode Payback periode, Net Present Value ( NPV) dan metode Internal Rate of Return ( IRR). Ketiga metode ini dipilih karena pada metode payback periode ini sederhana dan mudah dipahami, serta membantu majaer dalam mengetahui jangka waktu modal yang diinvestasikan dapat ditutup. Pada metode NPV, membantu manajer dalam menghitung aliran kas selama masa investasi modal dan pada metode IRR membantu untuk penentuan tingkat bunga dan sebagai pedoman untuk membandingkan bebrapa rencana investasi.
B/C Ratio
Benefit Cost Ratio sering juga disebut sebagai analisis manfaat dan biaya analsis ini digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan suatu usaha atau proyek. Analisis ini mempunyai banyak bidang terapan. Salah satunya adalah dalam bidang investasi. Sesuai dengan dengan makna tekstualnya yaitu benefit cost (manfaat-biaya) maka analisis ini mempunyai penekanan dalamperhitungan tingkat keuntungan/kerugian suatu program atau suatu rencana dengan mempertimbangkan biaya yang akan dikeluarkan serta manfaat yang akan dicapai.Penerapan analisis ini banyak digunakan oleh para investor dalam upaya mengembangkan bisnisnya.Terkait dengan hal ini maka analisis manfaat dan biaya dalam pengembangan investasi hanya didasarkan pada rasio tingkat keuntungan dan biaya yang akan dikeluarkan atau dalam kata lain penekanan yang digunakan adalah pada rasio finansial atau keuangan .
Ada 3 tahapan yang digunakan untuk menganalisis B/C Ratio ini yaitu :
Jenis usaha
Estimasi Biaya Usaha
Estimasi Keuntungan.
Keuntungan dari penggunaan B/ C Ratio adalah mudah dianalisis sehingga memudahkan manajer dalam pengambilan keputusan. Kelemahannya bahwa analisis ini menggunakan pendekatan peramalan waktu uang sehingga metode ini memiliki masalah pada hal akurasi atau ketepatan menganalisis.
Diversifikasi Produk
Diversifikasi produk merupakan perluasan barang atau jasa yang di tawarkan oleh perusahaan dengan jalan penambahan produk atau jasa baru ( Nijman, 1983 ).
Mubyarto ( 1994) menyatakan bahwa putusan mengadakan diversifikasi produk harus didasarkan atas pertimbangan – pertimbangan harapan harga, permintaan dan penawaran. Oleh karena itu, dalam diversifikasi harus dicari solusi atau terrobosan untuk produk mana yang permintaanya paling tinggi.
Analisis laporan keuangan.
Untuk menganalisis sehat atau tidaknya suatu usaha itu perlu dilihat dan dianalisis dari laporan keuangan yang ada pada usaha tersebut.
Menurut standar Akuntansi Keuangan 2004 : “laporan keuangan merupakan bagian dari proses laporan keungan. Laporan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat di sajikan dalam berbagai cara seperti, sebagai laporan arus kas (cash flow) atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan
Menurut S. Munawir (2004):“laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagi alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut”. Ada 3 macam laporan keuangan pokok yaitu Laporan Rugi Laba, Neraca dan Laporan Arus Kas.
Laporan keuangan yang ada pada badan usaha di buat untuk memberikan informasi posisi dan kondisi keuangan badan usaha akan tetapi laporan tersebut perlu kita analisa lebih lanjut dengan alat analisa keuangan yang ada untuk mendapat kan informasi yang lebih berguna dan lebih spesifik dalam menjelaskan posisi dan kondisi keuangan perusahaan.Adapun alat analisis yang dapat kita gunakan adalah rasio likuiditas ,rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas.Kegunaan dari laporan keuangan itu sendiri yaitu data akuntansi yang diambil dari laporan laba rugi dan neraca.
Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Suatu badan usaha dianggap memiliki kemampuan membayar semua hutangnya dalam jangka pendek apabila likuiditasnya berkisar antara 150% - 200% dengan rumus ( Munavir, 1983) :
Rasio sekarang = X 100%
Rasio Solvabilitas.
Rasio solvabiliats menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan hutang jangka panjang.suatu badan usaha dianggap solvable apabila mencapai solvabilitas minimal 100% dengan rumus ( Munawir, 1983 ) :
Rasio Modal dengan aktiva = X 100%
Rasio Rentabilitas.
Rasio rentabilitas atau disebut juga profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan,dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan,kas,modal,jumlah karyawan,jumlah cabang,dan sebagainya. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba.cara menilai rentabilitas dengan cara membandingkan laba usaha dengan modal sendiri .
Rentabilitas Modal sendiri = X 100%
METODE PENELITIAN
KERANGKA BERPIKIR.
Dalam menjalankan usahanya seorang manejer industri rumah tangga perlu untuk mempunyai kemampuan dan pengetahual yang cukup untuk memahami berbagai aspek kegiatan usaha seperti aspek produksi berkaitan dengan pengolahan, penyediaan alat dan bahan, pemilihan bahan baku yang bermutu, serta teknologi sehingga produk yang dihasilkan laris di masyarakat. Aspek pemasaran yan terkait dengan 3 fungsi dari pemasaran. Aspek manajemen dalam hal pengambilan keputusan dalam penanaman modal serta motode apa yang paling tepat digunakan oleh seorang manajer sehingga investasi yang ditanamankan pada saat ini dapat mengasilkan laba tinggi dimasa yang akan datang.
Industri rumah tangga kacang mete yang ada di Kota Larantuka ini merupakan industri yang baru saja beroperasi. Industri ini tidak memasok bahan baku dari dari luar karena bahan baku mampu dihasilkan didalam daerah sendiri serta menghasilkan satu macam rasa saja pada kacang mete tersebut. Oleh karena itu industri rumah tangga ini sanagt berpotensi untuk mengembangkan produknya menjadi berbagai macam rasa sehungga dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan.
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada industri rumah tangga “ PUNA LIPUT “ di Desa Leworahang ,Kota Larantuka.
METODE PENGAMBILAN SAMPLE
Karena penelitian ini bertujuan untuk menilai kinerja finansil industri rumah tangga kacang mete di Kota Larantuka maka metode penentuan responden adalah sebanyak 6 orang responden yaitu 1 orang pemilik dan 5 orang tenaga kerja pada industri rumah tangga.
METODE PENGUMPULAN DATA.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey, data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi wawancara kepada responden dengan berpedoman pada kuisioner atau daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian dan juga dari hasil studi kepustakaan.
PENGAMATAN DAN KONSEP PENGUKURAN.
Hal – hal yang diamati dalam penelitian ini adalah :
Identitas pemilik industri rumah tangga “ PUNA LIPUT “ meliputi nama, umur, lama usaha, pendidikan formal ( tahun ) dan non formal ( frekuensi mengikuti pelatihan atau penyuluhan ), pekerjaan dan pengalaman berorganisasi ( tahun ).
Sejarah berdirinya industri rumah tangga kacang mete.
Jumlah bahan baku yaitu jumlah kacang mete gelondongan yang akan diolah menjadi kacang mete ( Kg)
Jumlah tenaga kerja yaitu Tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi. ( orang)
Volume produksi yaitu jumlah kacang mete yang dihasilkan pada setiap periode produksi (Kg)
Harga beli bahan baku yaitu besarnya nilai uang yang dikeluarkan untuk membeli kacang mete gelondongan. ( Rp)
Harga jual yaitu harga jual kacang mete yang ditetapkan pada setiap periode produksi. ( Rp)
Modal usaha yaitu besarnya modal awal yang digunakan untuk memulai usaha ( Rp)
Biaya bahan baku yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membeli kacang mete gelondongan ( Rp)
Rencana pengembalian biaya investasi atau modal yang diperoleh dari pinjaman (Rp)
Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi (Rp)
Proses produksi yaitu urutan kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan kacang mete.
Sumber dan asal bahan bahan baku.
Besarnya penanaman modal atau investasi.
MODEL DAN ANALISIS DATA.
Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis untuk dapat diambil keputusan mengenai penanaman modal dengan menggunakan metode yang dapat menilai usulan investasi sebagai berikut :
Net present value.
NPV =P.V BENEFIT – P. V COST
( NPV = B – C )
Ket :
B = Benefit yang sudah dipresent valuekan.
C = Cost yang sudah dipresent valuekan.
Internal rate of return
IRR =
Untuk menjawab tujuan kedua yaitu mengetahui kinerja financial dari kegiatan industri rumah tangga kacang mete ini maka digunakan analisis B / C Ratio dengan formulasi sebagai berikut:
B/C =
Menggunakan kriteria :
BC Ratio > 1 : usulan investasi diterima
BC ratio <1 : usulan investasi ditolak
Dan untuk mejawab tujuan keempat digunakan alat analisa laporan keuagan yaitu Rasio Solvabilitas. Alat analisis ini dipilih sebab pada industri rumah tangga kacang mete ini menjalankan investasi yang berarti bahwa penanaman moal ini dalam jangka panjang sehinnga dipilih Rasio Solvabilitas karena Rasio solvabiliats menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban pada penanaman modal jangka panjangnya. Dihitung dengan rumus ( Munawir , 1983 ) :
Rasio Modal dengan aktiva = X 100%
DAFTAR PUSTAKA
Assauri S. 1995. Manajemen Produksi . Alumni LPEE UI. Jakarta
Chrisminingsih . 2000 . Pola KegiatanAgroindustri Tahu Untuk Menedukung Nilai Tambah Komoditas Kedelai Di Kota Madya Kupang. Hasil Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Kupang
Hernanto F. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya Edisi 5 . Penerbit Aditya Medi. Yogyakarta
Maing . 2002. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tani Jambu mete Di Desa Sekare Kecamatan Lebatukan Kabupaten Lembata. Hasil Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Kupang
Susan . 2007 . Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jambu Mete Di Kecamatan Talibura Kabupaten Sikka. . Hasil Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Kupang
Ducat E . 1985. Alat – Alat Analisis Laporan Keuangan. AK Group. Yogyakarta
Hartanto . 1984. Analisis Laporan Keuangan. BPFE. Yogyakarta
KONTRIBUSI USAHATANI TOMAT TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI
DI KELURAHAN OENESU KECAMATAN KUPANG BARAT
KABUPATEN KUPANG
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
FRANSISKUS L. A. BRIA
0804022560
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebijakan dibidang pertanian ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat petani melalui peningkatan produktivitas usahatani. Salah satu faktor penting yang diperhatikan dalam pembangunan ekonomi di negara kita adalah pertanian. Indonesia adalah negara agraris, sehingga sektor ini dipandang sebagai sektor yang penting dalam kehidupan masyarakat. Sektor ini penting karena selain sebagai sumber devisa, juga sebagai sumber pendapatan petani dan penyumbang terbesar dalam penyediaan lapangan kerja.
Pengembangan tanaman holtikultura merupakan salah satu bagian dari bidang pertanian yang mendapat perhatian cukup serius dan terus dikembangkan sampai saat ini. Pengembangan sektor pertanian yang dilakukan oleh pemerintah selalu mengarahkan dan memperhatikan pengembangan usahatani sesuai dengan kondisi riil masyarakat tani. Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi kehidupan masyarakat tani di pedesaan umumnya bergantung pada potensi daerah tempat mereka bermukim. Tinggi rendahnya pendapatan petani sangat ditentukan oleh luas lahan, tenaga kerja serta keterampilan petani. Pengembangan tanaman holtikultura diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani, peningkatan gizi masyarakat dan menciptakan lapangan kerja.
Tanaman holtikultura terdiri dari sayur-sayuran dan buah-buahan juga merupakan komoditi penting untuk diusahakan. Jenis komoditi ini memiliki bermacam-macam kandungan vitamin yang bersumber dari bermacam-macam serat sayuran dan buah-buahan dan sangat berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan serta membangun daya tahan tubuh manusia. Tomat merupakan salah satu komoditi pertanian yang mudah rusak dan tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama sehingga harga tomat di pasar tidak stabil untuk itu hendaknya dijaga jangan sampai produksi yang melimpah akan merugikan petani itu sendiri.
Komoditas tomat sudah banyak dikenal dan diusahakan oleh masyarakat tani di NTT. Hal ini ditandai dengan produksi yang mengalami penurunan yaitu pada tahun 2008 sebesar 8174 ton dan pada tahun 2009 produksi tomat menurun menjadi 7394 ton (BPS NTT, 2009). Hal ini disebabkan karena NTT merupakan daerah yang beriklim kering (semi arid) dengan curah hujan yang hanya 3-4 bulan dalam setahun (BPS NTT, 2009).
Kabupaten Kupang merupakan salah satu daerah yang mengusahakan tanaman tomat sebagai komoditi andalan dengan produksi tertinggi sebesar 4580 ton/tahun dan pada tahun 2009 turun menjadi 3560 ton/tahun. Dengan harga yang relatif tidak tetap yang berkisar antara Rp. 6000 – Rp. 11200/kg. Dengan produksi yang sering mengalami fluktuasi ini akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima petani (Sub Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kupang). Penurunan produksi ini akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh petani.
Tomat merupakan salah satu komoditi holtikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan telah lama diusahakan oleh petani. Kelurahan Oenesu merupakan salah satu daerah penghasil tomat di Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang dengan jumlah produksi tomat di Kelurahan Oenesu sebesar 20 ton/Ha (Kecamatan Kupang Barat, 2004). Tomat dikonsumsi oleh masyarakat terutama untuk kebutuhan rumah tangga dalam bentuk bumbu untuk makanan tertentu, salah satunya ialah sambal tomat sebagai makanan bumbu pelengkap untuk lalapan, sedangkan hasil lain dari olahan buah tomat berupa saus tomat, jus tomat dan ada juga yang diolah untuk dijadikan sebagai bahan kosmetik.
Tomat juga bermanfaat bagi kesehatan yaitu membantu menurunkan resiko gangguan jantung, menghilangkan kelelahan dan menambah nafsu makan, menghambat pertumbuhan sel kanker pada prostat, leher rahim, payudara dan endometrium, mengurangi resiko radang usus buntu, membantu menjaga kesehatan organ hati, ginjal, dan mencegah kesulitan buang air besar, menghilangkan jerawat, mengobati diare, memulihkan fungsi lever, dan mengatasi kegemukan.
Usahatani tomat di Kelurahan Oenesu Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang, produksinya tidak tergantung oleh musim karena didukung oleh sumber mata air yang tersedia, sehingga usahatani ini dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan petani ini dengan peningkatan pendapatan. Disamping usahatani tomat, ada juga petani yang mengusahakan tanaman holtikultura lainnya seperti terung, lombok, ketimun. Bila dibandingkan antara usahatani tomat dengan tanaman holtikultura lainnya itu, maka usahatani tomat lebih menguntungkan karena selain harga jualnya yang lebih mahal, jumlah produksinya pun lebih banyak dibandingkan tanaman holtikultura lainnya.
Masyarakat lebih banyak menggunakan tomat dalam masakan sehari-hari. Karena faktor permintaan yang tinggi dan pendapatan yang akan diterima petani bila mengusahakan tanaman tomat juga tinggi, maka peneliti menganggap penting untuk melakukan suatu penelitian tentang masalah diatas.
1.2. Perumusan Masalah
Usaha tomat merupakan kegiatan utama petani di Kelurahan Oenesu sekaligus sebagai sumber pendapatan petani. Dari hasil uraian latar belakang maka permasalahan yang perlu di kaji adalah :
Berapa besar pendapatan petani dari usahatani tomat di Kelurahan Oenesu ?
Berapa besar kontribusi usahatani tomat terhadap pendapatan usahatani ?
Berapa besar keuntungan relatif yang diterima dari usahatani tomat di Kelurahan Oenesu?
1.3. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :
Mengetahui besarnya pendapatan petani dari usahatani tomat di Kelurahan Oenesu
Menghitung besarnya kontribusi usahatani tomat terhadap pendapatan usahatani di Kelurahan Oenesu
Menganalisis besarnya keuntungan relatif yang diterima dari usahatani tomat di Kelurahan Oenesu
Sedangkan hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
Petani, sebagai bahan informasi bagi petani dalam meningkatkan pengelolaan usahatani tomat
Pemerintah dan dinas-dinas terkait, sebagai bahan informasi dan dasar pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang tepat dalam pembangunan pertanian dibidang tanaman holtikultura
Pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini dan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rujukan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Udin (2002) dengan judul Kontribusi Usahatani Pisang Beranga terhadap total pendapat, menunjukkan bahwa besarnya kontribusi pisang beranga terhadap pendapatan usahatani pisang adalah sebesar 47,63 % sedangkan kontribusi usahatani pisang beranga terhadap total pendapatan petani contoh di Kabupaten Ende tahun 2001 adalah sebesar 39,00 %.
Selanjutnya Manafe (2003) dalam penelitiannya tentang Kajian Ekonomi Usahatani Kangkung di Desa Nunkurus Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan kangkung sebesar Rp. 8.200.511,844. Secara ekonomi menguntungkan dengan nilai R/C ratio sebesar 4,94 sedangkan kontribusi usahatani kangkung terhadap pendapatan sebesar 69,09 %.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Seran (2003) tentang Kontribusi Usahatani Kacang Hijau Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Belu menunjukkan bahwa besarnya kontribusi usahatani kacang hijau terhadap pendapatan rumah tangga petani adalah 48,79 % atau Rp. 753.229,51 sedangkan nilai R/C Ratio usahatani kacang hijau sebesar 5,65.
Tuka dalam penelitiannya tentang Kajian Usahatani Tomat di Kelurahan Bakunase Kota Kupang menunjukkan bahwa pendapatan petani pada musim tanam tahun pertama sebesar Rp. 188.979.750 dengan rata-rata pendapatan tiap petani Rp. 4.199.550. Sedangkan musim tanam kedua sebesar Rp. 93.886.250 dengan rata-rata tiap petani Rp. 2.086.361,11. Sehingga total pendapatan petani dari usahatani tomat tahun 2002 adalah Rp. 282.866.000 dengan rata-rata Rp. 6.285.911,11 per petani.
Sedangkan Bere dalam penelitiannya tentang pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap usahatani tomat di Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang menunjukkan rata-rata produksi tomat di Kecamatan Amarasi musim tanam 1999 adalah 76,67 kg/hari dengan kisaran produksi 14.499,9 kg atau senilai Rp. 80.000 – Rp. 1.280.000.
2.2. Landasan Teoritis
Tanaman tomat (Lycopersium esculentum mill) adalah tumbuhan setahun, berbentuk perdu atau semak dan termasuk ke dalam golongan tanaman berbunga, bentuk daunnya bercela menyirip tanpa daun penumpu. Jumlah daunnya ganjil, antara 5-7 helai. Di sela-sela pasangan daun terdapat 1-2 pasangan daun kecil yang berbentuk delta. Bentuk batangnya segi empat, warnanya hijau dan mempunyai banyak cabang.
Teknik Budidaya Tanaman Tomat
1. Syarat Tumbuh
Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0-1.250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dg suhu siang hari 24°C dan malam hari antara 15°C-20°C. Pada temperatur tinggi (diatas 32°C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur yang tidak tetap (tidak stabil) warna buah tidak merata. Temperatur ideal antara 24 °C - 28°C. Curah hujan antara 750-125 mm/tahun, dengan irigasi yang baik. Kemasaman tanah sekitar 5.5 - 6.5, penyerapan unsur hara terutama fosfat, kalium dan besi oleh tanaman tomat.
2. Penyiapan Lahan
Lahan yang akan ditanami tanaman tomat diusahakan bukan bekas tanaman sefamili seperti kentang, bedengan dengan lebar 110 -120 cm, tinggi 50 - 60 cm, dan j arak antar bedengan 50 - 60 cm, pupuk kandang matang sebanyak 10 ton/ha yang dicampur dengan tanah secara merata. Kemudian semprotkan merata pada permukaan bedengan dengan larutan pupuk hayati MiG-6PLUS dengan dosis 2 liter pupuk hayati MiG-6PLUS perhektar, biarkan selama 3 hari Kemudian bibit siap untuk di tanam.
3. Pemeliharaan
a. Pemupukan
1) Pemupukan dengan pupuk hayati MiG-6PLUS
Pengulangan pemberian pupuk hayati MiG-6PLUS pada masa pemeliharaan adalah setiap 3 minggu sekali dengan dosis yang di anjurkan adalah 2 liter MiG-6PLUS per hektar.
2) Pupuk kimia
Pupuk Makro yang terdiri dari unsur Nitrogen, Phospor, Kalsium (dibuat dari pupuk ZA, TSP dan KCl), diberikan 2 kali, yaitu pada 7-10 hari Setelah tanam dan pada usia 35 hari. Dosis pupuk pada masing2 daerah berlainan, tergantung dari jenis tanah dan tekstur tanah.
b. Pemasangan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP)
Beberapa keuntungan penggunaan mulsa plastik yaitu :
a. Mengurangi fluktuasi suhu tanah.
b. Mengurangi evaporasi tanah, sehingga kelembaban tanah dapat dipertahankan.
c. Mengurangi kerusakan (erosi) tanah karena air hujan.
d. Menekan pertumbuhan gulma, mengurangi pencucian hara terutama Nitrogen dan meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah.
e. Mengurangi serangan hama pengisap (Thrips, tungau dan kutu daun) dan penyakit tular tanah (rebah kecambah dan akar bengkak).
c. Pemasangan Turus
Pemasangan turus dimaksudkan agar tanaman dapat tumbuh tegak, mengurangi kerusakan fisik tanaman, memperbaiki pertumbuhan daun dan tunas serta mempermudah penyemprotan pestisida dan pemupukan.
d. Pemangkasan
Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil buah tomat adalah dengan cara pemangkasan. Pemangkasan cabang dengan meninggalkan satu cabang utama per tanaman akan menghasilkan buah tomat dengan diameter yang lebih besar dibandingkan dengan . tanpa pemangkasan. Jumlah cabang yang hanis dipertahankan per tanaman tergantung pada kultivar yang ditanam. Tanaman tomat memerlukan air dalam jumlah yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Semakin sering frekuensi pemberian air semakin baik pula sifat fisik buah tomat yang dihasilkan.
4. Panen
• Panen pertama dilakukan saat berumur 3 bulan.
• Dipilih yang sudah tua dan jangan memetik yang masih basah, karena tidak tahan lama.
• Buah jangan jatuh.
• Buah jangan terluka.
2.3. Konsep Usahatani
Usahatani adalah sebagian dari permukaan bumi dimana seorang petani serta keluarga atau badan usaha banyak bercocok tanam atau memelihara ternak (Mosher, 1978).
Mubyarto (1989) menjelaskan bahwa usahatani merupakan sumber-sumber alam yang terdapat di tempat atau lahan yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah, air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan, bangunan-bangunan yang didirikan diatas tanah yang dapa berupa usaha bercocok tanam atau memelihar ternak.
Hernanto (1996) membedakan tenaga kerja ke dalam 3 bagian yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja sebagai daya manusia untuk melakukan usaha.
Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru atau hasil pertanian (Mubyarto, 1989).
Ilmu Usahatani pada dasarnya adalah memperhatikan cara-cara petani dalam memperoleh dan memadukan sumber daya (lahan, kerja, modal, waktu, pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuan dan pemanfaatan sumber daya tersebut dapat menghasilkan output yang melebihi input (Soekartawi, 1986).
2.4. Biaya-biaya Usahatani
Dalam setiap kegiatan ekonomi biaya memegang peranan penting, yaitu untuk membiayai semua faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan berbagai produk. Biaya-biaya dalam usahatani merupakan pengorbanan untuk memperoleh penerimaan atau pendapatan kotor terkecuali bunga aktiva yang digunakan, biaya untuk kegiatan usaha dan upah tenaga kerja dalam keluarga (Hadisapoetra, 1973). Total pengeluaran usahatani merupakan nilai dari semua korbanan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam masa produksi (Soekartawi, 1984).
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani menurut Hernanto (1993) dikelompokkan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa proses produksi seperti : pajak tanah, ongkos pemeliharaan ternak, pemeliharaan alat-alat pertanian, dan penyusutan alat-alat inventaris. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang pemakaiannya habis dalam masa produksi seperti : biaya pupuk, upah tenaga kerja luar keluarga, biaya bibit dan obat-obatan.
Biaya untuk pembelian obat-obatan, pupuk, bibit, pajak, dan upah tenaga kerja luar keluarga termasuk biaya yang dibayarkan sedangkan pemakaian tenaga dalam keluarga tidak dibayarkan karena bila dihitung sebagai biaya usahatani maka analisa usahatani akan berakhir negatif (Tohir, 1983).
2.5. Penerimaan
Soekartawi (1986) menyatakan bahwa penerimaan usahatani merupakan nilai total produksi usahatani dalam jangka waktu tertentu baik dijual maupun di konsumsi rumah tangga petani. Penerimaan meliputi jumlah yang diperoleh dari hasil pertanian, nilai dari bahan usahatani terhadap rumah tangga ataupun untuk makanan ternak yang dinilai berdasarkan harga yang berlaku.
Soekartawi (1995), mendefinisikan penerimaan usahatani adalah perkalian antara produk dan harga jual dengan persamaan matematis :
Tri = Yi . Pyi
Dimana :
Tri = Total Revenue
Yi = Yeald Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Pyi = Price (harga) Y
2.6. Konsep Pendapatan
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (Net Farm Income). Pendapatan bersih usahatani mengukur pengembalian yang mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani (Soekartawi, 1986).
Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja (1983) mengatakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.
Menurut soekartawi, dkk (2002) menjelaskan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan, secara matematis sebagai berikut : NR = TR – TC
Dimana :
NR = Pendapatan
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
2.7. Konsep Kontribusi
Pada sistem pertanian dimana sebagian hasilnya lebih dominan ditujukan untuk konsumsi keluarga, maka petani sebagai pengelola tidak hanya bergantung pada satu jenis usaha tetapi beragam. Hal ini menurut Mubyarto (1986) bertujuan untuk : (1) mendapatkan hasil produksi yang optimal, (2) menjamin ketersediaan bahan makanan sepanjang tahun dan mengurangi resiko kegagalan panen. Sedangkan Hernanto (1996) menjelaskan bahwa sebagai pengelola usahatani yang baik akan berusaha dan berharap agar dapat memperbesar pendapatannya serta memperluas usahanya. Pemahaman akan peranan kontribusi sebagai suatu cabang usahatani memberikan sumbangan pendapatan yang berbeda-beda. Kontribusi adalah sumbangan suatu cabang usaha dalam hal ini usahatani tomat terhadap keseluruhan total pendapatan petani. Untuk mengetahui besarnya kontribusi suatu cabang usahatani maka dilakukan analisis presentase dengan menghitung rasio antara pendapatan dari cabang usahaani tomat dengan total pendapatan usahatani. Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
X=Pendapatanusahatanitomat/Totalpendapatanusahatani x 100%
Dimana : X = Kontribusi pendapatan dari suatu cabang usahatani terhadap total pendapatan (%)
2.8. Analisis R/C Ratio
Anonim (2010) mengatakan bahwa R/C Ratio adalah merupakan analisis imbangan penerimaan dan biaya, yang juga identik dengan analisis pendapatan cabang usahatani.
Kriteria yang dipakai untuk mengetahui keuntungan relatif dari tujuan usahatani adalah kriteria menurut Anonim (2010) yaitu :
R⁄C Ratio =Jumlahpenerimaantotal/Jumlahpengeluarantotal
Dengan kriteria :
Jika R/C Ratio < 1 : Secara ekonomi kegiatan usahatani tersebut tidak menguntungkan
Jika R/C Ratio = 1 : Secara ekonomi kegiatan usahatani tersebut tidak merugikan dan tidak menguntungkan
Jika R/C Ratio > 1 : Secara ekonomi kegiatan usahatani tersebut menguntungkan
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan kegiatan produksi suatu usahatani pada umumnya bertujuan untuk memperoleh sejumlah produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan pendapatan dan output yang dihasilkan tidak terlepas dari bekerjanya faktor produksi seperti tenaga kerja, modal dan lahan. Dalam pelaksanaannya prinsip ekonomi untuk kegiatan ekonomi harus diperhitungkan hubungan antara input dan output untuk dapat menjamin keuntungan yang lebih besar.
Usahatani tomat merupakan salah satu jenis usahatani yang dalam pengelolaannya membutuhkan biaya yang relatif tinggi diantaranya bibit, pupuk, tenaga kerja, pestisida. Oleh karena itu petani perlu mengetahui pola pembiayaan serta besarnya pendapatan yang diperoleh selama pengusahaan tanaman tersebut agar memberikan keuntungan.
Dengan beragamnya usaha yang dijalankan petani berarti bahwa peranan dan sumbangan dari setiap cabang usaha adalah penting dan berbeda-beda terhadap total pendapatan rumah tangga petani. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya usahatani di Kelurahan Oenesu Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang maka dilakukan pengkajian terhadap pendapatan, keuntungan serta kontribusinya terhadap total pendapatan usahatani.
Pendapatan bersih yang diperoleh diperhitungkan dengan selisih nilai penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan adalah seluruh produksi usahatani baik yang dijual ataupun yang dikonsumsi dikali dengan harga sedangkan pengeluaran adalah seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Untuk mengetahui keuntungan relatif dari kegiatan usahatani tomat dilakukan analisis perbandingan antara jumlah penerimaan total dan jumlah pengeluaran total. Untuk mengetahui kontribusi usahatani tomat dilakukan analisis presentase yaitu menghitung perbandingan (rasio) antara pendapatan untuk tomat dengan total pendapatan usahatani.
b
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Oenesu Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang. Dipilih Kelurahan Oenesu dengan pertimbangan bahwa desa ini memiliki produksi tertinggi di Kecamatan Kupang Barat. Pengambilan data produksi akan dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2010.
3.3. Metode Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja, yaitu di Desa Oenesu, karena tanaman tomat di desa ini merupakan komoditi andalan. Selain itu juga Desa Oenesu merupakan salah satu daerah penghasil tomat terbesar di Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang. Karena didukung oleh sumber mata air yang tidak pernah kering, maka usahatani tomat dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun.
3.4. Metode Pengambilan Contoh
Penentuan responden dilakukan dengan cara acak sederhana (Simple Random Sampling) sebanyak 10 % dari 220 petani tomat berdasarkan data Administrasi Kecamatan Kupang Barat, sehingga diperoleh sebanyak 22 petani contoh. Diambil 10 % karena populasi tingkat keragamannya relatif sama (homogen) sehingga dengan sampel 10 % populasi sudah bisa terwakili.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey. Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani contoh dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini seperti Kantor BPS (jumlah produksi jomat, luas lahan, perkembangan produksi sayur-sayuran dan buah-buahan) kantor Kecamatan Kupang Barat, jurnal penelitian.
3.6. Pengamatan dan Konsep Pengukuran
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah :
Identitas responden meliputi : umur petani, jenis kelamin, dan pendidikan (formal dan non formal)
Luas tanam yaitu luas lahan yang ditanami tomat (Ha)
Pola tanam yaitu monokultur dan tumpangsari
Produksi yaitu jumlah produksi tanaman tomat yang diperoleh petani dalam satu tahun (Kg)
Biaya produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tomat meliputi : biaya benih (Rp/Kg), pupuk (Rp/Kg), biaya pestisida (Rp/Liter), biaya tenaga kerja dalam penelitian ini diukur dalam harian (Rp)
Curahan tenaga kerja (HKO)
Harga tomat yaitu harga produk tomat ditingkat petani (Rp/Kg)
Pendapatan usahatani tomat yaitu produksi fisik yang dihasilkan petani dari satu kesatuan faktor produksi yang dapat dinilai dengan uang, diperhitungkan dari nilai produksi dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan.
Pendapatan dari usahatani lainnya yaitu pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani diluar usahatani tomat, menyangkut penerimaan dari hasil usahatani lain dikurangi dengan biaya produksi dari usahatani lain.
3.7. Model dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan akan ditabulasi atau dianalisis sesuai tujuan yang ingin dicapai :
Untuk menjawab tujuan pertama dilakukan perhitungan pendapatan usahatani tomat dengan rumus Soekartawi, dkk(2002): NR = TR – TC Dimana : NR = Pendapatan usahatani tomat TR = Total penerimaan TC = Total biaya
Untuk menjawab tujuan kedua dilakukan perhitungan kontribusi usahatani tomat terhadap pendapatan petani dengan rumus (Hernanto, 1996) : X=Pendapatanusahatanitomat/Totalpendapatanusahatani x 100% Dimana : X = Kontribusi pendapatan dari suatu cabang usahatani terhadap total pendapatan yang diukur dalam persen
Untuk menjawab tujuan ketiga dilakukan perhitungan keuntungan relatif yang diperoleh dari usahatani tomat dengan rumus (Anonim, 2010) : R⁄C Ratio = Jumlahpenerimaantotal/Jumlahpengeluarantotal Dengan kriteria : Jika R/C Ratio < 1 : Secara ekonomi kegiatan usahatani tersebut tidak menguntungkan Jika R/C Ratio = 1 : Secara ekonomi kegiatan usahatani tersebut tidak merugikan dan tidak menguntungkan Jika R/C Ratio > 1 : Secara ekonomi kegiatan usahatani tersebut menguntungkan
DAFTAR PUSTAKA
Hernanto, F. 1988. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya : Jakarta
Hernanto, F. 1996. Pengantar Ekonomi Pertanian. Kanisius : Jakarta
Manafe G. D. 2003. Kajian Ekonomi Usahatani Kangkung di Desa Nunkurus Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Skripsi Fakultas Pertanian Undana. Kupang
Mubyarto. 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. Kanisius : Jakarta
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Kanisius : Jakarta
Seran, W. H. 2003. Kontribusi Usahatani Kacang Hijau Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Malaka Barat Kabupaten Belu. Skripsi Fakultas Pertanian Undana. Kupang
Soekartawi. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press : Jakarta
Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press : Jakarta
Soekartawi. 1995. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press : Jakarta
Soekartawi, dkk. 2002. Analisis Usahatani. UI Press : Jakarta
Tjakrawiralaksana. A. dan Soeriatmadja. H.M.C. 1983. Usahatani. Departemen P dan K : Jakarta
Tohir, K. 1983. Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani di Indonesia. PT. Bina Aksara : Jakarta
Tugijono. 2004. Bertanam Tomat. Penebar Swadaya : Jakarta
Tuka, S. 2003. Kajian Ekonomi Usahatani Tomat Di Kelurahan Bakunase Kecamatan Oebobo Kota Kupang. Skripsi Fakultas Pertanian Undana. Kupang
PROPOSAL PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN
USAHATANI PADI SAWAH (Oryzae sativa L)
DI KECAMATAN KUPANG TIMUR
KABUPATEN KUPANG
MARIA .Y.PUU HEU POLI
O804022580
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pembangunan pertanian pada dasarnya merupakan salah satu system pembangunan yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional.Pembangunan sector pertanian bertujuan untuk menumbuhkembangkan usaha pertanian di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan,menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat;menumbuhkan industri hulu,hilir dan penunjang dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah suatu produk pertanian;memanfaatkan suberdaya pertanian secara optimal melalui pemanfaatan teknologi yang tepat sehingga kapasitas sumberdaya pertanian dapat dilestarikan dan ditingkatkan;membangun kelembagaan pertanian yang kokoh dan mandiri serta meningkatkan kontribusi sector pertanian dalam pemasukan devisa (http://www.deptan.go.id).
Pengembangan tanaman pangan merupakan salah satu bagian dari sector pertanian yang mendapat perhatian serius dan terus dikembangkan sampai saat ini.tujuan pembangunan pangan adalah untuk mewujudkan kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan dengan gizi yang cukup bago penduduk untuk menjalani hidup yang sehat dan produktif.dengan bertambahnya jumlah penduduk dan perubahan selera makan maka ketersediaan pangan harus ditingkatkan baik dalam jumlah,kualitas maupun keragamannya (http://www.deptan.go.id).
Padi sawah dipilih oleh petani sebagai salah satu komuditas yang diusahakan karena peranannya sebagai salah satu makanan pokok NUSA TENGGARA TIMUR yang makin hari terasa penting karena mengandung nilai gizi dan energy yang cukup bagi tubuh manusia,dapat menciptakan lapangan pekerjaan serta dapat meningkatkan pendapatan petani (BPS kabupaten Kupang,2005)
Kabupaten Kupang sebagai salah satu kawasan penghasil produk pertanian di Nusa Tenggara Timur memiliki wilayah seluas 589.818 hektar dengan 20.331 hektar merupakan tanah sawah yang sangat berpotensiuntuk produksi tanaman pangan khususnya padi.Hal ini dapat di lihat dari produktifitas padi sawah di Kabupaten kupangyang semakin meningkat dari tahun ke tahun yaitu pada tahun 2003 produktifitas padi sawah sebesar 25,00kw/ ha dengan luas panen 16.827ha, pada tahun 2004 naik menjadi 35,00 kw/ ha dengan luas panen 13.452 ha dan pada tahun 2005 naik lagi menjadi 35,00 kw/ha dengan luas panennya 12.106 ha.Peningkatan pruduktivitas ini disebabkan karena adanya penggunaan bibit unggul,penggunaan pupuk serta adanya penggunaan peralatan pertanian yang semakin modern (BPS kabupaten Kupang,2005)
Berdasarkan potensi sumber daya alamnya,Kecamatan KUPANG TIMUR merupakan daerah yang berpotensi sebagai salah satu penghasil tanaman pangan khususnya padi sawah (BPS Kabupaten Kupang,2005)
Dengan adanya peningkatan produktivitas ini diharapkan dapat memberika kontribusi pada pendapatan keluarga petani padi sawah dikecamatan KUPANG TIMUR .Sadar atau tidak,para petani sudah menerapkan prinsip ekonomi didalam usahataninya.hanya saja belum pernah dilakukan penelitian tentang hal tersebut.oleh karena itu penulis ingin menelaah lebih jauh seberapa besar pendapatan usahatani padi sawah yang diperoleh oleh para petani dikecamatan KUPANG TIMUR.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana keragaman usahatani padi sawah dikecamatan kupang timur yang meliputi luas lahan,pola tanam,penggunaan sarana produksi,teknik budidaya,produksi dan produktivitasnya?
Bagaimana besar pendapatan usahatani padi sawah dikecamatan KUPANG TIMUR?
Berapa besar BEP produksi dan BEP harga dari usahatani padi sawah dikecamatan KUPANG TIMUR?
Berapa keuntungan relative usahatani padi swah dikecamatan KUPANG TIMUR?
Berapa tingkat efisiensi penggunaan modal dalam usahatani sawah di kecamatan KUPANG TIMUR?
TUJUAN DAN KEGUNAAN
Adapun tujuan yang diinginkan dicapai dari penelitian ini adalah :
Tujuan
Untuk mengetahui keragaman usahatani padi sawah dikecamatan kupang timur yang meliputi luas lahan,pola tanam,penggunaan sarana produksi,teknik budidaya,produksi dan produktivitasnya
Untuk menghitung besarnya pendapatan usahatani padi sawah dikecamatan KUPANG TIMUR
Untuk menghitung besarnya BEP produksi dan BEP harga dari usahatani padi swah dikecamatan KUPANG TIMUR
Untuk mengetahui besarnya keuntungan relative usahatani padi sawah dikecamatan KUPANG TIMUR
Untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan modal dalam usahatani padi sawah dikecamatan KUPANG TIMUR
Kegunaan
Kegunaan dari penelitian inin adalah :
Bagi petani sebagai bahan informasi untuk memotivasi petani dalam melakukan usahatani
Bagi pemerintah sebagai informasi untuk pembinaan serta pengambilan kebijakan disektor pertanaian khususnya tanama padi sawah
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 RUJUKAN PENELITIAN TERDAHULU
Killa (1990) pada usahatani padi sawah dikecamatan aesesa,kabupaten Ngada menyatakan bahwa perlu memperhatikan factor-faktor produksi seperti penggunaan benih,pupuk dan pestisida sehingga hasil yang diharapkan dapat diperoleh.Selanjutnya ditegaskan pula bahwa padi sawah mempunyai peranan yang baik dalam sumbangannya terhadap tingkat pendapatan petani.hal ini terlihat dari jumlah pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani padi sawah sebesar Rp.889.217 ha.jika pendapatan ini dikonversikan kedalam bersa dengan harga standar rp.450,- pada tahun 1990,maka rata-rata pendapatan petani adalah ± 1.976,04 kg setara beras.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adoe (1998) bahwa,secara ekonomis usahatani padi sawah dikecamatan rote timur menguntungkan dengan nilai R/C ratio 3,18 dengan total pendapatan sebesar Rp.8.462.297,00/petani atau Rp.4.614.464,02/hektar.usahatni padi sawah dikecamatan Rote timur kabupaten Rote ndao menunjukan bahwa penggunaaan sarana produksi sepertin pupuk dan pestisida masih dalam batasan yang wajar (dalam segi jumlah dan dosis)sesuai dengan yang dimiliki/digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Srilangga (1998) menyatakan bahwa rata-rata pendapatan usahatani padi sawah dikecamatan kupang timur,kabupaten kupang pertahun semakin meningkat pada tahun 2003 produktifitas padi sawah sebesar 25,00kw/ ha dengan luas panen 16.827ha, pada tahun 2004 naik menjadi 35,00 kw/ ha dengan luas panen 13.452 ha dan pada tahun 2005 naik lagi menjadi 35,00 kw/ha dengan luas panennya 12.106 ha.
2.2 LANDASAN TEORITIS
Ciri-ciri tanaman padi sawah
Padi termasuk dalam keluarga padi-padian,batang beruas-beruas yang didalamnya berongga
( kosong),tingginya 1 sampai dengan 1,5 m.Pada bungannya da dua helai sekam mahkota.Akar-akar tanaman padi masuk kedalam tanah sedalam lapisan tanah yang dikerjakan,umumnya tidak llebih dari 25 cm.diatas batang padi berisi empelur yang lunak dan putih warnanya,daun padi terdiri pelepah yang membalut batang dan helai daun.Jumlah cabang rata-rata 15-20.Buah beras sebenarnya adalah putih lembaga buah yang erat terbalut oleh kulit ari,kulit ari ini terdiri dari kulit biji dan dinding buah
( Soemartono,1982).
Syarat tumbuh padi sawah
Iklim
Padi sawah dapat tumbuh didaerah tropis/subtropics pada derajat LU sampai $% derajat LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan
Rata-rata hujan yang baik adalah 200mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun
Didataran rendah padi sawah memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperature 22-27 0c sedangkan didataran tinggi 650-1500 m dpl dengan temperature 19-23 0c
Media tanam
Padi sawah ditanam ditanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm dibawah permukaan tanah
Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm
Keasaman tanah antar pH 4,0-7,0.
Aspek teknik budidaya padi sawah
Pengolahan lahan
Sistem budidaya padi sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah seraya petani melakukan persemaian.Tujuannya adalah untuk memperbaiki tata udara tanah,merangsang perkecembahan biji,memberantas gulma dan sekaligus untuk memperoleh tanah yang gembur dan mempunyai permukaan yang rata(AKK,1990)
Pemilihan Benih
Benih yang disemaikan harus baik yaitu mempunyai daya tumbuh yang tinggi karena mempunyai hubungan pertumbuhan dan pembentukan bulir yang seragam,masaknya biji padi serempak sehingga memudahkan pemanenan.Benih yang baik mempunyai syarat sebagai berikut :
Benih bermutu dan bersih dari campuran kotoran
Bebas dari hama dan penyakit
Memiliki daya kecambah yang tinggi (80 %)
Kadar air dalam gabah maksimal 14 % ,dan
Apabila benih yang dimasukan dalam larutan garam atau abu,benih tersebut akan tenggelam (AKK,1990)
Penanaman bibit
Bibit yang akan ditanam adalah bibit yang sudah berumur 25-40 hari,tingginya kurang lebih 25 cm,berdaun 5-7 helai,batangnya besar dan kuat serta bebas dari hama dan penyakit.bibit padi ditanam dengan bagian pangkal batang dibenamkan kira-kira 10 cm kedalam petakan dengan jarak tanam 20 x 20 cm.hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan penyiangan dan pemupukan ( Sugeng,2003)
Pengairan
Padi sawah merupakan tanaman yang membutuhkan air yang cukup banyak tergantung dari umur tanaman tersebut.
Penyiangan
Penyiangan dilakaukan dengan mencabut rumput-rumput yang dikerjakan sekaligus dengan menggemburkan tanah,penyiangan dilakukan dua kali yaitu pada saat berumur 15 dan 35 hari setelah ditanam (Utomo dan Nazaruddin,2002)
Penyulaman
Penyulaman bibit dilakukan seminggu setelah penanaman atau paling lambat 2 minggu karena penyulaman yang lebih lama akan dapat mengakibatkan tidak serempaknya padi masak.bibit sulaman harus dari jenis yang sama yang merupakan bibit cadangan pada persemaian bibit (Utomo dan Nazaruddin,2002)
Pemupukan
Pada usahatani padi sawah pupuk yang digunakan adalah pup[uk alam(organic) meliputi pupuk kandang,pupuk kompos dan pupuk hijau.Sedangkan pupuk buatan N (Urea),
pupuk K ( Kalium ),dan pupuk Fosfor (TSP),(Utomo dan Nazaruddin,2002)
Pengendalian hama dan penyakit
Subiyakto (1991) menjelasakan bahwa dalam pengendalian hama dan penyakit padi dipilih pengendalian hama dan penyakit secara terpadu.Artinya dalam pelaksanaanya diikutsertakan berbagai komponen pengendalian antar-lain :
Pengendalian secara budidaya
Pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan cara pengolahan yang baik,menggunakan benih yang rentan terhadap hama penyakit tanaman,bibit yang tepat umur,jarak tanam yang tepat,mengatur ketinggian air dalam kondisi yang normal,menanam varietas padi yang berumur pendek,memupuk tanaman dengan dosis nitrogen yang tepat,melakukan rotasi tanaman dan menanam padi secara serempak
Varietas Tahan
Varietas tahan adalah varietas padi yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit,menghasilkan produksi yang tinggi dan berkualitas tinggi.
Pengendalian hama dan penyakit secara hayati
Pengendalian hama dan penyakit secara hayati adalah pengendalian hama dengan membiakan secara missal musuh alami tanaman padi secara buatan
Pengendalian hama dan penyakit secara kimia
Pengendalian hama dan penyakit secara kimia menggunakan pestisida.
Pemanenan
Tanaman padi siap dipanen pada saat berumur 80-110 hari setelah tanam atau bias diliat dari ciri-ciri tanaman tersebut.Ciri-ciri tanaman padi tersebut yang siap dipanen adalah :
BUlir-bulir padi dan daunya sudah menguning
Tangkai menunduk
Butir padi bila ditekan terasa keras dan berisi
Butir padi jika dikupas tidak berwarna hijau/putih agak lembek seperti kapur ( Sugeng,2003)
Penanganan pascapanen
Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan pada tahap pasca panen agar hasil pertanian khususnya tanama padi sawah siap dan aman dikomsumsi oleh konsumen.Penanganan pasca panen meliputi semua kegiatan mulai dari kegiatan pemanenan,pengeringan,dan penyimpanan (Suprayono dan Setyono,1993)
USAHATANI
Menurut Mosher(1987) usahatani adalah bagaian dari permukaan bumi dimana sorang petani atau suatu keluarga tani atau badan-badan tertentu bercocok tanam dan memelihara ternak.Mubyarto(1989) menegaskan bahwa usahatani merupakan himpuan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu diperlukan untuk produksi pertanian seperti tumbuhan,tanah,air,perbaikan-perbaikan yang telah dilakakukan atas tanah itu,sinar matahari dan bangunan-bangunan yang dibangun diatas tanah tersebut.
Menurut Hernanto(1991)factor produksi meliputi lahan,tenaga kerja,modal,jumlah tanggungan keluarga dan tingkat teknologi yang dapat menentukan keberhasilan usahatani.Sedangkan factor-faktor luar yang mempengaruhi keberhasilan usahatani adalah tersediannya sarana transportasi dan komunikasi,aspek-aspek pemasaran hasil dan bahan usahatani(produksi,harga hasil,harga sarana produksi lain,fasilitas kredit dan sarana penyalur hasil)
TANAH ATAU LAHAN
Mubyarto(1989)menyatakan bahwa tanah merupakan factor produksi yang paling penting karena tanah merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana output.Hernanto (1991) mendefinisikan tanah sebagai factor produksi usatani yang relative langka dibanding dengan factor produksi lainya dan distribusi pengusahaanya dimasyarakat tidak merata.
TENAGA KERJA
Soehardjo dan patong(19790 mengartikan tenaga kerja sebagai daya manusia untuk melakukan usaha yang dijalankan untuk memproduksi benda-benda.Selanjutnya Hernanto (1991) membedakan tenaga kerja atas 3 yaitu :
Tenaga kerja manusia,tenaga kerja ternak dan tenag kerja mekanik,sedangkan untuk tenag kerja manusia dibedakan menjadi tenag kerja pria dewasa,wanita dan anak-anak.
Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja (1983) membentuk konversi kerja dengan membandingkan tenaga kerja pria(TKP) sebagai ukuran baku dan tenaga kerja lain disertakan dengan pria,yaitu 1 tenaga kerja pria sama dengan 1 HKP,! Tenaga kerja wanita sama dengan 0,8 HKP dan tenaga kerja anak-anak sama dengan 0,5 HKP.Satuan ukuran yang dipakai untuk mengukur besarnya curahan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani digunakan perhitungan Hari Kerja Orang (HKO),Perhitungan Hari Kerja Orang (HKO) secara sistematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
HKO = Jumlah tenaga kerja x Jumlah Jam Kerja x hari Kerja
7
MODAL
Dalam usahatanimodal merupakan barang atau uang yang bersama-sama factor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang berupa hasil pertanian.Modal dalam suatu usahatani dapat dibedakan atas sifatnya yaitu modal tetap dam nodal tidak tetap.Modal tetap diartikan sebagai modal yang tidak habis dipakai pada suatu periode produksi (tanah,bangunan,mesin,dan investasi),sedangkan modal tidak tetap diartikan sebagai modal yang habis dipakai pada satu periode produksi yang meliputi :bibit,pupuk,obat-obatan,uang tunai,dan lain-lain(Mubyarto,1989).
PENGELOLAAN
Pengelolaan usahatani meliputi kemampuan petani dalam menentukan dan mengkoordinasikan factor-faktor produksi yang bermacam-macam seefektif mungkin sehingga produksi pertanian memberikan hasil yang lebih baik.dengan demikian pengelolaan usahatani bukan hanya menyangkut cara memperoleh hasil semaksimal mungkin dari cabang usahatani yang diusahakan tetapi juga mempertinggi pendapatan dari suatu cabang usahatani(Soehardjo dan patong,1979).
2.8 BIAYA USAHATANI
Konsep biaya menurut Hernanto (1989) adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang semula fisik kemudian diberikan nilai Rupiah sehingga biaya-biaya tidak lain adalah korbanan.Lebih lanjut Soekartawi (1995) mengklasifikasikan biaya produksi usahatni menjadi 2 yaitu :
Biaya tetap (fixed cost)adalah biaya yang dipergunakan tidak habis dalam satu proses produksi dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit,besar biaya tidak tergantung pada besar kecilnya biaya produksi yang diperoleh.Biaya tetap meliputi ;sewa,tanah,pajak,biaya alat pertanian dan penyusutan alat pertanian.
Biaya Variabel (variable cost)adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil produksi.biaya variable ini meliputi : biaya bibit,biaya pupuk,biaya pengolahan tanah dan biaya tenaga kerja.
2.9 PENERIMAAN USAHATANI
Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jumlah tertentu yang dijual,diberikan kepada orang lain dan yang dikomsumsi yang diperoleh dari jumlah produk secara keseluruhan dikalikan dengan harga yang berlakau ditingkat petani.
Soekartawi (1995) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antar produk dengan harga jual.Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
TR = Py.Y
Dimana :
TR = Total penerimaan
Py = Harga
Y = Produksi
2.10 PENDAPATAN USAHA TANI
Dalam teori ekonomi pertanian tingkat pendapatan pertanian menjadi focus dari setiap tujuan aktivitas usahatani,tinggi rendahnya modal usaha akan berpengaruh terhadap pruduksi yang akhirnya kembali berdampak pada pandapatan petani.
Menurut Tjakrawiralaksana (1983) Pendapatan usahatani adalah sisa beda dari pada penggunaan nilai penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.Ada beberapa ukuran untuk menghitung pendapatan usahatani yaitu :
Pendapatan usahatni diperoleh dengan menghitung semua penerimaan dikurangi dengan semua pengeluaran
Pendapatan keluarga tani diperoleh dari menambah pendapatan tenag kerja keluarga dengan bungan modal milik sendiri dan nilai sewa
Pendapatan petani diperoleh dari menambah pendapatan tenaga kerja biaya modal sendiri.
Soekarawi (1995) Pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan.Selanjutnya dikatakan bahwa pendapatan rumah tangga petani adalah keseluruhan pendapatan petani,tidak saja dari usaha bidang pertanian dari usaha non pertanian juga.secara matematis pendapatan usahatani diformulasikan sebagai berikut :
Pd = TR – TC
Dimana :
Pd = Pendapatan usahatani
TR = Total Penerimaan
TC = Total biaya
2.11 BREAK EVENT POINT ( BEP)
Break event point merupakan suatu keadaan impas atau kembali modal.Pada BEP hasil yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan.Ada dua macam perhitungan BEP yakni :
BEP Produksi = total biaya produksi
Harga ditingkat petani
BEP Harga = total biaya produksi
Total produksi
2.12 Analisis R/C ratio
Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja (1983) menyatakan bahwa analisis R/C ratio adalah imbangan antara penerimaan dan biaya.Analisis ini dipakai untuk melihat keuntungan relative dari suatu kegiatan usahatani.Secara matematis R/C ratio dapat diformulasikan sebagai berikut :
RC = total penerimaan
Total biaya
Kriteria penilaian R/C ratio adalah :
JIka R/C ratio < 1,berarti secara ekonomi usaha yang dilakukan tidak menguntungkan
Jika R/C ratio = 1,berarti secara ekonomi usaha yang dilakaukan tidak menguntungkan dan tidak merugikan
Jika R/C ratio > 1,berarti secara ekonomi usaha yang dilakukan menguntungkan sehingga usahatani tersebut layak untuk diusahakan
2.13 Return On Investment ( ROI)
ROI atau tingkat efisiensi penggunaan modal adalah pengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan.Semakin tinggi rasio ini,maka semakin baik pula keadaan perusahaan.Analisis ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
ROI = pendapatan usaha tani
Total biaya x 100
METODE PENELITIAN
3.1 KERANGKA BERPIKIR
Dalam setiap kegiatan usahatani petani harus berusaha untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya dengan harapan akan meningkatkan pendapatan dari usahatani tersebut.Oleh sebab itu dalam menjalankan usahataninya,petani perlu mengadakan perhitungan secara ekonomis untuk mengetahui apakah usahanya menguntungkan atau merugikan.
Peningkatan produktivitas produksi dan produktivitas suatu usahatani sangat ditentukan oleh aspek pembudidayaan,keragaman usahatani yang meliputi : jenis bibit,luas lahan,pola tanam dan penggunaan sarana produksi.Dengan demikian peningkatan ini maka pendapatan suatu usahatani akan meningkat pula.
Usahatani padi sawah merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang petani baik sebagai manejer,penggarap atu penyewa tanah pada sebidang tanah yang dikuasai,tempat mengelola dengan segala kemampuan untuk memperoleh hasil produk(gabah) yang tinggi.
Kecamatan Kupang Timur merupakan daerah yang berpotensi sebagai salah satu penghasil tanaman pangan khususnya padi swah yang dapat memberikabn kontribusi pada pendapatan usahatani.Untuk mengetahui pendapatan digunakan perhitungan selisih antar penerimaan usahatani padi sawah dan total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi sawah.Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jumlah yang tertentu yang dijual,diberikan kepada oranglain dan yang dikomsumsi yang diperoleh dari jumlah produk secara keseluruhan dikalikan dengan harga yang berlaku ditingkat petani.Sedangakan keuntungan relative diperoleh dari perbandingan antara pendapatan dan total biaya.
3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan diKecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang pada bulan Agustus 2010 sampai bulan Nopember 2010.
3.3 METODE PENENTUAN TEMPAT DAN CONTOH
Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap yakni tahap 1 penentuan desa secara sengaja
Dimana dari 6 desa yang ada dikecamatan kupang timur hanya terdapat 4 desa sebagai penghasil padi sawah dan ditetapkan 2 desa contoh yakni desa Tarus dan desa Oesao.Hal ini diambil dengan alasan kedua desa tersebut memiliki jumlah produksi yang terus meningkat dari tahun ketahun yakni pada tahun 2003 produktifitas padi sawah sebesar 25,00kw/ ha dengan luas panen 16.827ha, pada tahun 2004 naik menjadi 35,00 kw/ ha dengan luas panen 13.452 ha dan pada tahun 2005 naik lagi menjadi 35,00 kw/ha dengan luas panennya 12.106 ha sedangkan pada tahap 2 penentuan petani responden yang dilakukan secara disproportional random sampling,karena sifat usaha tani disetiap tempat tersebut homogen(sama),dengan ditetapkan sebanyak 20 petani per-desa sehingga total responden kedua desa berjumlah 40 orang.
3.4 METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey.data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani contoh yang berpedoman pada daftar pertayaan yang telah disiapkan,sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian dan juga dari hasil studi kepustakaan.
3.5 KONSEP PENGUKURAN
Variable-variabel yang diamati dalam penelitian ini :
Identitas responden yang meliputi : umur(tahun),pendidikan (pendidikan formal dan non formal),jumlah tanggungan keluarga(Orang).
Luas lahan garapan yang diusahakan untuk menanam padi sawah selama musim tanam 2009(ha).
Jumlah pengeluaran yaitu total pengeluaran yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi sawah selama musim tanam 2009 yang meliputi : benih (kg/ha),pupuk ( kg/ha) dan pestisida (liter/ha).
Biaya produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani padi sawah selama tahun 2009 yang meliputi : benih,pupuk,pestisida,upah tenaga kerja dan peralatan pertanian yang diukur dalam Rp
Curahan tenaga kerja yaitu banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi usahatani padi swah baik berasal dari dalam maupun luar keluarga selam tahun 2009 (HKO)
Harga yaitu harga gabah yang berlaku ditingkat petani tahun 2009 (Rp/kg)
Penerimaan adalah nilai produk total usahatani padi sawah dalam jumlah tertentu yang dijual,diberikan kepada orang lain dan yang dikomsumsi yang diperoleh dari jumlah produk secara keseluruhan dikalikan dengan harga yang berlaku ditingkat petani selama tahun 2009 (Rp).
Pendapatan adalah selisih antar total penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi sawah ( Rp).
3.6 MODEL DAN ANALISIS DATA
Data yang dikumpulkan ditabulasi dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
Untuk menjawab tujuan pertama tentang keragaman usahatani padi sawah digunakan analisis deskriptif
Untuk menjawab tujuan kedua tentang pendapatan usahatani padi sawah digunakan rumus sesuai dengan petunjuk Soekartawi (1995) bahwa pendapatan usahatani merupakan selisih antara total penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan.Selanjutnya dikatakan bahwa pendapatan rumah tangga petani adalah keseluruhan pendapatan petani,tidak saja dari usaha bidang pertanian dari usaha non pertanian juga.Secara matematis pendapatan usahatani diformulasikan sebagai berikut :
Pd = TR – TC
Dimana :
Pd = Pendapatan usahatani
TR = Total Revenue ( Total Penerimaan)
TC = Total Cost ( Total biaya )
Dari persamaan diatas maka dapat dijabarkan menjadi :
Pd=py.Y-(Px1.X 1+px2.X2+ Px3.X3=Px4.X4=px5.X5 +Px6.X6)
Dimana :
Pd = Pendapatan usahatani
Py = Harga produk
Y =Jumlah produksi
Px1 = harga benih(Rp)
X1 = Jumlah benih (Rp)
Px2 =Harga pupuk (Rp)
X2 =Jumlah pupuk (Kg)
Px3 =Harga pestisida(Rp)
X3 =Jumlah pestisida(liter)
Px4 =Upah tenaga kerja(Rp)
X4 =Jumlah tenaga kerja(HKO)
Px5 =Harga sewa per luas lahan (Rp)
X5 =Jumlah Luas lahan(ha)
Px6 =Harga Padi(Rp)
X6 =Jumlah padi untuk biaya rontok(Kg)
Untuk menjawab tujuan ketiga tentang BEP produksi dan BEP harga dari usahatani padi sawah digunakan rumus sesuai dengan petunjuk ( Darsono Prawironegoro dan Ari Purwati,2008) menyatakan bahwa keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak juga menderita rugi yang dapat diformulasikan kedalam 2 bentuk yakni :
BEP Produksi = total biaya produksi
Harga ditingkat petani
BEP Harga = total biaya produksi
Total produksi
Untuk menjawab tujuan keempat tentang keuntungan relative usahatani padi sawah digunakan rumus sesuai dengan petunjuk Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja (1983) menyatakan bahwa analisis R/C ratio merupakan imbangan antara penerimaan dan biaya.Dimana analisis ini dipakai untuk melihat keuntungan relative dari suatu kegiatan usahatani.Secara matematis R/C ratio dapat diformulasikan sebagai berikut :
R/C = total penerimaan
Total biaya
Kriteria penilaian R/C ratio adalah :
JIka R/C ratio < 1,berarti secara ekonomi usaha yang dilakukan tidak menguntungkan
Jika R/C ratio = 1,berarti secara ekonomi usaha yang dilakaukan tidak menguntungkan dan tidak merugikan
Jika R/C ratio > 1,berarti secara ekonomi usaha yang dilakukan menguntungkan sehingga usahatani tersebut layak untuk diusahakan
Untuk menjawab tujuan kelima tentang tingkat efesiensi penggunaan modal dalam usahatani padi sawah sesuai petunjuk (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja,1983) bahwa pengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan.Semakin tinggi rasio ini,maka semakin baik pula keadaan perusahaan sehingga analisis ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
ROI = pendapatan usaha tani
Total biaya x 100%
DAFTAR PUSTAKA
AAK,1990.Budidaya Tanaman Padi.Kanisius.Yogyakarta.
Hernanto,1991.Ilmu usahatani.Penebar swadaya.Jakarta.
http:// www.deptan.go.id. 17 September 2009.visi / visi misi.htm
Mubyarto,1989.Pengantar Ekonomi Pertanian.LP3ES.jakarta
Soekartawi,1995.Analisis Usahatani.UI.Jakarta
Suprayono dan Setyono,1993.Padi.Penebar Swadaya.Jakarta
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KAKAO
DI DESA BORU KEDANG KECAMATAN WULANGGITANG
KABUPATEN FLORES TIMUR
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
TRY AMBESA
0804022597
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan dari sektor pertanian di antaranya adalah peningkatan produksi dan peningakatan peran petani sebagai produsen yang tangguh dan mampu untuk menyediaan cadangan pangan bagi konsumen secara berkelanjutan. Tujuan ini dapat terlaksana dan tercapai jika proses produksi serta penanganan panendan pasca panen dilakukan secara tepat dan baik oleh petani. Sektor pertanian mencakup enam sub sektor yaitu tanaman pangan, hertikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan.
Sub sektor perkebunan memberikan peran tersendiri bagi perkembangan sektor pertanian di Indonesia. Secara spesifik tujuan pembangunan sektor perkebunan din Indonesia antara lain: (a) Untuk meningakatkan produksi komoditi pertanian baik dari segi kuantitas,kualitas,maupun kontinuitas penyediaannya dalam rangka mendorong peningkatan konsumsi langsung oleh masyarakat, memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam negeri dan peningkatan ekspor non migas; (b) Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani; dan (c) Untuk meningkatkan kesempatan be kerja dan kesempatan berusaha.
Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan komoditi perkebunan yang penting bagi industry.Dikatakan demikian karena kakao merupakan bahan baku bagi industry cokelat.kakao juga merupakan salah satu komoditas perkebunan yang tergolong cukup potensial di Nusa Tenggara Timur (NTT). Permintaan terhadap komoditi ini terus saja meningkat baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri sehingga komoditi kakao memiliki nilai ekonomis dan mempunyai peranan yang cukup berarti bagi perekonomian petani kakao.
Kabupaten Flores Timur merupakan salah satu daerah penghasil kakao di NTT yang pengusahaannya tersebar di beberapa kecamatan. Sebagai salah satu daerah sentra produksi kakao di kabupaten Flores Timur adalah Kecamatan Wulanggitang. Luas areal tanaman kakao di Kecamatan Wulanggitang pada tahun 2002 adalah 644,89 Ha dan pada tahun 2003 meningkat sebesar 645,13 Ha. Sedangkan tingkat produksinya pada tahun 2002 adalah 96,127 ton dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 98,610 ton (Dinas Perkebunan Kab. Flores Timur ,2004).
Sejauh ini pola usahatani yang diterapkan oleh petani di Kecamatan Wulanggitang masih bersifat sederhana atau belum efisien dalam penerapan teknologi usahatani kakao sehingga berdampak pada hasil yang diperoleh. selain itu pula harga kakao yang beredar di pasar selalu berfluktuasi yang memungkinkan dampak tersendiri bagi keberlanjutan dari usaha kakao yang di usahakan oleh petani dengan luasan areal yang terus bertambah setiap tahun. Tanaman kakao sangat berperan dalam mendukung pendapatan rumah tangga petani di desa ini. Namun demikian belumj dilakukan suatu kajian mengenai komoditi ini. Dengan demikian peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini dengan judul ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KAKAO DI DESA BORU KEDANG KECAMATAN WULANGGITANG KABUPATEN FLORES TIMUR”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana gambaran pola usahatani kakao di desa Boru Kedang Kecamatan Wulanggitang?
Berapa besar pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani kakao di desa Boru Kedang kecamatan Wulanggitang?
Sejauh mana kontribusi usahatani kakao terhadap pendapatan rumah tangga petani kakao di Desa Boru Kedang Kecamatan Wulanggitang?
1.3. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
Mendeskripsikan pola usahatani kakao di Desa Boru Kedang Kecamatan Wulanggitang.
Mengestimasi besarnya pendapatan yang di peroleh petani dari usahatani kakao di Desa Boru Kedang Kecamatan Wulanggitang.
Menghitung besarnya kontribusi usahatani kakao terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Boru Kedang Kecamatan Wulanggitang.
Kegunaan dari hasil penelitian ini adalah :
Bagi pihak petani berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam hal penggunaan faktor-faktor produksi, pergantian tanaman, peremajaan dan kegiatan pasca panen.
Bagi pemerintah atau instansi terkait dalam menunjang pengembangan usahatani kakao, dalam hal pengambilan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan usahatani kaao di daerah setempat.
Sebagai bahan informasi ilmiah bagi penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rujukan Penelitian
Selanjutnya hasil penelitian palit (1995), dalam penelitiannya pada UPP-PC unit Bola Kabupaten sikka, mengemukakan bahwa usahatani coklat petani peserta proyek PRPTE pada UPP-PC unit Bola Kabupaten Sikka hingga tahun ke-13 umur proyek (1993) tidak layak secara finansial ditinjau dari kriteria investasi: NPV=2.355.484,57; perbandingan manfaat dan biaya atau B/C Ratio= 0,8197 dan tingkat pengambilan internal (IRR) = 9,99% pada tingkat harga yang berlaku setiap tahun dengan discaun factor 12%. Penyebab kegagalan proyek yang mengakibatkan terlambatnya pengambilan kredit adalah peneliharaan kebun yang kurang diperhatikan oleh petani dan pelaksanaan yang kurang sesuai dengan perancangan proyek yang telah ditetapkan, seperti ketersediaan sarana produksi, pemilihan petan peserta proyek dan keterbatasan UPP-PC.
Hasil penelitian Ajang (2003) tentaang usahatani cengkeh menunjukan bahwa,produksi dan harga cengkeh di daerah penelitian cukup berfluktuasi menurut umur tanaman.Produksi cengkeh tertinggi diperoleh pada saat tanaman berumur >2o tahun dan setelah umur tersebut produksinya akan menagalmi kemunduran. Sedangkan harga cengkeh di daerah tersebut selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun yakni pada tahun 2001 berkisar antara Rp. 5.000 – Rp. 6.750/kg dan meningkat menjadi Rp. 60.000 – Rp. 75.000/kg.
Landasan Teoritis
Tinjauan Umum Tanaman Kakao
Tanaman kakao (Theobroma kakao, L.) termasuk warga theobroma suku dari Sterculiaceae yang banyak di usahakan oleh perkebun, perkebunan swasta dan perkebunan Negara.Tanaman kakao yang biasa dibudidayakan terdiri atas tiga jenis yaitu: 1) jenis Criollo, merupakan kakao bermutu tinggi dengan warna buah muda merah dan bila telah masak menjadi orange; 2) jenis Forastero, merupakan kakao bermutu rendah, kulit buah bnerwarna hijau atau merah; 3) jenis Trinitoria, merupakan hasil persilangan antara jenis Criollo dengan jenis Forastero.
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada etinggian 0 – 1000 meter dari permukaan laut, dengan curah hujan ideal berkisar antara 1.100 – 3.000 mm/tahun. Suhu yang ideal bagi pertanaman kakao adalah berkisar antara 30 – 32oC untuk suhu maksimum dan minimumnya 18 – 21oC, dengan kelembaban nisbih 50 – 60% (Syamshulbahri, 1996)
Menurut Siregar, Riyadi dan Nuraeni (2004), tanaman kakao berakar tunggang (radix primaria) dengan pertumbuhan akar bias sampai 8 meter ke arah samping dan 15 meter ke arah bawah. Tanaman kakao memiliki batang dengan dua macam percabangan yaitu cabang yang tumbuh ke atas (ortotrop) dan cabang yang tumbuhnya ke arah samping (plagitrop). Tanaman kakao dapat berbunga pada umur tiga tahun, tetapi belum menghasilkan buah yang maksimum arena bunga yang dihasilkan masih dalam jumlah yang relatif sedikit. Bunga tersebut muncul dari bekas ketiak daun baik pada batang maupun pada cabang. Buah kakao memiliki dua macam warna yaitu: 1) buah nuda berwarna hijau putih dan bila telah masak berwarna kuning.; 2) buah muda berwarna merah dan bila telah masak berwarna orange. Buah kakao dapat dipetik pada umur 5 – 6 bulan setelah pembunggaan. Tanda buah yang siap panen adalah bila buah digoncang-goncangkan akan berbunyi. Selanjutnya Susanto (1994), mengemukakan bahwa pemetikan buah harus menggunakan pisau yang tajam, agar bantalan bunga tidak mengalami kerusakan karena bantalan ini masih menghasilkan bunga pada musim berikutnya. Sehingga jika dalam luasan 1 Ha diusahakan tanaman kakao dengan jarak tanam 3 x 3 m, maka ada 1.100 pohon/ha. Dengan demikian maka jumlah produksi buah kakao per hektar adalah 55.000 – 132.000 buah/tahun.
Benih kakao dipilih dari buah yang masak dan besar dari pohaon yang lebat buahnya, demikian disemaikan pada bedengan yang terlindung dengan jarak tanam 5 cm setiap lubang. Setelah berakar kira-kira 15 hari, bibit dipindahkan pada polybag yang telah terisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 3, dengan penyiraman yang dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Bibit kakao siap dipindahkan ke lahan tanaman bila kecambahnya telah mencapai ± 60 cm (berumur 6 – 8 bulan). Persiapan lahan dilakukan 2 – 3 bulan sebelum penanaman termasuk pembuatan lubang tanam dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm. Waktu tanam yang baik adalah awal musim hujan. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam perawatan tanaman perlu dilakukan seperti: (1) penyulaman, agar jumlah tanaman tidak berkurang; (2) penyiangan, untuk membersihkan gulma dan menghindari pesaingan akar terhadap air dan unsure hara yang dilakukan tergantung kepada banyaknya gulma di sekitar pohon kakao; (3) pemangkasan, dilakukan melalui empat fase: (a) fase muda dilakukan pada tanaman berumur 8 – 12 bulan dengan tujuan utama, cabang utama mengarah pada pembentukan pohon yang baik; (b) fase remaja, pada tanaman berumur 18 – 24 bulan dilakukan secara terus-menerus dengan membuang cabang-cabang yang tidak diingini; (c) fase dewasa, dilakukan pada tanaman yang telah berumur lebih dari 2 tahun yang pada prinsipnya disebut pemangkasan produksi, dan (d) pemangkasan rehabilitasi, untuk memperbaiki kualitas tanaman kakao. Pemangkasan pada fase rehabilitasi ini dilakukan ketika tanaman mulai menunjukkan gejala penurunan produksi. Penurunan produksi, umumnya pada umur setelah 15 – 17 tahun. Setelah itu produksi akan berangsur-angsur menurun dengan produksi sangat sampai tidak berproduksi.
2.3 Biaya Produksi
Menurut Hernanto (1989) biaya produksi merupakan biaya yang dilakukan oleh petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk termasuk di dalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar di dalam maupan di luar usahatani. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dapat dibedakan atas biaya tetap dan biaya variable. Soekartawi (1995) mendefinisikan biaya tetap sebagai biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap meliputi sewa tanah, pajak, alat pertanian dan biaya penyusutan alat-alat. Biaya variable adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi. Termasuk dalam biaya variable antara lain biaya pupuk, biaya bibit, biaya panen, biaya pengolahan tanah dan biaya tenaga kerja.
2.4 Pendapatan
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, sedangkan penerimaan itu sendiri adalah perkalian antara produksi dengan harga jual (Soekartawi, 1995). Tingkat pendapatan petani merupakan focus dari setiap tujuan aktifitas usahatani, dan pendapatan tersebut menunjukkan tingkat tinggi rendahnya kemampuan modal usahatani. Tingggi rendahnya modal usahatani akan berpengaruh terhadap produksi, yang akhirnya kembali berdampak pada tingkat pendapatan petani. Sehingga pendapatan dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut :
NI = TR – TC
Dimana :
NI = Net Income (Pendapatan Bersih)
TR = Total Revenue (Total penerimaan)
TC = Total Cost (Total biaya)
2.5Kontribusi
Tualaka (2003) mengemukakan bahwa pemahaman dari peranan/kontribusi dari cabang usahatanimemberikan gambaran bahwa setiap cabang usahatani dalam memberikan sumbangan kepada pendapatan rumah tangga tentunya berbeda. Kontribusi dapat diartikan sebagai sumbangan nilai yang menunjukkan besarnya peranan dalam suatu system. Sehingga kontribusi usahatani kakao terhadap pendapatan rumah tangga petani atau penduduk setempat adalah sumbangan yang di terima petani dalam bentuk nilai produksi dari bentuk komoditi kakao yang diusahakannya. Besarnya nilai yang disumbangkan dari usahatani kakao terhadap keseluruhan yang diterima runah tangga petani dari kegiatan usahatani maupun kegiatan non usahatani. Lebih lanjut dikatakan bahwa kontribusi ini dapat diketahui melalui analisis input – output.
Untuk mengetahui nilai kontribusi, Soekartawi (1995) memformulasikannya dengan membandingkan besarnya nilai persentase yang diperoleh dari perhitungan rasio suatu kegiatan terhadap total pendapatan rumah tangga. Secara matematis konsep ini dapat diformasikan sebagai berikut :
X = Total Pendapatan Usahatani Kakao x 100%
Total Pendapatan Rumah Tangga
Dimana :
X = Kontribusi pendapatan usahatani kakao terhadap total pendapatan rumah tangga petani untuk
tahun 2005 (%)
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis dan social yang tinggi, sehingga dengan demikian cukup strategis untuk dikembangkan dengan tujuan meningkatkan produksi dan produktifitas, melalui suatu pengelolaan yang efisien baik aspek budidaya maupun aspek ekonomi.Dalam pengusaha komoditi kakao, petani di Desa Boru Kedang Kecamatan Wulanggitang telah menginvestasikan sejumlah modal berupa bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan alat-alat pertanian. Dengan diinvestasikannya sejumlah modal tersebut, diharapkan dapat diperoleh sejumlah keuntungan dari pengusaha perkebunan kakao tersebut.
Pola usahatani yang bersifat sederhana yang diterapkan oleh petani di daerah tersebut menjadi salah satu faktor tersebut terhadap keuntungan yang diperoleh memiliki hubungan yang linear, dimana semakin baik pola pengusahaan yang diterapkan oleh petani maka keuntungan yang diperoleh pun akan semakin besar.
Oleh karena usahatani kakao tersebut merupakan investasi jangka panjang, maka keuntungan yang diperoleh akan dinikmati setelah beberapa tahun kemudian. Dengan demikian untuk megetahui keuntungan yang diterima oleh petani dari usahatani kakao selama lima tahun terakhir, maka perlu dilakukan analisis pendapatan.
Selain itu pula, oleh karena pendapatan yang diterima dari oleh petani dari pengusahaan kakao memberikan pengaruh tersendiri bagi pendapatan rumah tangganya, maka perlu untuk dilakukan perhitungan persentase kontribusi usahatani kakao terhadap total pendapatan rumah tangga untuk tahun 2005.
Secara skematis alur pemikiran tersebut adalah seperti gambar 1 berikut ini:
1111t
Kontribusi
Gambar 1
3.2.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Kedang Kecamatan Wulanggitang Kabupaten Flores Timur. Pengumpulan datanya akan berlangsung pada Bulan Januari 2011.
3.3. Metode Pengambilan Contoh
Desa Boru Kedang dipilih sebagai lokasi penilitian karena desa tersebut merupakan salah satu sentra produksi kakao di Kecamatan Wulanggitang ( Lamp.1 ).
Populasi dalam penilitian ini adalah petani ( kepala keluarga ) yang mengusahakan tanaman kakao. Untuk memilih petani digunakan metode Simple Random Sampling, yaitu sebanya 15% atau 30% Kepala Keluarga dari 192 Kepala Keluarga yang mengusahakan tanaman kakao yang berada di Desa Boru Kedang Kecamatan Wulanggitung.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penilitian ini adalah metode survei. Data yang dikumpulkan meliputi : data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani contoh. Data sekunder diperoleh dari instansi/ lembaga terkait yang relevan dengan penelitian ini.
3.5. Variabel Pengamatan dan Konsep Pengukuran
Variabel yang diamati dalam penelitian ini dan pengukurannya dalah sebagai berikut:
1. Identitas responden yang meliputi:Umur (thn),tingkat pendidikan formal dan non formal,jumlah tangungan keluargan dan pengalaman berusahatani.
2. Lahan adalah luas lahan yang digunakan dalam usahatani kakao,diukur dalam satuan hektar (Ha).
3. Populasi tanaman adalah pahon kakao yang sudah atau belum berproduksi(phn).
4. Umur tanaman kakao terdiri dari umur teknis dan umur ekonomis (thn).
5.Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan setelah tanaman menghasilkan yang meliputi biaya pemeliharaan,biaya panen dan pasca, yang diukur dalam rupiah per tahun (Rp/thn).
6.Biaya Overhead adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan perusahan diantaranya pajak tanah,yang dihitung 10% dari total biaya dan pajak lainnya,yang diukur dalam rupiah per tahun (Rp/thn).
7.Produksi adalah jumlah output yang dihasilkan tanaman kakao berupa biji kering kakao yang diukur dalam satuan kilogram(kg).
8.Harga produk adalah harga jual biji kering kakao, yang diukur berdasarkan harga berlaku di lokasi penelitian dalam satuan rupiah per kilogram(Rp/kg).
9.Penerimaan adalah jumlah produksi kakao dikalikan dangan harga berlaku di lokasi penelitian,yang diukur dalam rupiah per tahun(Rp/thn).
10.Pendapatan adalah pendapatan dari usaha perkebunan kakao.Selisih antara penerimaan dengan pengeluaran total usahatani kakao tahun 2005, yang diukur dalam rupiah per tahun(Rp/thn).
11.Total pendapatan rumah tangga yang diterima petani dari berbagai cabang usahatani untuk tahun 2005 yang diukur dalam rupiah(Rp).
12.Kontribusi adalah sumbangan yang diterima dari petani dalam bentuk nilai produksi dari komoditi kakao tahun 2005 yang diukur dalam persen(%).
3.6.Model dan Analisis Data
Data yang diperoleh di lapangan diedit,ditabulasi kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini.
Untuk menjawab tujuan pertama akan digunakan analisis deskriptif,yang didasarkan pada informasi yang diperoleh dan hasil analisis data.
Untuk menjawab tujuan kedua dilakukan estimasi pendapatan yang diterima dalam usahatani kakao yang secara matematis model tersebut diformulasikan menurut Soekartawi(1996)adalah sebagai berikut:
NI = TR – TC
Dimana:
NI = Net Income(Pendapatan Usahatani Kakao)
TR = Total Revenue(Total Penerimaan Usahatani Kakao Tahun 2005, yang diperoleh
darihasil kali antara harga komoditi dengan total produksi baik yang dijual, maupun
yang tidak dijual
TC = Total Cost(Total Biaya Usahatani Kakao untuk tahun 2005,yang merupakan jumlah
biaya produksi tetap,biaya tidak tetap dan biaya overhead sela,a tahun 2005)
Untuk menjawab tujuan ketiga dilakukan analisis perbandingan antara total pendapatan yang diterima dari usahatani kakao terhadap total pendapatan rumah tangga petani yang secara matemati model tersebut diformulasikan sebagai berikut:
X = Total Pendapatan Usaha Tanix 100%
Total Pendapatan rumah tangga
Dimana :
X = kontribusi pendapatan usahatani kakao terhadap total pendapatan rumah tangga petani
untuk tahun 2005 ( % )
DAFTAR PUSTAKA
Ajang dionosius, 2003, Kajian Ekonomi Usahatani Cengkeh(Eugenia Aromatica,OK) di Kelurahan Mando Sawu Kecamatan Paco Ranaka Kabupaten Manggarai skirpsi Faperta Undana, kupang.
Danas Perkebunan Flores Timur, 2006 , laporan tahunan.
Firman A.B ., dan Sirait S.M., 1990, Perencanaan dan Evaluasi suatu sistem untuk proyek pembangunan, penerbit Bina Aksara, Jakarta
Gitingger Prince J., 1990, Evaluasi Proyek, Rineka Cipta, Jakarta
Hermanto F., 1989, lmu ushatani, Swadaya, Jakarta.
Kadariah, dkk., 1978, Pengantar Evaluasi Proyek, Lembaga Penelitien Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia , Jakarta
MPR-RI,1999, Garis – Garis besar haluan Negara,sekretariat MPR-RI,Jakarta
Nasarudin Usman,1988, Pedoman praktis BudidayaTanaman Perkebunan, PD.Mahkota,Jakarta
Siregar,H. S. T.,dan Riwyadi S. Nurreni L.,1998, Cokelat, pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran, Penebar Swadaya. Jakarta.
Soekarwi, 1996, Panduan Membuat Usulan Proyek Pertanian dan Pedesaan, Penerbit Andi, Yokyakarta.
PENGEMBANGAN USAHA KOMODITAS SAWI MELALUI PENERAPAN SISTEM AGRIBISNIS DI KELURAHAN SIKUMANA
KECAMATAN MAULAFA KOTA KUPANG
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
MERLINA A. LALANG
0804022586
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian pada dasarnya merupakan salah satu sub system pembanguan yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. pembangunan sektor pertanian bertujuan untuk menumbuh kembangkan usaha pertanian dipedesaan yang akan memacu aktifitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan pekerja dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat, menumbuhkan industry hulu, hilir dan penunjang dalam meninkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian, memanfaatkan sumber daya pertanian secara optimal melalui pemanfaatan teknologi yang tepat sehingga kapasitas sumber daya pertanian dapat dilestarikan dan ditingkatkan kontribusi sektor pertanian dalam pemasukan (http://www.deptan.go.id).
Pembangunan pertanian diarahkan pada pengembangan usaha berskala komersial dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tanaman hortikultura sebagai salah satu pilihan usaha yang tepat dengan penerapan sistem agribisnis yang tepat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani. Tanaman hortikultura mampu tumbuh dan berkembang dengan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, sehingga memudahkan dalam memanfaatkan lahan yang tidak cocok dengan komoditas pangan lainnya. Salah satu komoditas yang mempunyai prospek cukup baik untuk usaha peningkatan pendapatan dari tanaman hortikultura adalah sawi.
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah yang memiliki curah hujan relative rendah, rata- rata dalam setahun memiliki jumlah bulan basah lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah bilan kering, kondisi ini cocok untuk pengembangan usaha pertanian tanaman hortikultura. Kota Kupang merupakan salah satu Daerah Tingkat II yang ada di propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terdiri atas empat kecamatan yaitu Kecamatan Oebobo, Kecamatan Kelapa Lima, Kecamatan Alak dan Kecamatan Maulafa. Daerah ini cukup potensial di bidang pertanian untuk diusahakan terutama tanaman sayur – sayuran. Sesuai data yang dihimpun dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2003 menunjukan bahwa Kota Kupang memiliki areal tanam untuk tanaman sayur – sayuran seluas 29 ha dan areal panen seluas 24 ha dengan total produksi 3.75 kw/ha.
Kecamatan Maulafa merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kota Kupang yang memiliki potensi untuk pengembangan tanaman sawi. Data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Kupang menunjukan bahwa produksi tanaman sawi di Kecamatan Maulafa pada tahun 2005 sebesar 3400 kg dengan luas panen seluas 24 ha. Kelurahan Sikumana merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Maulafa Kota Kupang yang memiliki potensi utuk pengembangan tanaman sawi. Data dari Kelurahan Sikumana Kota Kupang menunjukan bahwa produksi tanaman sawi di Kelurahan Sikumana pada tahun 2005 sebesar 128,37 kg dengan areal panen sebesar 6.8 ha.
Tabel 1: Luas Areal dan Produksi Sayur-sayuran
di Nusa Tenggara Timur
2007
Jenis Sayuran Luas areal tanam Luas areal panen Rata - rata produksi Jumlah Produksi
Bawang Merah 2.870 1.364 19,61 2.675
Bawang Putih 674 511 24,2 1.263
Bawang Daun 189 132 33,26 439
Kentang 521 350 115,11 4.029
Kol/Kubis 281 542 121,94 2.951
Kembang Kol 129 103 55,83 575
Petsai/Sawi 1.260 1.063 72,78 7.736
Wortel 370 270 72,48 2.038
Lobak - - - -
Kacang Merah 4.088 3.312 20,63 6.832
Kacang Panjang 1.407 916 28,17 2.580
Cabe Besar 560 411 27,42 1.127
Cabe Rawit 1.036 631 26,47 1.670
Tomat 747 508 52,52 2.668
Terung 1.087 637 78,82 5.021
Buncis 580 329 74,19 2.441
Ketimun 821 514 80,14 4.119
Labu Siam 1.443 652 65,60 4.277
Kangkung 1.178 972 79,17 7.695
Bayam 1.216 872 18,68 1.629
Melinjo 777 201 8,56 175
Petay 11 1 23 26 3
Sumber : 1nternet(07 December 2006 | 10:32 am | )
Dari tabel di atas memberikan gambaran bahwa produksi sawi di Nusa Tenggata Timur (NTT) khususnya di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang dapat dikembagkan secara optimal melalui pendekatan sistem agribisnis, yang tentunya akan berdampak positif terhadap pendapatan petani. Sehubungan dengan itu maka perlu dilakukan suatu analisa yang lebih rinci mengenai besarnya pendapatan dan margin pemasaran dari usahatani sawi.
Perumusan Masalah
Mengacu pada uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
Berapa besar pendapatan petani dari usaha komoditi sawi di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa ?
Berapa besar skala ekonomi usahatani dari usaha komoditi sawi di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa ?
Bagaimana saluran pemasaran komoditi sawi di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa ?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui pendapatan petani dari usaha komoditi sawi di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa.
Untuk mengetahuiskala ekonomi usahatani dari usaha komoditi sawi di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa.
Untuk mengetahui saluran pemasarankomoditi sawi di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
Bagi para petani : sebagai sumbangan lnformasi dalam melaksanakan dan memperbaiki kegiatan usahataninya.
Bagi pemerintah : sebagai lnformasi dalam pengembangan komoditi sawi untuk peningkatan pendapatan daerah dan petani.
Bagi calon peneliti lainnya : sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian lanjutan pada lokasi yang berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Rujukan Penelitian Terdahulu
Beragam jenis sayur – sayuran yang dilaporkan oleh Tunardjo (2004) dalam studinya di Kelurahan Fatukao Kecamatan Maulafa seperti sawi, kacang panjang, buncis, bayam kuenter, terung, ketimun dan tomat. Dari usahatani tersebut, petani memperoleh pendapatan sebesar Rp. 1.467.020,70 per are.
Darmawan (2003), pada usahatani kubis di Desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang menujukan pendapatan rata – rata petani adalah sebesar Rp. 15.672.131 per are per musim tanam. Selanjutnya dilaporkan bahwa factor – factor yang berpengaruh terhadap pendapatan petani adalah jumlah produksi, harga jual dan biaya produksi. Sedangkan luas lahan, jumlah yang dijual dan biaya tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Besarnya keuntungan relatif (R/C) yang diperoleh petani adalah 2,94 sehingga kegiatan usahatani kubis menguntungkan secara ekonomis.
Pada usahatani cabai di Kelurahan Oesao Kecamatan Kupang Timur, Bundah ( 2006), melaporkan pendapatan rata- rata yang diperoleh petani adalah sebesar Rp. 15.429.959,66 per are per tahun. Dimana secara ekonomis usahatani cabai yang dijalankan oleh petani di Kelurahan Oesao Kecamatan Kupang Timur menguntungkan, dengan nilai R/C Ratio sebesar 3,76 dan kontribusi usahatani cabai terhadap total pendapatan usahatani hortikiltura adalah 78,43 %.
Landasan Teoritis
Rukmana (1994) menyatakan bahwa tanaman sawi merupakan sayuran daun dari keluarga cruciferae yang memiliki nama latin Brasicca juncea. Manfaat sawi sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk. Penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan.
Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C.
Ciri – Ciri Tanaman Sawi
Secara umum tanaman sawi biasanya mempunyai daun panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Sistem perakaran tanaman sawi adalah akar tunggang, dan cabang- cabang akar yang bentuknya bulat panjang menyebar ke semua arah pada kedalaman antara 30-50 cm. akar – akar ini berfungsi antara lain mengisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman. Batang sawi pendek sekali dan beruas – ruas, sehingga ampir tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun. Pada umumnya, daun – daun sawi bersayap dan bertangkai panjang yang bentuknya pipih.
Tanaman sawi umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami baik didataran tinggi maupun dataran rendah. Struktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga yang tumbuh memajang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga sawi terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota, bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga dua. Penyerbukan bunga sawi dapat berlangsung dengan bantuan serangga, lebah maupun tangan manusia. Hasil penyerbukan ini terbentuk buah yang berisi biji. Buah sawi termasuk tipe buah polong, yakni bentuknya memanjang dan berongga. Tiap buah (polong) berisi 2-8 butir biji. Biji – biji sawi bentuknya bulat kecil berwarna coklat atau kehitam – hitaman.
Syarat Tumbuh Tanaman Sawi
Sawi (Brasicca juncea) dikenal sebagai tanaman sayuran daerah beriklim sedang (sub - tropis). Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah iklim yang mempunyai suhu malam hari 15,6˚C dan siang harinya 21,1˚C serta penyinaran matahari antara 10 – 13 jam perhari. Adapun beberapa varietas sawi yang tahan terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan berproduksi didaerah yang suhunya antara 27 ˚C – 32˚C. tanaman sawi pada umumnya ditanam didataran rendah. Syarat tanah yang ideal untuk tanaman sawi adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, tidak menggenang, tata udara dalam tanah berjalan dengan baik, pH tanah antara 6 – 7.
Aspek Teknis Budidaya Tanaman Sawi
Benih
Kebutuhan benih 650 gr/ha. Jika benih diperoleh dari tanaman sendiri maka tanaman harus berumur di atas 70 hari dan penggunaan benih tidak lebih dari 3 tahun.
Persemaian/Pembibitan
Sebelum benih disebar, direndam dengan larutan Previcur N dengan konsentrasi 0,1 % selama + 2 jam. Selanjutnya benih disebar merata pada bedengan persemaian, dengan media semai setebal + 7 cm dan disiram. Media semai dibuat dari pupuk kandang dan tapnah yang telah dihaluskan dengan perbandingan 1 : 1. Benih yang telah disebar ditutup dengan media semai, selanjutnya ditutup dengan daun pisang atau karung goni selama 2 - 3 hari. Bedengan persemaian tersebut sebaiknya diberi naungan.
Persiapan Lahan.
Lahan terlebih dahulu diolah dengan cangkul sedalam 20 - 30 cm supaya gembur, setelah itu dibuat bedengan dengan arah membujur dari Barat ke Timur agar mendapatkan cahaya penuh. Lebar bedengan sebaiknya adalah 100 cm, tinggi 30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar bedengan + 30 cm. Lahan yang asam (pH rendah) lakukan pengapuran dengan kapur kalsit atau dolomit.
Pemupukan.
Pupuk dasar diberikan 3 hari sebelum tanam, berupa pupuk kotoran ayam dengan dosis 20.000 kg/ha atau pupuk kompos organik hasil fermentasi (kotoran ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 4 kg/m2. Pada umur 2 minggu setelah tanam lakukan pemupukan susulan Urea 150 kg/ha (15 gr/m2). Agar pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk dengan pupuk organik kemudian diberikan secara larikan di samping barisan tanaman, jika perlu tambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2) pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam.
Penanaman.
Bibit umur 2 - 3 minggu setelah semai, ditanam dalam lubang yang telah disediakan dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Jika ada yang tidak tumbuh atau mati perlu penyulaman, yaitu penggantian tanaman dengan tanaman baru.
Pemeliharaan.
Pada musim kemarau atau di lahan kurang air perlu penyiraman tanaman. Penyiraman ini dilakukan dari awal sampai panen. Penyiangan dilakukan 2 kali atau disesuaikan dengan kondisi gulma. Bila perlu dilakukan penggemburan dan pengguludan bersamaan dengan penyiangan.
Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman (OPT)
Untuk mencegah hama dan penyakit yang perlu diperhatikan adalah sanitasi dan drainase lahan. OPT utama adalah ulat daun kubis (Plutella xylostella). Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan Diadegma semiclausuma sebagai parasitoid hama Plutella xylostella. Jika menggunakan pestisida, gunakan pestisida yang aman dan mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.
Panen
Cara panen ada 2 macam yaitu mencabut seluruh tanaman beserta akarnya dan dengan memotong bagian pangkal batang yang berada di atas tanah. Umur panen sawi + 40 hari setelah tanam, sebaiknya terlebih dahulu dilihat fisik tanaman seperti warna, bentuk dan ukuran daun.
Pasca Panen
Tanaman yang baru dipanen, ditempatkan di tempat yang teduh agar tidak cepat layu dengan cara diperciki air. Selanjutnya lakukan sortasi untuk memisahkan bagian tanaman yang tua, busuk atau sakit. Penyimpanan bisa menggunakan wadah berupa keranjang bambu, wadah plastik atau karton yang berlubang-lubang untuk menjaga sirkulasi udara.
Agribisnis
Agribisnis adalah kegiatan yang utuh dan tidak terpisah antara suatu kegiatan dengan kegiatan lain mulai dari proses produksi, pengolahan hasil, kelembagaan penunjang sampai pada pemasaran ( Sokartawi, 1994 ).
Usahatani
Menurut Mosher (1987), usaha tani adalah bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani atau suatu keluarga tani atau badan- badan tertentu bercorak tanam dan memelihara ternak. Menurut Mubyarto (1989), menegaskan bahwa usaha tani merupakan himpunan dari sumber- sumber alam yang terdapat ditempat itu diperlukan untuk produksi petani seperti tumbuhan, tanah, air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, dan bangunan- bangunan yan dibangun diatas tanah tersebut.
Pendapatan dan Penerimaan
Soekartawi (1995), menyatakan bahwa Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Sedangkan pendapatan usaha tani adalah selisih ( beda) dari pengurangan nilai penerimaan usaha tani dengan biaya- biaya yang dikeluarkan. Secara matematis diformulasikan sebagai berikut :
PD = TR – TC
Dimana :
PD = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan
TC = total biaya
Analisis R/C Ratio
Menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja (2001), R/C Ratio merupakan analisis imbangan penerimaan dan biaya dengan melihat keuntungan relatif dari kegiatan usahatani. Kriteria penilaian R/C Ratio adalah :
R/C ratio < 1 berarti secara ekonomi tidak menguntungkan.
R/C ratio = 1 berarti secara ekonomi tidak untung dan tidak rugi.
R/C ratio < 1 berarti secara ekonomi menguntungkan.
Persamaannya :
R/C ratio=(total penerimaan usahatani sawi )/(total biaya usahatani sawi )
Economies Of Scale
Untuk melihat skala ekonomi(Economies Of Scale)suatu aktivitas atau suatu usaha yaitu dengan membandingkan nilai dari biaya rata- rata (Averange Cost) AC dan biaya marginal (Marginal Cost) MC. Suatu usaha dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang Economies Of Scale manakala biaya rata- rata lebih besar dari pada biaya marginalnya (Saefulhakim dan Panuju, 1997).
Batas dimana usaha dikatakan tidak rugi dan tidak untung disebut BEP (Break Event Point). Pada titik impas ini penerimaan total sama dengan pengeluaran total ( biaya produksi). Persamaannya sebagai berikut (Tjakrawiralaksana, 1983 dalan Liko, 2003) :
presentase BEP = (biaya tetap )/(penerimaan-biaya variabel ) x 100
BEP produksi = % BEP X Rata – rata Produksi
Konsep Pemasaran
Pemasaran atau tataniaga merupakan suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperolrh apa yang mereka butuhkan dan ingingan dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain (Kotler, 1993).
Saluran Tataniaga
Payong (2001) menyatakan bahwa saluran tataniaga adalah arus komoditi tertentu dari produsen ke konsumen. Saluran tataniaga sangat tergantung pada jenis barang, keadaan dasar, waktu, jumlah pedagang, harga dan kemajuan teknologi. Makin panjang saluran tataniaga akan membuat perbedaan harga antara harga yang diterima produsen (Pf) dengan harga yang dibayar oleh konsumen (Pr), makin besar perbedaan harga ini yang disebut margin tataniaga ( Masyrofie, 1995).
Panjang pendeknya saluran tataniaga sangat tergantung pada banyaknya lembaga tataniaga yang bergerak didalamnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut: (1) Jarak antara produsen ke konsumen, (2) Sifat produk itu sendiri, (3) Skala produksi, dan (4) Posisi keuangan.
Efisiensi Tataniaga
Mubyarto (1982) menyatakan bahwa sistem pemasaran di bidang pertanian dianggap efisien apabila memenuhi syarat – syarat yaitu :
Mampu menyampaikan hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya yang serendah – rendahnya,
Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar oleh konsumen akhir kepada semua pihak yang turut serta dalam kegiatan produksi atau kegiatan tataniaga tersebut.
Untuk mengukur tingkat efisiensi tataniaga produk pertanian dapat melalui pengukuran tingkat harga dalam jangkauan control setiap lembaga tataniaga. Yang termasuk dalam tingkat harga itu adalah biaya dan segala resiko yang harus ditanggung oleh masing – masing pihak pada waktu menjalankan kegiatan tataniaga
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Setiap kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani baik yang berskala kecil maupun yang berskala besar, selalu bertujuan untuk memperoleh hasil yang sebesar – besarnya dengan harapan akan meningkatkatkan pendapatan dan usahatani tersebut. Dalam kegiatan produksi pertanian petani selalu berusaha agar biaya – biaya produksi bias ditekan serendah mengkin. Oleh karenanya, petani perlu mengadakan perhitungan ekonomi untuk mengetahui apakah usahanya menguntungkan atau tidak.
Sawi merupakan salah satu komoditas unggulan andalan di Kecamatan Maulafa yang berprospek cerah untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomis tinggi bagi petani. Dalam pengembangan komoditas sawi tidak terlepas dari faktor social ekonomi yang telah di uraikan dalan perumusan masalah.
Sistem agribisnis dipandang dari konsep sistem mempunyai dua pokok pengertian yakni konsep sistem dan bisnis. Perubahan sebutan sistem komoditas dalam ekonomi pertanian melalui jalur usahatani –tataniaga perdagangan menjadi sistem agribisnis di Indonesia bukan hanya merupakan perubahan nama, melainkan bersamaan dengan itu telah perubahan struktural dalam ekonomi maupun sektor pertanian sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi pada tahap pembangunan pertanian yang berbeda.
Pengembangan usaha komoditas sawi dengan menggunakan pendekatan sistem agribisnis dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek pendapatan dan aspek pemasaran. Metode analisis perhitungan pendapatan digunakan untuk melihat potensi produk dan prospek pengembangan komoditas sawi di kemudian hari. Sedangkan ditinjau dari aspek pemasaran, maka pada saat tingkat permintaan pasar meningkat, petani dapat meningkatkan produksi sawi yang diusahakan dengan tetap memperhatikan aspek analisa keuntungan usaha. Kesemuanya ini diharapkan dapat memberikan peningkatan produksi dan pendapatan petani.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang dan pengambialan datanya dimulai dari bulan April – Mei 2011.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang berpedoman pada daftar pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga terkait seperti Badan Pusat Statistik NTT, selain itu juga diperoleh dari hasil penelitian terdahulu serta buku yang tersedia di perpustakaan.
Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap yaitu :
Tahap pertama adalah penentuan Kelurahan contoh yaitu Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa yang dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) dengan dasar pertimbangan bahwa Kelurahan contoh merupakan daerah dengan lokasi untuk pengembangan tanaman sawi di Kota Kupang, karena merupakan tempat produksi sayur – sayuran yang besar dan usahataninya masih terus dikembangkan hingga sekarang. Pada tahun 2005 Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa dapat memproduksi sawah sebesar 3400 kg dari luas lahan sebesar 29 ha.
Tahap kedua adalah penentuan petani contoh atau responden dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana ( Simple Random Sampling) dengan jumlah responden 30% dari total produksi yakni 100 orang. Jadi total responden yaitu 30 orang.
Tahap selanjutnya adalah penentuan sampel untuk lembaga tataniaga yang dilakukan dengan cara jatah (Quota Sampling). Dipilih 5 orang pedagang sebagai sampel dengan kriteria pedagang tersebut melakukan proses tataniaga Sawi yaitu mendistribusikan produksi sawi dari produsen ke konsumen.
Pengamatan dan Konsep Pengukuran
Identitas responden, meliputi : umur (tahun), jenis kelamin (L/P), tingkat pendidikan formal (tahun), dan nonformal (bulan/ minggu/ hari), pengalaman berusahatani (tahun) dan jumlah tanggungan keluarga (orang).
Luas lahan garapan yang di gunakan untuk mengusahakan tanaman sawi (are).
Produksi yaitu hasil usahatani sawi yang diperoleh petani (kg).
Biaya produksi yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani sawi (Rp).
Tenaga kerja yaitu yang digunakan dalam proses produksi usahatani sawi yang berasal dari dalam maupun luar keluarga yang di hitung dalam satuan HKO ( ∑ Hari Kerja X ∑ Jam Kerja : 7) (Soekartawi,dkk 2002).
Harga input yaitu faktor produksi di tingkat petani pada musim tanam (Rp).
Harga output yaitu harga produksi sawi yang diperoleh petani pada musim tanam (Rp/kg).
Penerimaan yaitu nilai yang diterima oleh petani atas hasil produksi sawi yang dijual (Rp).
Pendapatan yaitu penerimaan dikurangi dengan biaya – biaya dalam usahatani sawi (Rp).
Pemasaran yaitu kegiatan mendistribusikan produk atau komoditi sawi dari tangan petani sampai konsumen.
Saluran pemasaran yaitu saluran yang berlaku selama proses tataniaga, dalam hal ini produsen maupun lembaga tataniaga yang menyalurkan hasil sawi di Kecamatan Maulafa ke konsumen.
Model dan Analisis Data
Data yang diperoleh di lapangan diedit, kemudian ditabulasi, setelah itu dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian.
Untuk menjawab tujuan pertama tentang pendapatan petani dari usaha komoditi sawi di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa yaitu dengan menggunakan rumus pendapatan yang diformulasikan menurut Soekartawi (1986) :
PD = TR – TC
Dimana :
PD = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan
TC = total biaya
Selanjutnya untuk mengetahui analisis imbangan penerimaan dan biaya pada usahatani sawi yang dikembangkan oleh petani maka digunakan analisis keuntungan (analisis R/C Ratio). Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
R/C ratio=(total penerimaan usahatani sawi )/(total biaya usahatani sawi )
Dimana :
R/C ratio < 1 berarti secara ekonomi tidak menguntungkan.
R/C ratio = 1 berarti secara ekonomi tidak untung dan tidak rugi.
R/C ratio < 1 berarti secara ekonomi menguntungkan.
Untuk menjawab tujuan kedua melihat skala ekonomi(economies of scale)suatu aktifitas atau usaha di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa dengan membandingkan nilai dari biaya rata – rata ( Average Cost) AC dan biaya marginal ( Marginal Cost) MC.
Dari skala ekonomi dapat dilakukan perhitungan Break Event Point (BEP) atau titik impas. Pada titik impas ini penerima total sama dengan pengeluaran totalatau biaya produksi.
Persamaannya sebagai berikut (Tjakrawiralaksana, 1983 dalan Liko, 2003) :
presentase BEP = (biaya tetap )/(penerimaan-biaya variabel ) x 100
BEP produksi = % BEP X Rata – rata Produksi
Untuk menjawab tujuan ketiga, Margin Pemasaran (MP) adalah merupakan selisih antara harga yang dibayar oleh konsumen (Pr) dengan harga yang diterima oleh produsen (Pf) (Azzaino dalam payog, 2001). Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
MP = Pr- Pf
Dimana :
Mp = Margin tataniaga/ pemasaran
Pr = Harga yang dibayar oleh konsumen
Pf = Harga di tingkat petani (produsen)
Dari margin pemasaran dapat dilakukan perhitungan tingkat efisiensi biaya tataniaga sawi, dengan formulasi sebagai berikut :
EC = C/Pw x100%
Dimana:
EC = Efisiensi tataniaga
C = Total biaya tataniaga
Pw = Harga di tingkat konsumen.
Apabila EC paling rendah dari saluran tataniaga yang lain berarti sistem tataniaga cukup efisien terhadap biaya tataniaga dan sebaliknya EC paling tinggi dari saluran tataniaga yang lain berarti kegiatan tataniaga tersebut belum efisien terhadap biaya tataniaga.
Adapun beberapa tingkat saluran tataniaga dan lembaga tataniaga sebagai jasa penunjang dalam suatu kegiatan tataniaga yang sering terjadi (Masyrofie,1995) yaitu :
Tingkat saluran pemasaran
Saluran Tingkat Nol :
Petani → Konsumen
Saluran Tingkat Satu :
Petani → Pengecer → Konsumen
Saluran Tingkat Dua :
Petani → Pengecer → Grosir → Konsumen
Saluran Tingkat Tiga :
Petani → Pengecer → Grosir → Konsumen → Importir → Ekspor.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan lembaga tataniaga adalah petani yang menyalurkan produksi komoditassawi dari produsen ke pedagang pengecer yang berperan sebagai pedagang perantara dan selanjutnya dijual kepada konsumen.
Lembaga tataniaga
Menurut Masyrofie (1995) lembaga tataniaga adalah badan usaha atau individu yang melakukan aktivitas penyampaian komoditas dari produsen ke konsumen, serta mempunyai hubungan satu sama lain.
Lembaga – lembaga tataniaga produk pertanian yang banyak di kenal adalah tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang besar, eksportir atau importir, pedagang perantara dan pengecer.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik NTT, 2003. Kabupaten Kupang dalan angka. Kupang.
Bundah, M. 2006. Analisis Kontribusi Usahatani Cabai Terhadap Total Pendapatan Usahatani Hortikultura Di Kelurahan Oesao Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Daniel, M. 2002. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Bumi Aksara. Jakarta.
Grace, M. 2008. Pengembangan Usaha Komoditas Sawi Melalui Penerapan Sistem Agribisnis Di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang.. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Paying, 2001. Analisis Tataniaga Komoditas Jambu Mete Di Kecamatan Wulangitang Kabupaten Flores Timur. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Thene, J. 2000. Pemasaran Komoditi Sayur – sayuran Di Desa Tarus Kecamatan Kupang Tengah.Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Tunardjo, M. P, 2004. Keragaan Usaha dan Pendapatan Petani Pada Usahatani Sayur – sayuran di Kelurahan Fatukao Kecamatan Maulafa Kota Kupang. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, Kupang.
PROSPEK PENGEMBANGAN PRODUK EMPING JAGUNG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA (HOME INDUSTRY) “ELSHADAI” DI KELURAHAN SIKUMANA KECAMATAN MAULAFA KOTA KUPANG
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
R E N A L D I A L U
0804022590
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trilogi Pembangunan Nasional menegaskan bahwa pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini hakekat pembangunan adalah perubahan menuju sesuatu yang lebih baik. Pembangunan harus dilaksanakan oleh segenap lapisan masyarakat demi tercapainya tujuan pembangunan. Prioritas pembangunan nasional saat ini lebih dititik-beratkan pada bidang ekonomi. Sektor pertanian sebagai bagian dari bidang ekonomi terus ditingkatkan peranannya yang dikaitkan dengan sektor industry yang diharapkan dapat memberikan langkah strategi untuk memacu pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan. Agribisnis sebagai motor penggerak pembangunan dibidang pertanian, diharapkan dapat berperan dalam kegiatan pembangunan daerah baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional (Soekartawi, 2001).
Agribisnis mencakup subsistem sarana produksi atau bahan baku di hulu, proses produksi biologis ditingkat bisnis atau usahatani, aktifitas transformasi berbagai fungsi bentuk (pengolahan), waktu (penyimpanan dan pengawetan), dan tempat (pergudangan) pemasaran dan perdagangan serta subsistem pendukung lainnya seperti jasa, permodalan, perbankan dan sebagainya (Arifin, 2004). Usaha dibidang agribisnis adalah usaha yang dimulai dari penyiapan sarana dan prasarana produksi, budidaya, pasca panen, pengolahan sampai dengan pemasarannya. Dalam upaya menghadapi era perdagangan bebas dan globalisasi, kegiatan usaha dibidang agribisnis harus dapat dikelola secara efisien baik dalam penggunaan waktu, energi, sumberdaya dan dana yang terbatas sehingga dapat meningkatkan produktivitas serta pendapatan. Dalam pengelolaan usaha agribisnis yang efisien diperlukan adanya suatu sistem informasi manajemen usaha agribisnis yang cepat, akurat serta ekonomis untuk dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan petani, penyuluh dan pelaku usaha agribisnis guna dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Agroindustri merupakan salah satu subsistem agribisnis yang mengolah bahan baku yanh berasal dari tumbuhan dan hewan dengan berbagai bentuk dan perlakuan fisik dan kimia, penyimpanan, pengawasan, sampai pemasaran yang berdampak langsung pada peningkatan nilai tambah, kualitas hasil, penciptaan lapangan kerja, peningkatan produksi dan nilai tambah yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan (Leki dalam Septory, 2010). Dalam upaya meningkatkan pendapatan produsen yang bergerak di bidang agroindustri selain aspek produksi, maka aspek yang tidak kalah pentingnya adalah tataniaga. Sebagai proses produksi yang komersil, maka tataniaga merupakan syarat mutlak yang perlu dalam peningkatan pendapatan. Agroindustri memiliki peluang besar untuk terus berkembang karena kapasitas cukup besar, yang berarti pula belum terlalu ketatnya pasar bagi produk disektor ini.
Pengembangan suatu agroindustri dapat dikatakan berhasil apabila sektor pertanian sebagai pemasok bahan baku dapat memenuhi persyaratan seperti tepat waktu, tempat, bentuk, jumlah, dan harga. Untuk itu agroindutri tidak dapat berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan banyak variabel yang mempengaruhinya antara lain (1) ekonomi, menyangkut respon masyarakat terhadap permintaan barang, (2) sosial, menyangkut respon masyarakat terhadap agroindustri tersebut, (3) teknologi, mengenai ketersediaan teknologi yang dapat digunakan oleh tenaga kerja setempat, (4) peraturan, mengenai peraturan pemerintah yang mendukung atau tidak kegiatan agroindustri tersebut, (5) persaingan, mengenai ada atau tidaknya persaingan. Dengan demikian maka pengusaha tentu akan melakukan penyesuaian selaras dengan struktur perusahaannya, iklim pasar, sistem dan prosedur yang berlaku dan tersedianya sumber daya yang ada (Soekartawi,1995).
Hayuni (1993) menyatakan bahawa daerah Nusa Tenggara Timur memiliki aneka ragam sumber daya alam sehingga berpotensi dalam pengembangan agroindustri. Corak agroindustri yang cocok dikembangkan adalah indutri rumah tangga dalam hubungannya dengan usaha yang menyatu ataupun terpisah.
Kota kupang sebagai ibukota provinsi memiliki potensi untuk pengembangan industri rumah tangga. Hal ini dapat dilihat dari data potensi industri rumah tangga Kota Kupang tahun 2008, kelompok industri pangan telah mencapai 171 indutri yang terdiri dari 93 industri formal dan sisanya nonformal (Desperindag, 2008, dalam Wio, 2010).
Industry rumah tangga “Elshadai” di Kelurahan Sikumana merupakan salah satu industry rumah tangga di Kota Kupang, yang memproduksi emping jagung. Emping jagung merupakan salah satu hasil produk olahan jagung dengan beberapa bahan penolong yang menambah cita rasa produk ini. Pembuatan produk tersebut sangatlah sederhana , sehingga dapat dikerjakan pada tingkat rumah tangga. Pengembangan home industry khususnya emping menjadi suatu komoditas olahan yang unik yang sangat mungkin diusahakan. Selain karena tersedianya bahan baku, hal ini didukung pula dengan meningkatnya jumlah penduduk Kota Kupang setiap tahunnya. Emping jagung “Elshadai” memiliki rasa yang beranekaragam yang membedakannya dengan produk olahan sejenis yaitu manis, asin-manis dan manis pedas serta harganya yang terjangkau oleh masyarakat. Selain itu emping jagung juga dapat dijadikan oleh-oleh kas Kota Kupang sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi pengusaha yang bersangkutan dan dapat menambah pendapatan keluarga.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka, perlu untuk dilakukan analisis tentang aspek ekonomi pengolahan emping jagung, yang ada di industri rumah tangga “Elshadai” Kota Kupang dalam rangka mempertahankan keberlangsungan produk ini sebegai kebanggaan daerah dan juga pengembangan usaha industri emping jagung sesuai prinsip-prinsip ekonomi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimanakah profil kegiatan usaha pembuatan “Emping Jagung Elshadai” di Kelurahan Sikumana ?
Berapakah besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh industri rumah tangga “Emping Jagung Elshadai” di Kelurahan Sikumana ?
Berapakah laba yang diperoleh industri rumah tangga “Emping Jagung Elshadai” di Kelurahan Sikumana ?
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
Mendeskripsikan profil kegiatan usaha pembuatan “Emping Jagung Elshadai” di Kelurahan Sikumana ?
Mengetahui besarnya biaya produksi “Emping Jagung” yang dikeluarkan oleh industri rumah tangga “Elshadai” di Kelurahan Sikumana?
Menghitung besarnya laba yang diperoleh industri rumah tangga “Emping Jagung Elshadai” di Kelurahan Sikumana?
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
Pengusaha sebagai masukkan dan informasi dalam pengembangan industri rumah tangga “Emping Jagung Elshadai” di kelurahan Sikumana Kota Kupang yang terkait dengan proses produksi, organisasi manajemen, pemasaran dan pembukuan.
Pemerintah daerah setempat sebagai bahan informasi dalam merumuskan kebijakan-kebijakan bagi pembinaan industri kecil khususnya industri rumah tangga “Emping Jagung Elshadai”.
Penelitian selanjutnya yang dapat dijadikan bahan kajian yang relevan dengan judul penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
Rujukan Penelitian Terdahulu
Kegiatan agroindustri dipengaruhi oleh kualitas, kuantitas dan jenis bahan baku. Perkembangan tekhnologi pengolahan dan sistem informasi juga turut berpengaruh. Faktor-faktor tersebut diatas tidaklah berdiri sendiri dalam mempengaruhi kegiatan agroindustri, akan tetapi merupakan akibat dari faktor lain, misalnya kuantitas dipengaruhi oleh produktivitas, luas tanah dan produksi maksimum. Sebagai contoh, bagi petani belum mantapnya kelembagaan petani buah-buahan dengan perusahaan, pengumpul, pengemas dan industry pengolahan karena belum terjaminnya ketersediaan, kontinyuitas dan kualitas bahan baku (Azis, 1993, dalam Septory, 2010).
Bano dkk (1997) mengadakan penelitian terhadap agroindustri jagung di Kabupaten Kupang, menyatakan bahwa bahan baku emping jagung berasal dari jagung lokal yang diperoleh dari pedagang di Pasar Inpres Naikoten dengan harga beli Rp. 650,-/Kg sedangkan harga jual emping jagung adalah sebesar Rp. 435,-/Kg. Angka ini paling tinggi dibanding dengan margin pada berbagai olahan jagung lainnya, seperti jagung goreng, jagung bose dan jagung giling.
Nubatonis (2000, dalam Julianty, 2004) dalam penelitian tentang harga produk emping jagung pada perusahaan “Sinar 313” di kelurahan Sikumana Kota Madya Kupang diperoleh bahwa harga pokok produksi sebagai jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan terbentuk dari akumulasi biaya bahan baku, tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Penetapan harga emping jagung oleh perusahaan “Sinar 313” berdasarkan harga mark up, meskipun mark up yang ditentukan cukup tinggi, namun produk emping jagung tetap terjual karena perusahaan “Sinar 313” merupakan salah satu penghasil emping jagung terbaik di Kota Kupang.
Hasil penelitian Daris (2001), pada agroindustri ‘Abon Jaya’ di kelurahan Naibonat Kecamatan Kupang Timur menyatakan bahwa besarnya perhitungan biaya yang dilakukan oleh agroindustri ‘Abon Jaya’ lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil analisis. Hal ini disebabkan karena belum ada penggolongan yang jelas dalam elemen biaya produksi, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan harga jual abon serta laba yang diperoleh agroindustri ‘Abon Jaya’. Dikatakan bahwa harga jual abon meningkat dari tahun ke tahun dan berbanding terbalik dengan produksi abon dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi harga jual abon maka permintaan akan abon berkurang sehingga agroindustri ‘Abon Jaya’ menurunkan jumlah produksi tiap tahunnya. Harga jual yang tinggi menyebabkan produk yang dijual tidak dapat dijangkau oleh konsumen dan produk akan kalah bersaing. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap laba yang akan diperolah agroindustri ‘Abon Jaya’.
Laporan penelitian tentang Prospek Pengembangan Agroindustri Minyak Kelapa Ditinjau Dari Aspek Ekonomi dan Kelembagaan di Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang Bahwa keuntungan yang diterima dari total responden petani yang mengolah minyak kelapa sebesar 49%- dengan rata-rata yang diperoleh responden (petani mengolah minyak kelapa) sebesar 3,33%/produksi. Hal ini berarti bahwa agroindustri minyak kelapa layak diusahakan untuk meningkatkan pendapatan (Lustry dan Chrisminingsih, 2001).
Hasil penelitian Passoe (2003), menyatakan pada pengusaha minyak kelapa di Kelurahan Bakunase menunjukan bahwa pengusaha yang berusaha dengan volume bahan baku lebih besar akan memperoleh harga pokok yang lebih kecil sehingga peluang keuntungan lebih besar. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu jenis produk merupakan faktor penting dalam menentukan harga pokok dan harga jual, karena minimal pengusaha minyak kelapa dapat menganalisis biaya produksi yang nantinya dapat menentukan harga pokok produk dan harga jual.
Tinjauan Teoritis
Pengertian Industri Rumah Tangga
Home berarti rumah, tempat tinggal, ataupun kampong halaman. Sedang industri dapat diartikan sebagai usaha produk barang dan ataupun perusahaan. Jadi, Home Industri ( Industri Rumah Tangga) adalah rumah tempat usahaproduk barang atau juga perusahaan kecil.
Badan Pusat Statistik menggolongkan perusahaan atau industri pengolahan di Indonesia kedalam empat kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki perusahaan yaitu : 1) Industri rumah tangga, yaitu perusahaan yang mempunyai pekerja 1-4 orang; 2) Industri kecil, yaitu perusahaan yang mempunyai pekerja 5-19 orang; 3) Industri sedang, yaitu perusahaan yang mempunyai pekerja 20-99 orang; 4) Industri besar, yaitu perusahaan yang mempunyai pekerja lebih dari 100 orang.
Manajemen
Manajemen berasal dari kata “to manage”yang berarti mengatur, mengurus, atau mengelola. Bila kita mempelajari literature manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian, yaitu :
Manajemen sebagai suatu proses,
Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen,
Manajemen sebagai suatu seni dan ilmu pengetahuan.
Singkatnya, manajemen merupakan ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan non manusia dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Ilmu manajemen didasari oleh konsep tugas manajer (orang yang melaksanakan manajemen) yaitu untuk merancang dan mendukung pelaksanaan pekerjaan individu pada saat kelompok, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Manajemen usaha adalah kemampuan pengusaha dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan serta mengawasi faktor-faktor produksi dalam setiap kegiatan secara efektif dan efisien agar kegiatan apapun yang dilakukan dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai (Swastha dan Ibnu, 2000).
Manajemen dalam industry rumah tangga sangat penting terutama dalam kapasitas-kapasitas yang diambil da;am rangka pengembangan usaha yang telah dibangun.
Biaya Produksi
Wasis (1984) mengidentifikasi biaya sebagai pengorbanan yang mutlak yang harus dikeluarkan agar dapat diperoleh suatu hasil. Dimana untuk menghasilkan suatu barang dan jasa tentunya ada bahan, tenaga dan jenis pengorbanan lain yang dapat diukur dengan satuan uang agar dapat memperlancar proses produksi.
Menurut Bambang dan Kartasapoetra (1992) biaya adalah suatu peristiwa atau kejadian yang diukur berdasarkan nilai uang yang timbul atau mungkin akan timbul untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat dibedakan menjadi; 1) Biaya tetap, yaitu jenis biaya yang besar kecilnya tidak bergantung padaa besar kecilnya produksi, misalnya sewa dan bunga tanah berupa uang, 2) Biaya varibel yaitu biaya yang besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya produksi, 3) Biaya total merupakan jumlah semua biaya tetap dan biaya variabel.
Selanjutnya Bambang dan Kartasapoetra (1992) mendefinisikan biaya produksi kedalam tiga elemen yaitu : 1) Biaya bahan baku merupakan biaya-biaya secara langsung yang digunakan dalam proses produksi untuk mewujudkan suatu macam produk jadi yang siap dipasarkan atau diserahkan kepada konsumen; 2) Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya bagi para tenaga kerja yang langsung ditempatkan dan didayagunakan dalam menangani kegiatan-kegiatan produksi, menangani segala peralatan produksi sehingga produk dari usaha itu dapat terwujud; 3) Biaya overhead pabrik merupakan biaya-biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya reparasi dan pemeliharaan, biaya asuransi gedung, biaya mesin, biaya kendaraan, serta biaya listrik dan biaya air.
Perbedaan metode full costing dengan metode variable costing ditinjau dari sudut penentuan harga pokok produksi yaitu : full costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang membebankan seluruh biaya produksi, baik yang berperilaku tetap maupun variabel kepada produk. Sedangkan variable costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya membebankan biaya produksi variabel saja kedalam harga pokok produk (Mulyadi, 1999).
Laba merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh industri rumah tangga dengan keseluruhan biaya yang dipertimbangkan dalam proses produksi (http://www.pengertian laba.com).
Penyusutan (depresiasi) adalah harga perolehan aktifa tetap yang dialokasi kedalam harga pokok produksi atau biaya operasional akibat penggunaan aktifa tetap tersebut (http://www.pengertian depresiasi.com).
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Jagung merupakan salah satu komoditi pangan yang mempunyai peranan penting di pasaran dunia maupun dalam negeri, baik dalam bentuk segar maupun olahannya. Karena mempunyai nilai ekonomi tinggi, maka seorang petani harus melihat peluang yang sangat besar ini dengan daya (ketrampilannya) mengolah jagung ini agar menjadi hasil produksi yang baik dan mempunyai nilai tambah atau nilai guna yang tinggi. Untuk itu maka agroindustri merupakan cara yang cocok untuk bisa meningkatkan nilai tambah sekaligus menambah nilai kegunaannya.
Industri rumah tangga “Emping Jagung Elshadai” merupakan salah satu industri rumah tangga yang mengolah jagung menjadi emping jagung. Hasil produksinya dipasarkan di wilayah Kota Kupang yang dijual di kios-kios, toko-toko, dan swalayan. Dalam kegiatan operasionalnya pihak pengusaha industri rumah tangga ini belum memperhitungkan pengeluaran biaya-biaya secara tepat dan belum dapat mengoptimalkan laba. Hal ini disebabkan adanya beberapa aspek yang belum mendapatkan perhatian antara lain aspek produksi dan aspek pemasaran.
Dalam proses produksi, biaya merupakan faktor penting karena berperan sebagai komponen pembentuk harga produk. Biaya pada industri rumah tangga emping jagung“Elshadai” terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, yang merupakan informasi penting bagi pihak manajer dalam menentukan harga jual.Untuk mencapai laba yang besar, manajemen dapat melakukan berbagai langkah, misalnya menekan biaya produksi serendah mungkin dengan mempertahankan tingkat harga jual, menentukan harga jual sesuai dengan laba yang dikehendaki dan meningkatkan volume penjualan.
Dilihat dari operasional usahanya, pengusaha perlu mempunyai kemampuan untuk menganalisis berbagai aspek kegiatan meliputi aspek proses produksi terkait dengan peralatan dan teknologi yang digunakan, pemasaran terkait dengan pemilihan dan penentuan saluran distribusi. Organisasi manajemen yaitu dalam hal penempatan dan pembagian tugas serta pembukuan yang merupakan informasi penting bagi seorang pengusaha dalam mengidentifikasi dan menghitung biaya-biaya dengan sistem yang tepat.
Untuk meningkatkan pendapatan maka pimpinan perusahaan perlu bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses produksi, serta cermat dalam melakukan peraturan terhadap keseluruhan biaya yang terjadi, sehingga pada akhirnya kalkulasi yang tepat dan akurat atas barbagai biaya dalam proses produksi sampai penjualan produk akan ikut menentukan besarnya harga jual yang juga berdampak pada keuntungan.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada industry rumah tangga “Elshadai”, yang ada di Kelurahan Sikumana Kota Kupang. Pengumpulan data akan dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Februari tahun 2011.
Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode Studi Kasus, dalam hal ini akan dilakukan pengamatan dan pengkajian secara mendalam tentang aspek produksi, pemasaran, organisasi manajemen dan pembukuan pada industri “Emping Jagung Elshadai”. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan yakni pimpinan industri dan karyawan berupa karakteristik industri rumah tangga, sejarah dan komponen biaya-biaya yang terjadi. Adapun data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait berupa laporan tahunan maupun jurnal penelitian tentang industri rumah tangga yang terkait dengan judul penelitian.
Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan dan pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja yaitu pada industri rumah tangga “Emping Jagung Elshadai” dengan dasar pertimbangan bahwa industri rumah tangga tersebut sudah berproduksi selama 10 tahun dan sudah terdaftar pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan selama 5 tahun yang lalu. Disamping itu dari aspek produksinya bahwa produk yang dihasilkan selalu habis terjual dipasaran walaupun terdapat produk saingan dan produk ini merupakan oleh-oleh khas Kota Kupang.
Pengamatan dan Konsep Pengukuran
Karakteristik industri rumah tangga “Elshadai” meliputi nama, alamat, dan sejarah berdirinya.
Modal usaha yaitu besarnya modal yang digunakan untuk memulai usaha (Rp).
Biaya produksi yaitu biaya yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik (Rp).
Jumlah tenaga kerja diukur dalam orang/jam kerja.
Biaya tenaga kerja langsung yaitu biaya yang diberikan pada tennaga kerja yang langsung terlibat dalam proses produksi (Rp).
Biaya overhead pabrik yaitu semua biaya produksi selain biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung (Rp).
Harga jual adalah harga yang ditetapkan industri rumah tangga “Emping Jagung” untuk menjual produk (Rp/Kg).
Biaya bahan baku yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan industri rumah tangga untuk membeli bahan baku (Rp).
Jenis-jenis bahan penolong yaitu bahan penolong yang digunakan oleh industri rumah tangga untuk membuat produk berupa minyak goreng dan gula air (Rp/unit).
Jenis-jenis peralatan yaitu peralatan produksi yang digunakan oleh industri rumah tangga untuk membuat produk berupa minyak tanah, plastic packing, label produk, solasi.
Harga produk sejenis dari produksi industri rumah tangga pesaing yaitu harga jual produk “Emping Jagung” dari industry rumah tangga pesaing (Rp).
Pola pemasaran yaitu cara industri rumah tanggamemasarkan produknya kepada konsumen.
Penerimaan sejumlah uang yang diperoleh industri rumah tangga “Emping Jagung” dari hasikl penjualan (Rp).
Laba/ Rugi yaitu selisih antara penerimaan dan biaya (Rp).
Volume penjualan yaitu total “Emping Jagung” yang berhasil dipasarkan oleh industri rumah tangga (Rp).
Model dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan ditabulasi dan dianalisi berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu mendeskripsi profil kegiatan usaha pembuatan emping jagung pada industri rumah tangga “Elshadai” dilakukan analisis secara deskriptif dengan melihat alat produksi yang digunakan, struktur organisasi, dan proses produksi yang dijalankan oleh industri rumah tangga “Elshadai”.
Untuk menjawab tujuan kedua yaitu menghitung besarnya biaya produksi (Bambang dan Kartasapoetra, 1992).
Dihitung sebagai berikut :
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja lansung xxx
Biaya overhead pabrik xxx (+)
Biaya produksi xxx
Berkaitan dengan tujuan ketiga tentang perhitungan laba, maka digunakan laporan rugi laba dengan pendekatan variable costingsebagai berikut :
Hasil Penjualan Rp.xxx
Biaya variabel :
Biaya bahan baku Rp.xxx
Tenaga kerja langsung Rp.xxx
Biaya overhead Rp.xxx
Biaya administrasi dan umum Rp.xxx
Biaya pemasaran Rp.xxx +
Total biaya variabel Rp.xxx -
Margin kontribusi Rp.xxx
Biaya tetap :
Overhead pabrik tetap Rp.xxx
Biaya administrasi dan umum tetap Rp.xxx
Biaya pemasaran tetap Rp.xxx +
Total biaya tetap Rp.xxx -
Laba sebelum pajak Rp.xxx
Pajak (10 %) Rp.xxx -
Laba bersih setelah pajak Rp.xxx
DAFTAR PUSTAKA
Julvianti, Berlian., 2004. Perubahan Laba Kotor Dendeng Ikan Pada Industri Rumah Tangga (Home Industri) “Mandiri” Di Kelurahan Oesapa Kota Kupang. Skripsi Pada Faperta Undana.
Moru, D., 2004, Strategi Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen Industri Rumah Tangga Emping Jagung Di Kelurahan Sikumana Kota Kupang (Studi Kasus Pada Agroindustri Emping Jagumg “Sinar 313”). Skripsi Pada Faperta Undana. Kupang.
Mulyadi, 1999. Akuntansi Biaya. Penerbit STIE YKPN. Yogyakarta
Pollo, Grefer. 2002. Strategi Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Agroindustri di Kelurahan Oesapa Kota Kupang. Skripsi Faperta Undana, Kupang.
Sagran, S.M.2009. Performance Agroindustri Dendeng Sapi Murni (Studi Kasus Pada Industri Rumah Tangga “Angkasa Timor”) di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang. Skripsi Pada Faperta Undana.
Septory, G., 2010. Strategi Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen Industri Rumah Tangga “Teng-Teng Kacang” Di Kelurahan Maulafa Kota Kupang. Skripsi Pada Faperta Undana.
Soerkartawi, 1997. Agribisnis dan Teori Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI JAMBU MENTE (Anaccardium occidentale L) Di KECAMATAN MOLLO UTARA KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
FRINCE MARSANCI LAURENS
0804022562
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian masih menjadi sektor andalan dalam memacu pertumbuhan regional ekonomi Nusa Tenggara Timur (NTT). Data publikasi Nusa Tenggara Timur dalam angka tahun 2003 menunjukkan bahwa sektor pertanian masih memberikan kontribusi sebesar 39,24% dalam pembentukan total Produk Domestik Bruto NTT.
Salah satu sektor pertanian yang memberikan peran penting dalam perekonomian nasional maupunNusa Tenggara Timur adalah sub sektor perkebunan, malalui eksistensinya sebagai salah satu tenaga gerak (power drive) dari pemberdayaan ekonomi rakyat. Keberadaan sub sektor perkebunan di Nusa Tenggara Timur telah mampu memberi nilai tambah yang cukup berarti, khususnya dalam upaya pemulihan ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja, pendapatan devisa melalui ekspor, peningkatan pendapatan masyarakat khususnya petani perkebunan, penyediaan bahan baku industri, pengembangan wilayah, kemampuan dalam mempertahankan Sumber Daya Alam (SDA), lingkungan hidup serta kemampuan dalam penyediaan bahan pangan.
Pembangunan sub sektor perkebunan pada saat ini telah bergeser dari pendekatan ekstensifikasi ke pendekatan pendapatan usahatani yang berorientasi pada peningkatan pendapatan dengan usaha pokok perkebunan (on-farm). Kegiatan pembangunan perkebunan di Nusa Tenggara Timur khususnya perkebunan rakyat jambu mente. Perluasan areal tanaman jambu mente telah mencapai kurang lebih 132.416 hektar hamper merata diseluruh kabupaten di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan pembangunan perkebunan di Nusa Tenggara Timur khususnya perkebunan rakyat jambu mete, pemerintah melalui Departemen Pertanian dan Dinas Perkebunan Provinsi maupun Kabupaten telah melaksanakan perluasan areal penanaman jambu mete dengan bantuan dana dari beberapa proyek bantuan luar negeri seperti Internasional FundsAgricultural Development(IFAD). Perluasan areal tanaman jambu mete telah mencapai kurang lebih132.416 hektar hampir merata diseluruh kabupaten di wilayah ProvinsiNusa Tenggara Timur.
Tanaman jambu mete (Anaccardium occidentale L.) merupakan tanaman yang cocok dengan kondisi iklim dan tanah di wilayah Nusa Tenggara Timur. Selain dijadikan tanaman unggulan perkebunan dibeberapa kabupaten, produk jambu mete memiliki nilai tambah yang tinggi. Tanaman jambu mente ini juga dapat dijadikan tanaman penghijauan untuk rehabilitasi lahan kritis dan pencegahan erosi sehingga berfungsi melestarikan sumber daya setempat (Hananto dan Zulkarnaen, 2004). Tanaman multifungsi ini dapat dimanfaatkan dari akar hingga daunnya (Cahyono, 2001). Namun tanaman jambu mete diNusa Tenggara Timur belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang teknologi dan pengolahan hasil sedikitnya jumlah industri pengolahan hasil pertanian, sehingga petani jambu mete hanya memanfaatkan biji (gelondongan) untuk dijual sebagai sumber pendapatan mereka.
MolloUtarasendiri adalah sebuah kecamatan yang menjadi bagian dari kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan Ibu kotanya adalah Kapan. Terletak kurang lebih 20 km di utara Kota Soe, ibu kotakabupatenTTS. Memiliki luas areal perkebunan jambu mente sebesar 2492Ha dengan jumlah produksi sebesar 235 ton.
Setelah satu dasawarsa berlangsungnya proyek Internasional FundsAgricultural Development (IFAD) di Kecamatan Mollo Utara ini, perlu diketahui sejauh mana perkembangan usahatanijambu mete sebagai dampak dari manfaat proyek tersebut. Oleh karenanya salah satu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sejauh mana perkembangan usahatani sebagai dampak dari proyek Internasional FundsAgricultural Development(IFAD) di kecamatan Mollo Utara kabupaten Timor Tengah Selatan setelah sepuluh tahun berjalan. Respon yang ditunjukkan oleh masyarakat sangat baik karena dengan usahatani jambu mete yang di bantu oleh proyek IFAD dapat membantu perekonomian keluarga.
Perumusan Masalah
Mengingat tanaman jambu mete merupakan tanaman umur panjang, sehingga banyak perubahan-perubahan yang terjadi selama kurun waktu pengusahaan seperti curah hujan, produksi, harga-harga input/output dan kebijakan moneter pemerintah yang mempengaruhi keuntungan jangka panjang proyek. Untuk itu perlu dilakukan analisis finansial untuk mengetahui kelayakan usahatani jambu mete tersebut, dan bagaimana dampak perubahan harga, produksi jambu mete terhadap kelayakan finansial usahatani jambu mete di kecamatan Mollo Utara. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga akandilihat pengaruh perubahan harga, produksi terhadap kelayakan finansial usahatani jambu mete dengan menggunakan analisis sensitivitas.
Berpijak pada uraian diatas ada tiga permasalahan yang ingin diangkat dalam penelitian ini yaitu:
Sejauh mana perkembangan usahatani jambu mete sebagai dampak dari proyek IFAD setelah sepuluh tahun berjalan.
Bagaimana perkembangan kelayakan finansial usahatani jambu mete melalui proyek IFAD tersebut.
Bagaimana dampak perubahan harga, produksi jambu mete terhadap kelayakan finansial usahatani jambu mete.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan Penelitian:
Untuk mengetahui perkembangan usahatani jambu mete melalui proyek IFAD setelah sepuluh tahun berjalan
Untuk menghitung kelayakan finansial proyek usahatani jambu mete
Untuk mendeskripsikan dampak perubahan harga, produksi jambu mete terhadap kelayakan finansial usahatani jambu mete.
Kegunaan Penelitian:
Untuk pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk pengembangan komoditas jambu mete didaerahnya.
Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah, lembaga dan peneliti dalam melakukan penelitian.
Sebagai bahan informasi ilmiah bagi semua pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Rujukan Penelitian Terdahulu
Gray at al (1992) menyatakan langkah terpenting untuk mencapai tujuan utama dari analisis finansial proyek berlangsung dengan menggunakan opportunity cost yang ditetapkan oleh beberapa kriteria investasi proyek. Pengamatan secara finansial sangat dibutuhkan dalam penelitian intensif perangsang bagi petani, manajer dan pemilik yang ikut dalam proyek (Gitinger, 1990).
Penelitian Yuni Hudaya (1995), dimana hasil perhitungan menunjukkan pada sosial opportunity cost of capital 12 % dengan periode analisis 11 tahun, ternyata usahatani jambu mente belum mencapai kelayakan dinilai dari anlisis finansial, karena nilai netto sekarang = negatif (-) Rp. 437.794,05 (NPV < 0 ), sedangkan IRR = 11 % lebih rendah dari discound rate 12 % dan perbandingan antara manfaat dan biaya adalah 0,9589 (Net B/C Ratio < 1 ).
Tinjauan Teoritis
Jambu mete (Anacardium Occidental L.) termasuk dalam genus anacardium. Tanaman ini berasal dari bagian utara Amerika Selatan. Tanaman jambu mete ini tergolong jenis tanaman yang mudah menyesuaikan dengan keadaan lingkungan. Oleh karena itu kini menyebar diluruh dunia. Bangsa yang dikenal sebagai penyebar tanaman jambu mete adalah bangsa Spanyol dan Portugis. Di Indonesia tanaman jambu mete sudah dikenal cukup lama dan kini telah tumbuh secara alamiah diseluruh pelosok nusantara (Djarijah dan Mahedalswara, 1994).
Syarat Tumbuh Tanaman Jambu mente
Tanah
Tanaman jambu mete dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Akan tetapi tanaman jambu mete akan tumbuh lebih baik jika ditanam pada jenis tanah aluvial, laterial, laktosol, padsolik, tanah magel, regusol tanah yang mengandung banyak pasir. Derajat keasaman (PH) tanah yang cocok berkisar 5,5 – 6,3.
Letak Geografis
Tanaman jambu mete akan lebih baik tumbuh di dataran tinggi maupun dataran rendah, namun ketinggian optimal yang baik adalah 600 m dari permukaan laut.
Iklim
Tanaman jambu mete membutuhkan bulan kering selama 4 bulan dengan curah hujan terbaik antara 1500-2000 mm pertahun. Namun bukan berarti curah hujan 3000-4000 mm pertahun, tanaman jambu mete tidak dapat hidup. Yang terpenting drainase tanahnya cukup baik, sedangkan suhu udara yang ideal adalah 25°C – 26°C (Djaridjah dan Mahedalswara, 1994).
Morfologi Tanaman jambu Mente
Morfologi tanaman jambu mete terdiri dari:
Akar: berakar tunggang, dengan kedalaman sekitar 1 meter serta memiliki akar yang kuat
Batang: bercabang banyak, kuat, rimbun serta dapat mencapai ketinggian
± 8-12 meter.
Daun: bertangkai, bulat telur tunggal serta berlapis lilin.
Bunga: berbentuk malai pada akhir ranting, berumah satu serta berkelamin campuran dan setiap tangkai dapat menghasilkan 5-7 buah.
Buah: buah jambu mete terbagi atas dua bagian yaitu buah yang berdaging serta banyak mengandung air, dan buah yang berbentuk ginjal yang terdiri dari kulit yang keras dan berbiji berbelah dua.
Pembiakan Tanaman Jambu Mete
Tanaman jambu mete dibiakkan dengan 2 cara yakni pembiakan secara generatif dengan mengginakan biji dan pembiakan secara vegetatif dengan mencangkok, okulasi dan penyambungan.
Persiapan Lahan dan Penanaman
Tanah atau lahan yang digunakan untuk menanam jambu mete diolah sebelum bibit ditanam. Penentuan blok dan jarak tanam disesuaikan dengan kondisi tanah dan keinginan bila ingin menggunakan tanaman sela. Semakin miskin kandungan komponen biologi tanah, jarak tanam semakin sempit sedangkan lubang tanam semakin lebar. Lubang tanam disiapkan seminggu sebelum bibit siap ditanam. Sedangkan tanah galian bagian atas dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 kemudian dimasukkan kembali kedalam lubang tanam dan siap untuk ditanami. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan (Djaridjah dan Mahedalswara, 1994).
Pemeliharaan
Pemeliharaan jambu mete cukup sederhana. Pemeliharaan dilakukan dengan pengemburan dan penyiangan, pemupukan, penjarangan, penyulaman, penyiraman, pemangkasan serta pengendalian hama penyakit (Cahyono, 2001). Pemupukannya sesuai dengan kebutuhan, adapun jenis dan dosis pemupukan setip pohon/tahun menurut umur tanaman dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Jenis dan Dosis Pemupukan Setiap Pohon/Tahun Menurut Umur Tanaman
Umur
Tanaman Jenis Pupuk
Urea (gr) SP (gr) KCL (gr) Pupuk Kandang
1 tahun
tahun
tahun
tahun 220
435
870
110 175
175
260
283 -
110
220
230 20
30
30
30
Pemanenan
Jambu mete mulai berbunga pada umur 2 tahun dan menghasilkan buah pada umur 3 tahun. Tanaman jambu mete biasanya berbunga pada bulan Juni-Juli dan berbuah pada bulan Juli-Agustus, sedangkan waktu pemanenan biasanya dimulai pada builan Oktober dengan waktu yang tidak bersamaan. Waktu pemanenan ditandai dengan buahnya harum dengan warna yang merah., kuning atau jingga sesuai dengan jenisnya. Cara pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yakni secara lelesan dan selektif (Setiawan, 1993).
Penanganan Pasca Panen
Penanganan pasca panen buah mete meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Pemisahan buah dari tangkai
Biji mette harus dipisahkan dari buah semunya, pemisahannya cukup dengan cara dipuntir kemudian buah semu dn biji mete ditaruh ditempat terpisah.
Sortasi dan Grading biji mete
Biji-biji mete yang telah dipisahkan dari buah semunya harus disortasi dan sekaligus dilakukan grading baik secara manual maupun mekanis. Biji mete dapat disortir menurut ukuran yang ditetapkan dan dibedakan menjadi beberapa golongan, misalnya berukuran rata-rata 13-15 mm, 15-17 mm, 17-19 mm,dll.
Pengeringan biji mete
Biji mente yang dipetik masih memiliki kadar air 25%. Oleh karena itu, biji mete yang telah dipanen harus segera dikeringkan untuk mempertahankan kualitas biji mete tersebut. Pengeringan biji mete dilakukan dengan cara dijemur dibawah panas matahari hingga mencapai kadar air 5%.
Penyimpanan
Biji mete yang telah dikeringkan disimpan dalam tempat (gudang) penyimpanan. Penyimoanan biji mete dapat dilakukan dengan cara dikemas dalam karung dan mulut karung dibiarkan terbuka (Cahyono, 2001).
Aspek Ekonomis Tanaman Jambu Mete
Tanaman jambu mete memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanaman ini digunakan sebagai bahan makanan, obat-obatan dan sebagai bahan baku industri. Dengan penerapan teknologi buah mete dan bijinya dapat diolah menjadi aneka macam bentuk produk olahan seperti sirup, sari buah, jelly, abon, permen dan sebagainya.
Pendapatan
Menurut Soekartawi (1995) pendapatan usahatani adalah banyaknya hasil produksi fisik yang diperoleh petani dan keluarganya dari satu kesatuan faktor produksi dilahan pertanian yang dapat dinilai dengan harga yang berlaku, yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung.
Selisih antara penerimaan usahatani dan pengeluaran total usahatani adalah merupakan pendapatan bersih usahatani. Pengeluaran total (biaya yang dikeluarkan) terdiri dari biaya investasi dan biaya produksi. Biasa investasi meliputi biaya bibit, biaya persiapan lahan, biaya penanaman, biaya sarana produksi misalnya pupuk dan pemeliharaan. Biaya produksi yaitu biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan, biaya panen dan pasca panen, biaya overhead, biaya pengembalian pinjaman, yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut, Soekartawi (1995) :
PD = TR – TC
Dimana, PD = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan
TC = total biaya yang dikeluarkan
Analisis Finansial
Menurut Gray dkk, (2002) proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit. Dalam melakukan evaluasi proyek dikenal 4 macam analisis, yaitu analisis finansial, ekonomi, sosial dan dampak lingkungan, dimana yang membedakan analisis ini adalah pemakainnya yaitu perlakuan terhadap variabel harga (Soekartawi, 1991).
Suat Husnan dan Suwarsono (1991) mengatakan bahwa keberhasilan dari suatu kegiatan pembangunan (proyek) tergantung pada efektifitas dan efesiensi dari pengelolaan sumber daya yang tersedia. Oleh karena itu maka perlu diadakan perhitungan-perhitungan pada sebelum, sedang dan setelah pelaksanaan suatu proyek untuk mengetahui dan menentukan hasil dari berbagaialternatif dengan jalan menghitung biaya dan kemanfaatan (benefit) yang diharapkan dan dapat dihasilkan dari pelaksanaan suatu proyek. Perhitungan-perhitungan inilah yang disebut Evaluasi Proyek (Kadariah, 1978).
Evaluasi proyek biasa dibedakan dalam dua analisis yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Dalam analisis finansial, proyek dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Analisa ini penting artinya dalam memperhitungkan intensif bagi orang-orang yang turut serta dalam mensukseskan pelaksanan proyek.
Dalam analisis ekonomi yang diperhatikan ialah hasil total, atau produktivitas atau keuntungan yang didapat dari suatu sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut (Kadariah et al, 1978).
Dalam melakukan analisis finansial sebelum dilakukan analisis arus tunai
( Cash Flow Analysis) dapat dipakai untuk menghitung besarnya biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani. Analaisis arus uang tunai juga merupakan analisis yang didasarkan atas pembentukan arus uang tunai yaitu selisih antara arus biaya kotor terdiri dari biaya produksi, biaya investasi, biaya transportasi, biaya pemasaran, pajak tanah dan pajak lain ( Soekartawi, 1987).
Menurut Gray dkk. (2002), dalam rangka mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan invesment criteria atau kriteria investasi yaitu: 1) Net PresentValue (NPV), 2) Internal rate or Return (IRR), 3) Net Benefit-Cost Ratio (Nat B/C), 4) Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C), 5) Provitabilitas Ratio (PV/K). Setiap kriteria ini menggunakan perhitungan nilai sekarang (present value) atau arus benefit dan biaya selama umur proyek.
Ketiga kriteria yaitu NPV, IRR dan Net B/C lebih umum dipakai dan dapat dipertanggungjawabkan untuk penggunaan-penggunaan tertentu sedangkan kriteria yaitu Gross B/C dan PV/K tidak dianjurkan dipergunakan di Indonesia karena didasarkan atas salah pengertian tentang sifat dasar biaya, sehingga dapat menyebabkan kekeliruan dalam menyusun urutan peluang investasi. Gross B/C dapat menyebabkan kekeliruan karena peka terhadap angka perbandingan biaya rutin terhadap benefit benefit kotor, dan PV/K dapat menimbulkan pemilihan yang berbeda- beda diamtara berbagai kemungkinan investasi, yang perbedaan biaya antara modal dan biaya rutin tersebut tidak mempunyaiarti ekonomi sama sekali ( Gray C. dkk, 1986 ).
Berdasarkan kriteria tersebut untuk menentukan kelayakan finansial dari usahatani jambu Mente di kecamatan Mollo Utara Kabupaten Internasional FundsAgricultural Development. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
1)
n = Umur ekonomis proyek
Bt = Benefit-sosial kotor pada tahun t
Ct = Biaya sosial kotor pada tahun t
i =Biaya sosial Opportunity cosy of capital, yang ditunjukkan sebagai discount rate
2) IRR= i^'+NPV'/(NPV^'-NPV" ) (I"-I')
i’ = nilai percobaan pertama untuk discount rate (DR)
I’’ = nilai percobaan kedua untuk discount rate (DR)
NPV’ = nilai percobaan pertama untuk NPV
NPV” = nilai percobaan kedua untuk NPV
3)
Net B/C=(∑_(t=1)^n▒(Bt-Ct)/〖(1+i)〗^t ( Bt-Ct>0))/(∑_(t=1)^n▒(Bt-Ct)/〖(1+i)〗^t ( Bt-Ct<0))
tau Net B/C=(∑▒〖 PV positip〗)/(∑▒〖PV Negatif〗)
Dalam evaluasi proyek, suatu proyek dikatakan go (layak) apabila:
NPV ≥ 0
Jika NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar sosial opportunity cost of capital. Jika NPV 0, proyek ditolak artinya ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang diperlukan proyek.
b) IRR ≥ sosial DR maka proyek dikatakan layak, sedangkan IRR sosial DR maka proyek dikatakan tidak layak untuk dilaksanakan.
C) Net B/C ≥ 1 maka proyek dikatakan layak, sedangkan Net B/C 1 maka proyek tidak layak dilaksanakan.
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Jambu mete merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomis, sosial, dan ekologis sehingga sangat strategis untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitasnya melalui suatu pengelolaan yang efisien baik aspek budidaya maupun ekonomi.
Berdasarkan pemikiran tersebut pemerintah telah berupaya mengembangkan tanaman mete ini melalui proyek-proyek perkebunan seperti proyek IFAD (Internasional FundsAgricultural Development). Melalui proyek IFAD ini kecamatan Mollo Utara Kabupaten Internasional FundsAgricultural Developmentpada periode 2000/2001 dijadikan sebagai salah satu lokasi untuk pengembanggan tanaman jambu mete.
Pemerintah sebagai penyelenggara proyek, memberikan bantuan bibit, juga paket kredit berupa pupuk, obat-obatan, peralatan pertanian dan sertifikat tanah pada petani/ kelompok tani. Dengan adanya kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah diharapkan dapat membnatu petani dalam rangka meningkatkan hasil perkebunan jambu mete yang optimal.
Usaha tani jambu mete ini merupakan investasi jangka panjang karena keuntungan yang diperolah petani baru dinikmati setelah beberapa tahun. Namun selama kurun waktu pengusahaannya banyak perubahan yang terjadi seperti perubahan produksi, curah hujan, harga-harga input/ output dan kebijakan moneneter pemerintah. Untuk mengetahui sejauh mana manfaat/ keuntungan selama satu dasawarsa sehubungan ditanamnya sejumlah modal, maka perlu diadakan analisis kelayakan finansial.
Secara ringkas/ salur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut :
Gambar 1 : Kegiatan Proyek Internasional FundsAgricultural Developmen(IFAD) (BPS, Provinsi NTT)
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Mollo Utara Kabupaten TTS dan pengumpulan datanya akan berlangsung pada bulanApril 2011
Metode Penggumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode survey. Dengan caradata yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperolah melalui wawancara langsung dengan responden yang berkaitandengan berpedoman pada daftar pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari instansi yang berhubungan dengan penelitian ini.
Metode Pengambilan Contoh
Metode penentuan lokasi dan pengambilan contoh dilakukan secara bertahap yaitu :
Tahap pertama : penentuan desa contoh secara sengaja yakni Kecamatan Mollo Utara dengan dasar pertimbangan bahwa desa contoh merupakan salah satu lokasi proyekInternasional FundsAgricultural Development (IFAD) untuk pengembangan tanaman jambu mete dan sudah berproduksi.
Tahap kedua : penentuan petani contoh atau responden dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana dengan jumlah responden maksimal 30% dari total populasi yakni 350 orang peserta proyek Internasional FundsAgricultural Development(IFAD). Jadi total responden yaitu 35 orang.
Variabel Pengamatan dan Konsep Pengukuran
Hal-hal yang diamati dan indikator yang diukur dalam penelitian ini adalah :
Kondisi sosial ekonomi dan karekteristik wilayah/petani yaitu keadaan
penduduk dan mata pencarian, keadaan geografis, dan topografis, keadaan iklim dan tanah, tata guna lahan.
Identitas responden meliputi umur (tahun), tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman berusaha tani.
Lahan adalah luas lahan yang digunakan dalam usaha tani jambu mete (proyek dan tanpa proyek), diukur dalam satuan hektar (Ha).
Biaya investasi yaitu biaya yang dikeluarkan pada saat proyek belum menghasilakan atau pada saat tanaman belum berproduks. Meliputi biaya bibit, biaya persiapan lahan, biaya peneneman, biaya pupuk dan peralatan pertanian dikukur dalam rupiah per-tahun (Rp/ Tahun).
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan setelah tanaman menghasilkan. Meliputi biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan, biaya panen dan pasca panen , biaya pengembalian pinjaman diukur dalam rupiah per tahun (Rp/ Tahun).
Biaya Overhead yaitu biaya yang secara tidak langsung dikeluarkan petani diantaranya pajak tanah dihitung 10% dari total biaya.
Populasi tanaman adalah jumlah pohon jambu mete yang sudah atau belum ber produksi.
Curahan tenaga kerja, yaitun total jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk masing-masing kegiatan mulai dari persiapan lahan, penenemen, pemeliharaan, dan panen jambu mete dihitung dalam hari kerja orang (HKO).
Biaya tenaga kerja, jumlah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang dipergunakan pada masing-masing kegiatan mulai dari persiapan lahan, peneneman, pemeliharaan, dan panen jambu mete dihitung dalam rupiah per hari kerja orang (Rp/ HKO).
Produksi yaitu jumlah output yang dihasilkan tanaman mete berupa biji kering (gelondongan) mete yang diukur dalam satuan kilogram (kg)
Harga produksi adalah harga jual biji (gelondongan) mete, diukur berdasarkan atas harga yang berlaku di lokasi penelitian dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg).
Pendapatan yaitu pendapatan dari usahatani jambu mente. Selisih antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran total usahatani diukur dalam rupiah (Rp).
Penerimaan adalah jumlah produksi jambu mente dikalikan dengan harga yang berlaku dilokasi penelitian yang diukur dalam rupiah (Rp).
Semua perhitungan rupiah (harga-harga) dilakukan penyesuaian dengan indeks harga perdagangan menurut tahun dasar tertentu, kemudian dibuat trend harga.
Umur tanaman jambu mente terdiri dari umur teknis dan umur ekonomis.
Model dan Analisis Data
Data yang diperoleh di lapangan di edit, kemudian ditabulasi, setelah itu dianalisis sesuai dengan tujuan yang diingin dicapai dalam penelitian.
Untuk Menjawab Tujuan Pertama
Dengan menggunakan analisis deskriptif, yang didasarkan pada informasi responden dan hasil analisis data.
Untuk Menjawab Tujuan Kedua
Dilakukan estimasi produksi selama umur teknis tanaman. Estimasi dilakukan dengan menggunakan fungsi pangkat. Secara matematik model fungsi tersebut menurut Soekartawi, (1990) adalah sebagai berikut:
Y = a + bx1 + cx12
Dimana:
Y = produksi
X1 = umur tanaman
X12 = kuadrat umur tanaman
a, b, c = merupakan parameter
koefisien a, b, c diperoleh dengan:
a = ( Y – c X2) : n
b =( XY : X2)
c =( n X2Y – ( X2)( Y ) : ( n X4– ( X2)2)
jika X = 0
Berdasarkan fungsi produksi tersebut akan diperoleh hasil estimasi produksi dari setiap umur. Untuk mengetahui pendapatan yang diterima dari usahatani jambu mete analisis pendapatan dengan persamaan:
PD = TR – TC
Dimana, PD = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan
TC = total biaya yang dikeluarkan
Total biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya investasi dan biaya produksi. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisa arus uang tunai kemudian dilanjutkan dengan analisis finansial untuk mengetahui tingkat kelayakan proyek dengan menggunakan kriteria investasi sesuai dengan petunjuk dari Grey (2002) dengan formula sebagai berikut:
1) NPV =
n = Umur ekonomis proyek
Bt = Benefit-sosial kotor pada tahun t
Ct = Biaya sosial kotor pada tahun t
I =Biaya sosial Opportunity cosy of capital, yang ditunjukkan sebagai discount rate
2) IRR= i^'+NPV'/(NPV^'-NPV" ) (I"-I')
i’ = nilai percobaan pertama untuk discount rate (DR)
i’’ = nilai percobaan kedua untuk discount rate (DR)
NPV’ = nilai percobaan pertama untuk NPV
NPV” = nilai percobaan kedua untuk NPV
3)
Net B/C=(∑_(t=1)^n▒(Bt-Ct)/〖(1+i)〗^t ( Bt-Ct>0))/(∑_(t=1)^n▒(Bt-Ct)/〖(1+i)〗^t ( Bt-Ct<0))
atau Net B/C=(∑▒〖 PV positip〗)/(∑▒〖PV Negatif〗)
Bila Net B/C ≥ 1, maka proyek layak diusahakan.
Untuk Menjawab Tujuan ketiga
Menggunakan simulasi terhadap:
Harga
Penurunan harga ini terutama disebab-kan oleh mutu produk yang kurang baik akibat serangan hama/jamur. Harga jual jambu mete di tingkat petani umumnya berkisar antara Rp. 17.500,00 hingga Rp. 22.500,00 per kg. Namun seringkali musim hujan yang terlalu lama menyebabkan kualitas hasil panen menurun, akibatnya harga jual produk di tingkat petani juga turun.
Produksi
Analisis sensitivitas jambu mete di Kecamatan Mollo Utara Kabupaten TTS, terjadi penurunan jumlah produksi disebabkan oleh penurunan produk-tivitas tanaman karena usia tanaman yang semakin tua. Asumsi lain adalah bahwa kondisi selain jumlah produksi dianggap tetap (Ceteris paribus), termasuk jumlah penggunaan input, harga jual produk, dan lain-lain. diperoleh nilai Net B/C kurang dari 1, Perhitungan NPV meng-hasilkan nilai-nilai negatif
DAFTAR PUSTAKA
Adiwilangga. 1982. Ilmu Usahatani. Alumni Bandung
Gray et al. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia. Jakarta
Gray C. dkk. 1986. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia. Jakarta
2002. pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Hananto dan Zulkarnaen. 2004. Penanaman dan Perawatan Pemanenan dan Pasca
Panen Pengolahan Pemasaran Mete. Swisscontac. Ende
Kadariah et al. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta
Patimura Paulus. 2005. Analisis Kelayakan Finansial jambu Mente (
Anaccardium occidentale L. ) Di Desa Leleng Kecamatan Sano Nggoang
Kabupaten Manggarai Barat. Skripsi Faperta Undana
Yuni Hudaya. 1995. Analisis Finansial Usahatani jambu Mente Di kecamatan
tanjung Bungan Kabupaten Dati II Flores Timur. Skripsi Faperta Unadana
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH
MELALUI PENDEKATAN AGRIBISNIS
DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI
DI KECAMATAN ROTE BARAT DAYA
KABUPATEN ROTE NDAO
PROPOSAL
OLEH
GANDA R. T. TALLO
0804022563
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya mengandalkan sektor pertanian. Dari kondisi kepemilikan lahan yang sempit ditambah dengan sistem pertanian yang masih mengandalkan input produksi tinggi menyebabkan petani berada dalam lingkaran kemiskinan yang tidak putus-putusnya. Petani dengan pendapatan rendah tidak akan mampu menabung, meningkatkan pendidikan dan keterampilan, apalagi meningkatkan investasinya guna meningkatkan produksi.
Dalam keterbatasan yang dilematis tersebut diperlukan jalan keluar yang bijaksana dengan membangun paradigma baru, yaitu sistem pertanian yang berwawasan ekologis, ekonomis dan berkesinambungan, ini sering juga disebut sustainable mix farming atau mix farming. (Cahyan, http://www.dispertanak.pandeglang.go.id/artikel_2008.htm). Pembangunan Pertanian di Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki peran strategis, karena bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, mensejahterakan petani sehingga dapat memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, melakukan pengembangan agribisnis dalam mendorong peningkatan pendapatan, dan mengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam agar tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Dari tujuan ini diharapkan bisa menunjang pengembangan usaha pertanian diwilayah ini, termasuk pengembangan usahatani bawang merah sebagai salah satu komuditas unggulan di NTT.
Bawang merah merupakan tanaman hortikultura yang banyak dibutuhkan terutama dalam peranannya sebagai penambah citarasa makanan dan sebagai bumbu masak berbagai macam makanan, selain itu bawang merah juga sering digunakan sebagai obat – obatan untuk penyakit tertentu seperti maag dan masuk angin. Hal ini harus didukung oleh faktor seperti, ketersediaan sarana produksi pertanian, kegiatan usahatani bawang merah itu sendiri, kegiatan pengolahan dan distribusi, maupun hasil olahannya. Selain itu petani perlu mengevaluasi arus pendapatan tunai dari petaninya serta kemampuan mereka melihat peluang dan tantangan dari usaha tersebut.
Tanaman bawang merah mempunyai nilai ekonomis yang dapat memberikan pendapatan kepada petani yang mengusahakannya. Namun harga bawang merah tidak stabil tetapi petani tetap mengusahakannya. Untuk meningkatkan pendapatan petani maka perlu dilakukannya pengembangan melalui pendekatan agribisnis dalam usahatani bawang merah ini.
Usahatani bawang merah merupakan salah satu jenis usahatani yang dapat dikembangkan dengan pendekatan agribisnis. Kecamatan Rote Barat Daya merupakan salah satu daerah sentral produksi bawang merah, pada Tahun 2008 total produksi bawang merah adalah sebesar 2.544 Ton dengan luas lahan 149 Ha. Dari semua desa yang mengusahakan bawang merah di Kecamatan tersebut, Desa Dolasi dan Desa Oelasin merupakan daerah penghasil bawang merah. Pada Tahun 2008 di Desa Dolasi luas panen bawang merah 15 Ha dengan produksi 320 Ton dan Desa Oelasin luas panen 20 Ha dengan produksi sebanyak 320 Ton. (Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Rote Ndao, 2008)
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu diadakan penelitian untuk menjawab permasalahan di atas dengan judul “PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH MELALUI PENDEKATAN AGRIBISNIS DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DI KECAMATAN ROTE BARAT DAYA KABUPATEN ROTE NDAO”
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dirumuskan pokok-pokok masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah profil agribisnis usahatani bawang merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao?
Berapakan besar pendapatan yang diperoleh dari usahatani bawang merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao?
Berapa besar kontribusi usahatani bawang merah terhadap pendapatan usahatani?
Berapa besar keuntungan relatif yang diterima dari usahatani bawang merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao?
Bagaimana peluang dan tantangan pengembangan usahatani bawang merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao?
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengetahui potensi sumberdaya dan sarana penunjang dalam pengembangan bawang merah melalui pendekatan agribisnis di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao,
Mengetahui dan menganalisis besarnya pendapatan dari usahatani bawang merah,
Mengetahui besarnya kontribusi usahatani bawang merah terhadap pendapatan usahatani di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao,
Mengetahui besarnya keuntungan relatif yang diterima dari usahatani bawang merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao,
Mengidentifikasi dan menganalisis peluang dan tantangan dalam pengembangan usahatani bawang merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan informasi bagi:
Masyarakat/ petani, untuk pengembangan usaha khususnya dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatannya,
Pemerintah, dalam rangka menyusun strategi alternatif kebijakan guna pengembangan usahatani bawang merah melalui pendekatan agribisnis, khususnya di Kecamatan Rote Barat Daya dan Kabupaten Rote Ndao pada umumnya,
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) baik sebagai bahan pembanding atau pelengkap bagi pengkajian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Rujukan Penelitian
Adul (2001) dalam penelitiannya tentang Analisis Kontribusi Pendapatan Usahatani Bawang Merah Terhadap Total Pendapatan Usahatani di Lahan Sawah Reok Kabupaten Manggarai mengatakan bahwa usahatani bawang merah yang dilakukan masih tergolong usahatani tradisional dengan pola pergiliran tanaman bawang merah dengan tanaman padi serta sistem pertanaman monokultur yang diusahakan selama dua musim. Hasil Penelitian menunjukan bahwa pendapatan usahatani bawang merah pada musim tanam pertama (April-Juli) pada tahun 1999/ 2000 adalah Rp. 189.911,149 dengan rata-rata/ are sebesar Rp. 84.495 dan pendsapatan musim tanam kedua (Agustus-November) adalah Rp. 225.926,428 dengan rata-rata/ are sebesar Rp. 66.179,4. Harga jula bawang merah yang berlaku di tingkat petani pada musim tanam pertama berkisar antara Rp. 2.000 – Rp. 2.500/ kg dan pada musim tanam kedua berkisar antara Rp. 1.000 – Rp. 1.500/ kg.
Nahak (2001) dalam penelitiannya tentang Analisis Pendapatan Pola Tanam Beragam Pada Lokasi Kegiatan Pengembangan Pertanian Terpadu di Kecamatan Malaka Tengah Kabupeten Belu, menyimpulkan bahwa pola usahatani yang dijalankan oleh petani contoh di Kecamatan Malaka Tengah adalah pola tanam ganda, yaitu :
Tabel 1. Pola Tanam Beragam Pada Lokasi Penelitian Pertanian Terpadu di Kecamatan Mala Tengah
Pola Tanam Jenis Tanaman
I Jeruk+Jagung+Ubi kayu+Kacang hijau
II Mangga+Jagung+Ubi kayu+Kacang hijau
Sedangkan pendapatan petani contoh rata-rata per pola adalah : untuk pola tanam I dengan Pendapatan rata-rata per petani contoh adalah sebesar Rp. 1.281.907 per tahun. Sedangkan pola tanam II dengan pendapatan rata-rata per petani contoh sebesar Rp. 1.256.899 per tahu.
Suki (2002) meneliti tentang Usahatani Bawang Merah Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Rote Timur Kabupaten Rote Ndao, menyatakan bahwa rata-rata pendapatan petani usahatani bawang merah di Kecamatan Rote Timur pada Tahun 2001 adalah Rp. 1.161.684,03 per tahun atau 830.842,02 per petani per panen. Kontribusi usahatani bawang terhadap total pendapatan rumah tangga petani responden adalah 40,36 %. Secara ekonomis usahatani bawang merah yang dijalankan oleh petani responden di Kecamatan Rote Timur tahun 2001 menguntungkan, karena berdasarkan analisis diperoleh nilai R/C rasio lebih besar 1 yaitu sebesar 1,48.
Selanjutnya Manafe (2003) dalam penelitiannya tentang Kajian Ekonomi Usahatani Kangkung di Desa Nunkurus Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang menunjukan rata-rata pendapatan kangkung sebesar Rp. 8.200.511,844. Secara ekonomi menguntungkan dengan nilai R/C ratio sebesar 4,94 sedangkan kontribusi usahatani kangkung terhadap pendapatan sebesar 69,09 %.
Pandie (2008), dalam penelitian tengtang Kajian Pola Bagi Hasil Pada Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao menunjukan bahwa produksi bawang merah tahun 2006 sebesar 195 ton dengan rata-rata produksi 68.800 kwintal sedangkan jumlah keseluruhan rumah tangga yang mengusahakan bawang merah sebanyak 4.520 rumah tangga dari total rumah tangga petani 4.628. Luas lahan pola bagi hasil bawang merah di Kecamatan Rote Barat Daya adalah 37,8 are diperoleh produksi sebanyak 1.804,66 kg sehingga petani pemilik mendapat 902,33 kg dan petani penyakap mendapat 902,33 kg. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pola bagi hasil adalah kelebihan modal usahatani bawang merah, kurang tenaga kerja, memiliki lahan usahatani yang luas, kekurangan modal usahatani, kelebihan tenagakerja, tidak ada lahan usahatani bawang merah dan lebih suka bagi hasil.
Landasan Teori
Konsep Usaha Tani
Murbayanto (1994), menyatakan bahwa usahatani merupakan himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat ditempat yang dibutuhkan untuk produksi pertanian. Mosher (1945) menyatakan bahwa usahatani adalah sebagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah keluarga tani atau badan lainnya bercocok tanam. Sedangkan usahatani menurut Soeharjo dan Patong (1978) adalah organisasi dari keempat faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan) yang ditujukan untuk memperoleh produksi di lapangan pertanian.
Usahatani pada hakekatnya adalah menjalankan sebuah perusahaan pertanian, karena tujuan petani bersifak ekonomis dalam memproduksi hasil-hasil pertanian, baik hasil itu untuk dijual maupun dikonsumsi sendiri. Dengan demikian maka setiap petani harus memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh dari usahataninya (Mosher, 1987).
Coen, Haverkort, dan Waters (1992) mengemukakan usahatani bukanlah sekedar kumpulan tanaman dan hewan, dimana orang bisa memberikan input apasaja dan kemudian mengharapakan hasil langsung. Namun usahatani merupakan suatu jalinan yang kompleks yang terdiri dari : tanah, tumbuhan, hewan, peralatan, tenaga kerja,input lain dan pengaruh-pengaruh lingkungan yang dikelolah seseorang yang disebut petani sesuai dengan kemampuan dan aspirasinya. Tohir (1983) menyatakan bahwa usahatani bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani dan pemanfaatan teknologi baru serta memperbaiki organisasi yang mendinamisir hidup petani.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dinyatakan bahwa usahatani itu penting dalam kegiatan pembangunan pertanian, karena usahatani tidak terlepas dari budaya dan sejarah. Hal ini sejalan dengan pendapat (Coen,dkk. 1992) bahwa kegiatan usahatani dalam pembangunan pertanian (misalnya budidaya tanaman, ternak, pengolahan hasil pertanian dan lainnya) dikelola berdasarkan kemampuan fisik, biologis dan sosial ekonomis serta sesuai dengan tujuan, kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki petani.
Usahatani dalam pembangunan pertanian merupakan suatu hal yang penting bagi seorang petani untuk mengambil keputusan dalam berusahatani secara benar. Dalam pengambilan keputusan pengelolaan usahatani tergantung pada ciri-ciri rumah tangga yang bersangkutan, misalnya : jumlah laki-laki/ perempuan; anak-anak; usia; kondisi kesehatan; kemampuan; keinginan; kebutuhan; pengalaman bertani; pengetahuan ketrampilan dan modal yang dimiliki serta hubungan antara anggota rumah tangga. Selain itu, petani dihadapkan pada berbagai prinsip usahatani yaitu : 1) penentuan perkembangan harga; 2) kombinasi beberapa cabang usaha; 3) pemilihan cabang usaha; 4) penentuan cara berproduksi; 5) pembelian sarana produksi yang diperlukan; 6) pemasaran hasil usahatani; 7) pembiayaan usahatani; 8) pengelolaan modal (Makeham dan Malcolm, 1991).
Agribisnis pertanian
Davis dab Goldberg, sebagai pencetus istilah agribisnis, menyatakan istiah agribisnis sebagai berikut “Agribusinnes is the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production activities on the farm, and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made from them” (Saragih, 1998). Berdasarkan pengertian tersebut, Soehadji (1992) mengemukakan bahwa agribisnis pertanian diartikan sebagai semua kegitan di sekor pertanian mulai dari penyediaan peralatan dan input pertanian, proses produksi dan budidaya, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hingga produk tersebut sampai kepada konsumen. Sedangkan agroindustri adalah suatu segmen agribisnis, yaitu kegiatan industri yang mentransformasikan bahan baku dari sektor pertanian menjadi bahan setengah jadi. Dengan kata lain, agribisnis merupakan suatu kegiatan pertanian secara menyeluruh, yang mencakup industri dan distribusi sarana produksi pertanian, kegiatan produksi pertanian itu sendiri, dan kegiatan penyimpanan, pengolahan serta distribusi komuditas pertanian dan beraneka produk olahannya sehingga produk tersebut sampai kepada konsumen.
Biaya-Biaya Usahatani
Biaya-biaya usahatani merupakan pengorbanan untuk memperoleh penerimaan atau pendapatan kotor kecuali bunga yang digunakan, biaya untuk kegiatan pengusaha dan upah tenaga kerja dalam rumah tangga (Hadisapoetra, 1973). Total pengeluaran usahatani merupakan nilai dari semua korbanan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam masa proses produksi (Soekartawi, 1984)
Menurut Soekartawi (1997), biaya-biaya yang dikeluarkan dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tetap dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil produksi.
Penerimaan
Soekartawi (1986), menyatakan bahwa penerimaan usahatani merupakan nilai total produksi dalam jangka waktu tertentu baik dijual maupun di konsumsi rumah tangga petani. Penerimaan meliputi jumlah yang diperoleh dari hasil pertanian, nilai dari usahatani terhadap rumah tangga ataupun untuk makanan ternak yang dinilai berdasarkan harga yang berlaku.
Soekartawi (1995), mendefinisikan penerimaan usahatani adalah perkalian antara produk dan harga jual dengan persamaan matematis :
TRi = Yi . Pyi
Dimana : TRi = Total Revenue
Yi = Yeald Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Pyi = Price (harga) Y
Konsep Pendapatan
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (Net Farm Income). Pendapatan bersih usahatani mengukur pengembalian yang mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau pinjaman yang diinfestasikan ke dalam usahatani (Soekartawi, 1986)
Trajakrawiralaksana dan Soeviatmadja (1983) mengatakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Menurut Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan, secara matematis sebagai berikut :
Pd = TR - TC
Dimana : Pd = Pendapatan
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
Konsep Kontribusi
Pada sistem pertanian dimana sebagai hasilnya lebih dominan untuk konsumsi keluarga, maka petani sebagai pengelolah tidak hanya bergantung pada satu jenis usahatani tapi beragam. Hal ini menurut Mubyarto (1986) bertujuan untuk (1) mendapatkan hasil produk yang optimal, (2) menjamin ketersediaan bahan makanan sepanjang tahun dan mengurangi resiko kegagalan panen. Sedangkan Hernanto (1988) menjelaskan bahwa sebagai pengelolah usahatani yang baik akan berusaha dan berharap agar dapat memperbesar pendapatannya serta memperluas usahanya. Pemahaman akan peranan kontribusi sebagai suatu cabang usahatani memberikan sumbangan pendapatan yang berbeda-beda. Kontribusi adalah sumbangan suatu cabang usaha dalam hal ini usahatani bawang merah terhadap keseluruhan total pendapatan petani. Untuk mengetahui besarnya kontribusi suatu cabang usahatani maka dilakukan analisis presentase dengan menghitung ratio antara pendapatan dari cabang usahatani bawang merah dengan total pendapatan usahatani. Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
x= (pendapatan usahatani bawang merah)/(total pendapatan usahatani) x 100%
Dimana : X = Kontribusi pendapatan dari suatu cabang usahatani terhadap total pendapatan yang diukur dalam persen (%).
Analisi R/C Ratio
Trajakrawiralaksana dan Soeviatmadja (1983) mengatakan bahwa R/C Ratio (Revenue and Cost Ratio) adalah merupakan analisis imbangan penerimaan dan biaya, dan juga identik dengan analisis pendapatan cabang usahatani.
Kriteria yang dipakai untuk mengetahui keuntungan relative dari tujuan kegiatan usahatani adalah kriteria menurut Trajakrawiralaksana dan Soeviatmadja (1983) yaitu :
R⁄C Ratio= (Jumlah penerimaan total)/(Jumlah pengeluaran total)
Dengan Kriteria :
Jika R/C Ratio ‹ 1 = secara ekonomi kegiatan usahatani tersebut tidak mengentungkan.
Jika R/C Ratio = 1 = secara ekonomi kegiatan usahatani tersebut tidak merugikan dan tidak menguntungkan.
Jika R/C Ratio › 1 = secara ekonomi kegiatan ekonomi tersebut menguntungkan.
Analisis Swot
Umar (1999) mengatakan bahwa analisis swot adalah analisis mengenai kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Kesempatan (Opportunities), dan ancaman (Threats). Analisis lingkungan internal perusahaan didekatkan dengan dua pendekatan, yaitu dari sisi kekuatan dan kelemahan serta analisis lingkungan eksternal perusahaan didekati dengan dua pendekatan yaitu sisi peluyang dan ancaman.
Rangkuti (2003) mengatakan bahwa analsis swot adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematika untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan Strengths dan Opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan Weaknesses dan Threats, dimana analisis swot membandingkan antara faktor eksternal yaitu kekuatan dan kelemahan dan faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman.
METODE PENELITIAN
Kerangka Berpikir
Laju pertumbuhan penduduk dewasa ini yang semakin meningkat menyebabkan permintaan akan barang dan jasa juga semakin meningkat. Kenaikan permintaan ini dapat disebabkan oleh karena pertambahan penduduk, pendapatan, dan kegunaan dari barang dan jasa tersebut.
Dalam menjalankan usaha pertanian, seorang petani tidak saja berorientasi produksi, tetapi juga berorientasi profit atau berorietasi agribisnis. Hal ini penting karena dengan berorientasi agribisnis, produk yang dihasilkan diharapkan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Salah satu upaya untuk menjalankan usaha dengan orientasi agribisnis adalah menjalankan usaha melalui pendekatan agribisnis.
Bentuk usaha pertanian yang dapat dilaksanakan dengan pendekatan agribisnis, misalnya di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote adalah usahatani bawang merah. Pada umunya penduduk di Kecamatan tersebut bermata pencaharian sebagai petani. Keberadaan usahatani bawang merah khususnya didukung oleh faktor seperti, ketersediaan ketersediaan sarana produksi pertanian, kegiatan usahatani bawang merah itu sendiri, kegiatan pengolahan dan distribusi, maupun hasil olahannya. Oleh karena itu, wilayah ini memiliki peluang untuk mengembangkan usaha tersebut melalui pendekatan agribisnis. Usaha ini selanjutnya mampu memberikan pendapatan yang lebih berarti bagi petani di daerah tersebut.
Mubiyarto (1994), mengemukakan bahwa tujuan dari usahatani adalah untuk mendapatkan keuntungan dengan prinsip pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Tujuan serupa juga menjadi alasan petani dalam menjalankan usahatani bawang merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao. Adapun keuntungan yang diperoleh, selain memenuhi kebutuhan, juga untuk biaya produksi usaha tersebut selanjutnya. Selain itu, adanya kesadaran untuk mengembangkan usaha melalui pendekatan agribisnis dapat memungkinkan petani untuk menangkap peluang dan menghadapi tantangan dalam menjalankan usaha tersebut.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao pada bulan Januari hingga Maret 2011.
Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap yaitu :
Penentuan desa sampel yang dilakukan secara sengaja (porpusive sampling) yaitu Desa Dolasi dan Desa Oelasin dengan pertimbangan desa tersebut mempunyai areal usaha yang luas dengan luas lahan pada Desa Oelasin 20 Ha dengan produksi sebanyak 320 Ton sedangkan luas lahan Desa Dolasi luas panen bawang merah 15 Ha dengan produksi 320 Ton.
Penentuan responden yang dilakukan secara acak sederhana yaitu dengan mengambil 5 % dari setiap desa dimana untuk Desa Dolasi yang menjadi responden adalah 5 % dari 424 KK yaitu 12 KK, dan Desa Oelasin 5 % dari 519 KK yaitu 25 KK. Total responden yang diambil yaitu 37 KK.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survei. Data yang dikumpulkan terdiri atas dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari petani contoh diperoleh melalui observasi dan wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Sedangkan data skunder diperoleh dari kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini, serta lembaga atau instansi yang berhubungan dengan penelitian.
Data primer meliputi identitas responden (umur, jenis kelamin, pekerjaan, jumlah anggota keluarga) dari usahatani bawang merah; profil usaha; jumlah kepemilikan; faktor produksi yang dimiliki; biaya produksi; serta penerimaan. Sedangkan data sekunder meliputi kondisi umum daerah penelitian (iklim dan faktor-faktornya, topografi, kondisi tanah) dan kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan pengembangan usahatani bawang merah tersebut. Data primer dan sekunder diperlukan untuk menjawab permasalahan serta untuk mencapai tujuan penelitian ini.
Pengamatan dan Konsep Pengukuran
Profil agribisnis usahatani bawang merah adalah gambaran pelaksanaan usahatani bawang merah dalam kerangka agribisnis yang meliputi ketersediaan subsistem sarana produksi pertanian, subsistem produksi dan subsistem pengolahan, penyimpanan/ penampungan dan distribusi atau pemasaran bawang merah, hasil olahan.
Faktor lingkungan usahatani bawang merah adalah semua faktor luar (eksternal), seperti iklim, edafik, biotik, teknologi, ekonomi, financial, sosial budaya dan kebijakan Pemerintah yang berkaitan langsung dengan usahatani bawang merah.
Peluang pengembangan usahatani bawang merah adalah semua variabel yang memberikan kemungkinan untuk meningkatkan skala usahatani bawang merah.
Kendala pengembangan usahatani bawang merah adalah semua faktor baik teknik produksi, lingkungan, financial dan pemasaran yang menyebabkan usahatani bawang merah tidak bisa dilaksanakan atau ditingkatkan skala usahanya.
identitas responden yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan formal dan nonformal.
Luas tanam yaitu luas lahan yang ditanami bawang merah (Ha).
Produksi yaitu jumlah produk tanaman bawang merah yang diperoleh petani dalam satu tahun (Ton)
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani bawang merah meliputi :
Biaya benih (Rp/Kg)
Pupuk (Rp/Kg)
Biaya Pestisida (Rp/Liter)
Biaya tenaga kerja dalam penelitian ini diukur dalam harian (Rp)
Harga bawang merah yaitu harga produk bawang merah tingkat petani (Rp/Kg)
Faktor Internal adalah faktor-faktor kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses) dari dalam usahatani bawang merah di daerah tersebut.
Faktor eksternal adalah faktor-faktor peluang (Opportunities) dan tantangan (threats) yang merupakan faktor yang berasal dari usahatani bawang merah di wilayah tersebut.
Model Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian ditabulasi dan dianalisis berdasarkan tujuan penelitian yaitu :
Untuk menjawab tujuan pertama, dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif, yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang profil agribisnis dari usahatani bawang merah, serta faktor-faktor yang mendukung dan menghambat (peluang dan tantangan) usahatani bawang merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao .
Untuk menjawab tujuan kedua, dilakukan perhitungan pendapatan usahatani bawang merah dengan rumus : Soekartawi (1995) yaitu :
Pd = TR - TC
Dimana : Pd = Pendapatan
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
Untuk menjawab tujuan ketiga, dilakukan perhitungan kontribusi usahatani bawang merah terhadap pendapatan petani dengan rumus : Hernanto (1988).
x= (pendapatan usahatani bawang merah)/(total pendapatan usahatani) x 100%
Dimana : X = Kontribusi pendapatan dari suatu cabang usahatani terhadap total pendapatan yang diukur dalam persen (%).
Untuk menjawab tujuan keempat, dilakukan perhitungan keuntungan relatif yang diperoleh dari usahatani bawang merah dengan rumus : Trajakrawiralaksana dan Soeviatmadja (1983) yaitu :
R⁄C Ratio= (Jumlah penerimaan total)/(Jumlah pengeluaran total)
Dengan Kriteria :
Jika R/C Ratio ‹ 1 = secara ekonomi kegiatan usahatani tersebut tidak menguntungkan.
Jika R/C Ratio = 1 = secara ekonomi kegiatan usahatani tersebut tidak merugikan dan tidak menguntungkan.
Jika R/C Ratio › 1 = secara ekonomi kegiatan ekonomi tersebut menguntungkan.
Untuk menjawab tujuan kelima, dianalisis dengan alat analisis SWOT yaitu suatu analisis mengenai faktor Internal usaha berupa kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), dan faktor eksternal usaha berupa peluang (Opportunities) dan tantangan (Threats). Analisis SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi peluang dan tantangan serta merumuskan strategi-strategi dalam menjalankan usahatani bawang merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao. Analisis tersebut dibuat sesuai petunjuk Rangkuti (2003) dengan model matriks berikut ini.
IFAS
EFAS Strengths (S) Weaknesses (W)
Opportunities (O) Strategi (S-O) Strategi (W-O)
Threats (T) Strategi (S-T) Strategi (W-T)
Sumber : Rangkuti, F.,2003
Keterangan : IFAS = Internal Strategic Factors Analysis Summary
EFAS = External Strategic Factors Analysis Summary
DAFTAR PUSTAKA
Ajul, Y.E.2001. Analisis Kontribusi Pendapatan Usahatani Bawang Merah Terhadap Total Pendapatan Usahatani di Lahan Sawah Reok Kabupaten Manggarai. Skripsi Fakultas Pertanian Undana. Kupang
Cahyan, http://www.dispertanak.pandeglang.go.id/artikel_2008.htm
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Rote Ndao, 2008
Hernanto F. 1988. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.
Nahak, 2001. Analisis Pendapatan Pola Tanam Beragam Lokasi Kegiatan Pembangunan Pertanian Terpadu di Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Belu. Skripsi Fakultas Pertanian Undana. Kupang
Manafe, 2003. Kajian Ekonomi Usahatani Kangkung di Desa Nunkurus Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Skripsi Fakultas Pertanian Undana. Kupang
Makeham, J. P dan R. L. Malcolm, 1991. Manajemen Usahatani Daerah Tropis. Penerbit LP3ES, Jakarta.
Mosher, A. T., 1985. Membangun dan Menggerakan Pertanian, Penerbit CV. Yasaguna, Jakarta.
Mubyarto, 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit LP3ES, Jakarta.
Mubyarto, 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. Kanisius. Jakarta.
Pandie D.B.J, 2008. Kajian Pola Bagi Hasil Pada Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote Ndao. Skripsi Fakultas Pertanian Undana. Kupang
Rangkuti, F., 2003. Analisis SWOT Teknik Pembedahan Kasus Bisnis. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suki J.P.2002. Kontribusi Usahatani Bawang Merah Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Rote Timur Kabupaten Rote Ndao. Skripsi Fakultas Pertanian Undana. Kupang
Saragih, B., 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan. Kumpulan Pemikiran. Penerbit PSP-LP, IPB, Bogor.
Soeharjo A., dan Patong, 1978. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Cetakan II. Penerbit Lembaga Penelitian Universitas Hassanuddin, Sulawesi Selatan.
Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan, Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
Soekartiwi. 1997. Agribisnis dan Teori Aplikasinya. Raja Grafindo. Jakarta
Soekartiwi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian Bogor.
Soekartiwi. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI. Press Jakarta.
Soekartiwi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI. Press Jakarta.
Soekartiwi. 1995. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI. Press Jakarta.
Tohir, A. K. ,1983. Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani Indonesia. Bagian I. Penerbit PT Bina Aksara, Jakarta.
Trajakwiralaksana A. dan Soeviatmadja H.M.C, 1983. Usahatani, Departemen P dan K, Disdasmen, Dikmenjer, Jakarta.
Umar, H. 1999. Metodelogi Penelitian Aplikasi & Pemasaran. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
PERFORMANCE AGROINDUSTRI KRIPIK PISANG MANI
(Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga “Valentine”)
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
MAXIMUS A. W. TETI
0804022585
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan sub sektor peternakan sebagai bagian integral dari pembangunan pertanian perlu dilaksanakan dengan pendekatan agribisnis. Hal ini penting dilakukan karena melalui pendekatan agribisnis, kegiatan pada sub sektor peternakan dapat memanfaatkan sarana produksi/ sumberdaya yang dimiliki, dapat mendorong timbulnya usaha baru yang memanfaatkan hasil-hasil peternakan, juga dapat meningkatkan peran serta dari lembaga dan jasa penunjang seperti lembaga keuangan, transportasi, penelitian dan pengembangan (litbang).
Pembangunan peternakan di Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki peran strategis, karena bertujuan untuk: 1) meningkatkan kesejahteraan peternak melalui peningkatan kualitas serta produktivitas sumberdaya masyarakat peternak; 2) meningkatkan produksi ternak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; 3) meningkatkan gizi dan kualitas pangan masyarakat melalui diversifikasi pangan hewani asal ternak; 4) melakukan pengembangan agribisnis sebagai alat pemacu pembangunan pertanian dan peternakan untuk mendorong peningkatan pendapatan, perluasan kesempatan kerja dan berusaha di pedesaan; 5) mengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan produksi peternak dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Penetapan tujuan ini diharapkan bias menunjang pengembangan usaha peternakan di wilayah ini, termasuk usaha pengembangan sapi sebagai salah satu komuditas unggulan NTT (Badan Agribisnis, 1994.)
Dalam kaitannya dengan pengembangan usaha peternakan melalui pendekatan agribisnis ada empat komponen yang perlu diperhatikan , yaitu : 1) peternak sebagai subyek; 2) ternak sebagai obyek, yang perlu dijaga kesehatannya supaya produksi dan produktivitasnya dapat ditingkatkan; 3) lahan serta lingkungan sebagai basis ekologi penyediaan pakan dan lingkungan budidaya harus dioptimalkan penggunaannya supaya dapat dipakai secara berkelanjutan; 4) ilmu pengetahuan dan teknologi harus dipakai sebagai alat untuk memperbaiki cara dan metode yang praktis, dan dapat menguntungkan dalam segi ekonomi. Kesemuanya itu merupakan industry peternakan (Rahadi dan Hartono, 2003)
Dengan pendekatan agribisnis, pengembangan usaha ternak sapi dapat mendorong timbulnya usaha baru baik di sektor hulu maupun hilir. Usaha-usaha di sektor hulu, misalnya usaha pengadaan dan distribusi sarana produksi peternak seperti bibit dan bakalan, pakan, obat-obatan dan alat-alat mesin pertanian/ peternakan. Sedangkan sektor hilir dapat memacu timbulnya usaha distribusi, dan pengolahan daging sapi baik dalam bentuk segar, siap masak dan siap santap; serta usaha pengolahan hasil ikutan ternak (kulit, tulang, darah, dan jeroan). Disamping itu usaha ternak sapi dapat diperbaiki dan dikembangkan dengan memberdayakan peran serta lembaga dan jasa penunjang, seperti lembaga keuangan dan perbankan, penelitian dan pengembangan (litbang), transportasi dan komunikasi, dsb.
Selain aspek-aspek di atas, pengembangan usaha peternakan di Kecamatan Alak, Kota Kupang, memiliki peluang dan tantangan. Peluang yang ada antara lain : 1) Kota Kupang yang berpenduduk relatif padat dan daya beli masyarakat yang relatif baik, sehingga dapat dijadikan sebesar pasar potensial bagi ternak sapi dan olahannya; 2) tersedianya sarana prasarana penunjang yang memadai seperti sarana RPH, transportasi, komunikasi dan informasi di Kota Kupang yang dpat diberdayakan pemanfaatannya; 4) adanya agroindustri daging sapi segar siap masak dan siap santap di Kota Kupang; dan 5) adanya minat peternak untuk menjalankan usaha serta dukungan Pemerintah.
Di sisi lain, ada pula tantangan yang dihadapi antara lain : 1) terbatasnya ketersediaan pakan dan air terutama di musim kemarau; 2) meningkatnya permintaan akan daging sehingga meningkatkan pula jumlah pemotongan ternak sapi bahkan termasuk sapi betina produktif. Walaupun demikian, dengan menyadari adanya peluang dan tantangan diatas, usaha tersebut tetap perlu dikembangkan dengan pendekatan agribisnis.
Wilayah Kota Kupang merupakan salah satu daerah yang berpotensi dikembangkannya sub sektor peternakan hal ini dapat terlihat dari luas padang pengembalaan + 732 ha, luas lahan kebun hijauan makanan ternak 55 ha. Data Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang sebagaimana digambarkan pada Tabel 1. Dari Table 1 tersebut dapat diketahui bahwa sejak Tahun 2008 hingga 2009, usaha ternak sapi di Kota Kupang mengalami peningkatan populasi dari 3,758 ekor menjadi 4,032 ekor.
Tabel 1. Perkembangan Populasi Ternak Sapi di Kota Kupang Tahun 2008-2009
No Kecamatan Populasi Ekor
2008 2009
1 Kelapa Lima 635 673
2 Oebobo 200 225
3 Maulafa 983 1,092
4 Alak 1,940 2,042
Jumlah 3,758 4,032
Sumber : Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang
Dewasa ini, dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan, dan pengetahuan akan gizi yang berimbang menyebabkan meningkatnya permintaan pangan sumber protein hewani termasuk permintaan akan daging sapi. Tingginya permintaan akan daging sapi misalnya, dapat dilihat dari pemotongan ternak sapi Tahun 2009 di Kota kupang , diketahui bahwa tingkat pemotongan ternak sapi adalah 8,342 ekor (Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan Kota Kupang, 2009).
Perumusan Masalah
Pemanfaatan ternak sapi sebagai sumber daging/ protein hewani cukup tinggi. Hal tersebut seharusnya didukung oleh berbagai faktor seperti ketersediaan sarana produksi peternakan (sapronak), kegiatan produksi ternak sapi itu sendiri, kegiatan pengolahan dan distribusi ternak, maupun hasil olahannya. Selain itu peternak perlu mengevaluasi arus pendapatan tunai dari peternaknya serta kemampuan mereka untuk melihat peluang dan tantangan dari usaha tersebut. Faktor-faktor tersebut penting untuk mengetahui prospek pengembangan usaha tersebut dengan pendekatan agribisnis.
Adapun masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
Bagaimanakah profil pendapatan agribisnis usaha ternak sapi di Kecamatan Alak ?
Berapakan besar pendapatan yang diperoleh dari ternak sapi di Kecamatan Alak ?
Bagaimana peluang dan tantangan pengembangan usaha ternak sapi di Kecamatan Alak ?
Tujuan Dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengetahui potensi sumberdaya dan sarana penunjang dalam pengembangan ternak sapi melalui pendekatan agribisnis di Kecamatan Alak,
Mengetahui dan menganalisis besarnya pendapatan ternak dari usaha ternak sapi,
Mengidentifikasi dan menganalisis peluang dan tantangan dalam pengembangan usaha ternak sapi di Kecamatan Alak.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan informasi bagi :
Masyarakat/ petani peternak sapi, untuk pengembangan usaha khususnya dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatannya,
Pemerintah, dalam rangka menyusun strategi alternatif kebijakan guna pengembangan usaha ternak sapi melalui pendekatan agribisnis, khususnya di Kecamatan Alak dan Kota Kupang pada umumnya,
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) baik sebagai bahan pembanding atau pelengkap bagi pengkajian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Rujukan Penelitian
Landasan Teoritis
Konsep Usahatani
Murbayanto (1994) menyatakan bahwa usahatani merupakan himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat ditempat yang dibutuhkan untuk produksi pertanian. Mosher (1945) menyatakan bahwa usahatani adalah sebagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah keluarga tani atau badan lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Sedangkan usahatani menurut Soeharjo dan Patong (1978) adalah organisasi dari keempat factor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan) yang ditujukan untuk memperoleh produksi di lapangan pertanian.
Usahatani pada hakekatnya adalah menjalankan sebuah perusahaan pertanian, karena tujuan petani bersifak ekonomis dalam memproduksi hasil-hasil pertanian, baik hasil itu untuk dijual maupun dikonsumsi sendiri. Dengan demikian maka setiap petani harus memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh dari usahataninya (Mosher, 1987).
Coen, Haverkort, dan Waters (1992) mengemukakan usahatani bukanlah sekedar kumpulan tanaman dan hewan, dimana orang bisa memberikan input apasaja dan kemudian mengharapakan hasil langsung. Namun usahatani merupakan suatu jalinan yang kompleks yang terdiri dari : tanah, tumbuhan, hewan, peralatan, tenaga kerja,input lain dan pengaruh-pengaruh lingkungan yang dikelolah seseorang yang disebut petani sesuai dengan kemampuan dan aspirasinya. Tohir (1983) menyatakan bahwa usahatani bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani dan pemanfaatan teknologi baru serta memperbaiki organisasi yang mendinamisir hidup petani.
Berdasarkan beberapa pedapat di atas, maka dapat dinyatakan bahwa usahatani itu penting dalam kegiatan pembangunan pertanian, karena usahatani tidak terlepas dari budaya dan sejarah. Hal ini sejalan dengan pendapat (Coen,dkk. 1992) bahwa kegiatan usahatani dalam pembangunan pertanian (misalnya budidaya tanaman, ternak, pengolahan hasil pertanian dan lainnya) dikelola berdasarkan kemampuan fisik, biologis dan sosial ekonomis serta sesuai dengan tujuan, kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki petani.
Usahatani dalam pembangunan pertanian merupakan suatu hal yang penting bagi seorang petani untuk mengambil keputusan dalam berusahatani secara benar. Dalam pengamblan keputusan pengelolaan usahatani tergantung pada cirri-ciri rumah tangga yang bersangkutan, misalnya : jumlah laki-laki/ perempuan; anak-anak; usia; kondisi kesehatan; kemampuan; keinginan; kebutuhan; pengalaman bertani; pengetahuan ketrampilan dan modal yang dimiliki serta hubungan antara anggota rumah tangga. Selain itu, petani dihadapkan pada berbagai prinsip usahatani yaitu : 1) penentuan perkembangan harga; 2) kombinasi beberapa cabang usaha; 3) pemilihan cabang usaha; 4) penentuan cara berproduksi; 5) pembelian sarana produksi yang diperlukan; 6) pemasaran hasil usahatani; 7) pembiayaan usahatani; 8) pengelolaan modal (Makeham dan Malcolm, 1991).
Sebagaimana dikemukakan di depan bahwa salah satu bentuk usahatani adalah usaha di bidang peternakan. Reksohadiprodjo (1995) mendefinisikan ternak sebagai hewan piaraan, yang kehidupannya yaitu mengenai tempat, perkembangbiakan, serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia serta dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan manusia. Sementara itu, Mosher (1985) menegaskan bahwa ternak merupakan pabrik pertanian sekunder yang penting, karena dapat merubah bahan makanan yang tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia menjadi hasil yang berguna bagi kepentingannya, seperti daging, susu, telur, dan lain-lain. Tohir (1983) menegaskan bahwa di Indonesia ternak berfungsi sebagai alat penabung, sumber daging serta tenaga kerja maupun sebagai pandangan kemasyarakatan.
Petani mengusahakan ternak karena : 1) ternak dapat mengubah hasil tanaman menjadi makanan yang berprotein tinggi, 2) ternak dapat memberikan jalan keluar bagi persoalan kelebihan hasil tanaman, 3) ternak dapat bertahan atau mempertinggi kesuburan tanah, 4) ternak dapat berfungsi sebagai tenaga kerja.
Agribisnis Peternakan
Davis dab Goldberg, sebagai pencetus istilah agribisnis, menyatakan istiah agribisnis sebagai berikut “Agribusinnes is the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production activities on the farm, and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made from them” (Saragih, 1998). Berdasarkan pengertian tersebut, Soehadji (1992) mengemukakan bahwa agribisnis pertanian diartikan sebagai semua kegitan di sekor pertanian (termasuk peternakan) mulai dari penyediaan peralatan dan input pertanian, proses produksi dan budidaya, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hingga produk tersebut sampai kepada konsumen. Sedangkan agroindustri adalah suatu segmen agribisnis, yaitu kegiatan industri yang mentransformasikan bahan baku dari sektor pertanian (peternakan) menjadi bahan setengah jadi. Dengan kata lain, agribisnis merupakan suatu kegiatan pertanian secara menyeluruh, yang mencakup industri dan distribusi sarana produksi pertanian, kegiatan produksi pertanian itu sendiri, dan kegiatan penyimpanan, pengolahan serta distribusi komuditas pertanian dan beraneka produk olahannya sehingga produk tersebut sampai kepada konsumen.
Bedasarkan pengertian ini dapat diketahui bahwa agribisnis peternakan merupakan suatu sistem yang mencakup empat subsistem. Keempat subsistem tersebut adalah : 1) subsistem sarana produksi, yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (bibit, pakan, obat-obatan dan peralatan pelengkap); 2) subsistem produksi yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi peternakan (sapronak) untuk menghasilkan produk primer (daging, susu, dll); 3) subsistem pengolahan, manufaktur dan distribusi, yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah produk primer menjadi produk olahan seperti kornet, sosis dan keju (agroindistri); dan 4) subsistem lembaga dan jasa penunjang, yaitu lembaga yang menyediakan jasa bagi ketiga subsistem peternakan seperti transportasi dan perbankan (Rahardi dan Hartono, 2003). Dengan demikian agribisnis merupakan suatu sistem, sehingga kegiatan pada subsitem tersebut hendaknya selalu berhubungan dan saling menunjang satu sama lainnya.
Untuk sub sektor peternakan, maka potensi pengembangan agroindustri mempunyai peluang besar karena : 1) pembangunan peternakan memiliki kaitan (linkages) yang besar baik ke industri hulu maupun hilir, sehingga dapat, mendorong kegiatan ekonomi peternakan yang lebih besar; 2) menghasilkan produk yang memiliki nilai elastisitas permintaan terhadap pendapatan yang relatif tinggi (komuditi daging, telur dan susu); 3) umumya bersifat resources base (tidak komuditi base), sehingga komuditi peternakan akan berkembang sesuai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di suatu wilayah; 4) input untuk agro industri peternakan pada umunya bersifat renewable sehingga kegiatan usahatani berwawasan lingkungan (Soehardji, 1992). Selanjutnya pada kondisi semacam ini pembangunan peternakan akan dihadapakn pada berbagai tuntutan, antara lain : 1) tuntutan pemanfaatan teknologi peternakan yang semakin meningkat karena tuntutan efisiensi dan standarisasi serta berkembangnya industrilisasi; 2) tuntutan kualitas produk peternakan dan pengamanan konsumen sebagai akibat tuntutan kualitas hidup dan kehidupan yang semakin meningkat; dan 3) tuntutan sistem informasi yang lebih handal antara lain untuk peramalan wabah penyakit, peramalan tingkat produksi dan peramalan cuaca sebagai akibat pembangunan yang semakin komples dan kompetitif.
Dalam hubungannya dengan ternak sapi, maka agribisnis dapat dikemukakan sebagai suatu kegiatan usaha peternakan sapi, yang didukung oleh keberadaan industri dan distribusi sarana produksi peternakan, kegiatan usaha peternakan sapi itu sendiri; maupun kegiatan penyimpanan/ penampungan, pengolahan dan distribusi ternak sapi serta produk olahannya. Adapun sarana produksi peternakan yang dimaksud dalam usaha ternak sapi berupa bibit atau bakalan, pakan dan obat-obatan.
Pengembangan Usaha Ternak Sapi melalui Pendekatan Agribisnis
Usaha ternak sapi yang selama ini dilakukan oleh rakyat perlu dikembangkan melalui pendekatan agribisnis. Pengembangan ternak sapi dengan pendektan agribisnis artinya usaha tersebut hendaknya dapat mencakup keempat subsistem seperti yang dikemukakan oleh Rahardi dan Hartono, 2003 tersebut diatas.
Dalam hubungannya dengan perkembangan usaha ternak sapi masing-masing subsitem tersebut meliputi beberapa aspek berikut. Pada subsistem praproduksi, misalnya, dibutuhkan sarana produksi peternakan (sapronak) berupa bibit/ bakalan sapi, pakan, obat-obatan; sedangkan pada subsistem budidaya meliputi usaha pembibitan, penggemukan atau kombinasi keduanya. Selanjutnya pada subsistem pascaproduksi mencakup pengolahan dan distribusi ternak sapid dan daging serta hasil ikutan lainnya. Untuk subsistem keempat yaitusubsitem jasa penunjang meliputi peranan kelembagaan dan jasa penunjang. Pemberdayaan subsistem ini berkaitan dengan peran sertanya, misalnya dengan pelatihan, bimbingan/ penyuluhan dan bantuan modal serta kebijakan pemerintah untuk mendukung pengembangan usaha tersebut.
Dalam kerangka agribisnis, para pengusaha termasuk pelaku usaha ternak sapi dalam menjalankan usahanya hendaknya tidak berjalan sendiri-sendiri. Artinya kegiatan tersebut perlu melibatkan kerja sama integral dan lintas sektor. Di samping itu, dalam pengembanganya, perlu diketahui profil usaha, pendapatan usaha, peluang dan tantangan usaha serta strategi-strategi untuk mejalankan usaha tersebut.
METODE PENELITIAN
Kerangka Berpikir
Laju pertumbuhan penduduk dewasa ini yang semakin meningkat menyebabkan permintaan akan barang dan jasa juga semakin meningkat. Kenaikan permintaan ini dapat disebabkan oleh karena pertambahan penduduk, pendapatan, dan kegunaan dari barang dan jasa tersebut.
Dalam menjalankan usaha peternakan, sorang peternak tidak saja berorientasi produksi, tetapi juga berorientasi profit atau berorietasi agribisnis. Hal ini penting karena dengan berorientasi agribisnis, produk yang dihasilkan diharapkan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Salah satu upaya untuk menjalankan usaha dengan orientasi agribisnis adalah menjalankan usaha melalui pendekatan agribisnis.
Bentuk usaha peternakan yang dapat dilaksanakan dengan pendekatan agribisnis, misalnya Kecamatan Alak Kota Kupang adalah usaha ternak sapi. Pada umunya penduduk di Kecamatan tersebut bermata pencaharian sebagai petani (pertanian tanaman pangan) sebagai usaha pokok, sedangkan usaha ternak (sapi, ayam, kambing dan babi) sebagai usaha sambilan dengan pola ekstensif tradisional. Dilain pihak keberadaan usaha ternak sapi khususnya didukung oleh ketersediaan saprona seperti sapi bibit/ bakalan, dan padang penggembalaan serta obat-obatan dan faktor produksi seperti tanah, untuk lahan HMT dan tenaga kerja. Oleh karena itu, wilayah ini memiliki peluang untuk mengembangkn usaha tersebut melalui pendekatan agribisnis. Usaha ini selanjutnya mampu memberikan pendapatan yang lebih berarti bagi petani peternak di daerah tersebut.
Mubiyarto (1994), mengemukakan bahwa tujuan dari usahatani adalah untuk mendapatkan keuntungan dengan prinsip pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Tujuan serupa juga menjadi alasan petani peternak dalam menjalankan usaha ternak sapi di Kecamatan Alak. Adapun keuntungan yang diperoleh, selain memenuhi kebutuhan, juga untuk biaya produksi usaha tersebut selanjutnya. Selain itu, adanya kesadaran untuk mengembangkan usaha melalui pendekatan agribisnis dapat memungkinkan petani peternak untuk menangkap peluang dan menghadapi tantangan dalam menjalankan usaha tersebut.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Alak Kota Kupang pada bulan Januari hingga Februari 2011.
Metode Pengambilan Contoh
Metode pengambilan contoh dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah penentuan kecamatan contoh secara purposif/ sengaja berdasarkan kriteria populasi ternak sapi terbanyak dan sebaran peternaknya yang merata.
Tahap kedua adalah penentuan peternak contoh yang dilakukan dengan cara acak sederhana dan diambil sekitar 10% dari populasi peternak sapi di Kecamatan tersebut. Pengambilan contoh demikin dilakukan karena adanya kesamaan/ homogenitas yang tinggi antara petani peternak dalam hal jumlah kepemilikan ternak dan disistem pemeliharaan ternak sapi. Kriteria petani peternak contoh adalah petani peternak yang mempunyai pengalaman berusaha ternak sapi minimal 3 tahun dan pernah menjual ternaknya.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survei. Data yang dikumpulkan terdiri atas dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari petani peternak contoh diperoleh melalui observasi dan wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Sedangkan data skunder diperoleh dari kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini, serta lembaga atau instansi yang berhubungan dengan penelitian.
Data primer meliputi identitas responden (umur, jenis kelamin, pekerjaan, jumlah anggota keluarga) dari usaha ternak sapi; profil usaha; jumlah kepemilikan ternak sapi; faktor produksi yang dimiliki; biaya produksi; serta penerimaan. Sedangkan data sekunder meliputi kondisi umum daerah penelitian (iklim dan faktor-faktornya, topografi, kondisi tanah) dan kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan pengembangan usaha ternak sapi tersebut. Data primer dan sekunder diperlukan untuk menjawab permasalahan serta untuk mencapai tujuan penelitian ini.
Pengamatan dan Konsep Pengukuran
Profil agribisnis usah ternak sapi adalah gambaran pelaksanaan usaha ternak sapi dalam kerangka agribisnis yang meliputi ketersediaan subsitem sarana produksi peternakan (saprona), subsistem produksi (sistem pemeliharaan, tujuan pemeliharaan) dan subsistem pengolahan, penyimpanan/ penampungan dan distribusi atau pemasaran ternak sapi, hasil olahan.
Faktor lingkungan usaha ternak adalah semua faktor luar (eksternal), seperti iklim, edafik, biotik, teknologi, ekonomi, financial, sosial budaya dan kebijakan Pemerintah yang berkaitan langsung dengan usaha ternak sapi.
Peluang pengembangan usaha ternak sapi adalah semua variabel yang memberikan kemungkinan untuk meningkatkan skala usaha ternak sapi.
Kendala pengembangan usaha ternak sapi adalah semua faktor baik teknik produksi, lingkungan, financial dan pemasaran yang menyebabkan usaha ternak sapi tidak bisa dilaksanakan atau ditingkatkan skala usahanya.
Biaya terdiri dari :
Biaya kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang ternak sapi (Rp)
Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bibit sapi (Rp)
Biaya Perawatan/ Kesehatan ternak adalah biaya yang dikeluarkan untuk perawatan (Rp)
Jumlah kepemilikan ternak sapi adalah banyaknya ternak sapi yang dimiliki peternak yang dihitung dalam satuan ternak (ST) dimana untuk anak sapi umur ‹ 1 tahun = 0,25 ST, sapi muda umur 1-2 tahun = 0,50 ST dan sapi dewasa umur › 2 tahun = 1 ST.
Biaya produksi adalah nilai yang dikeluarkan untuk pengadaan faktor-faktor produksi baik faktor produksi tetap maupun faktor produksi variabel/ tidak tetap (Rp).
Biaya tunai adalah semua jenis pengeluaran tunai yang dikeluarkan untuk usaha ternak sapi (Rp).
Penerimaan Tunai adalah hasil penjualan ternak sapi yang langsung berupa uang tunai (Rp).
Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan biaya tunai (Rp)
Faktor Internal adalah faktor-faktor kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses) dari dalam usaha ternak sapi di daerah tersebut.
Faktor eksternal adalah faktor-faktor peluang (Opportunities) dan tantangan (threats) yang merupakan faktor yang berasal dari usaha ternak sapi di wilayah tersebut.
Model Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian ditabulasi dan dianalisis berdasarkan tujuan penelitian yaitu :
Untuk menjawab tujuan pertama, dianalisis dengan pendektan deskriptif kualitatif, yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang profil agribisnis dari usaha ternak sapi, serta faktor-faktor yang mendukung dan menghambat (peluang dan tantangan) usaha ternak sapi di Kecamatan Alak.
Untuk menjawab tujuan kedua, dianalisis dengan menggunakan perhitungan analisis pendapatan tunai secara matematis dapat ditulis.
Pendapatan tunai = Penerimaan tunai – Biaya tunai
Untuk menjawab tujuan ketiga, dianalisis dengan alat analisis SWOT yaitu suatu analisis mengenai faktor Internal usaha berupa kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), dan faktor eksternal usaha berupa peluang (Opportunities) dan tantangan (threats). Analisis SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi peluang dan tantangan serta merumuskan strategi-strategi dalam menjalankan usaha ternak sapi di Kecamatan Alak. Analisis tersebut dibuat sesuai petunjuk Rangkuti (2003) dengan model matriks berikut ini.
IFAS
EFAS Strengths (S) Weaknesses (W)
Opportunities (O) Strategi (S-O) Strategi (W-O)
Threats (T) Strategi (S-T) Strategi (W-T)
Sumber : Rangkuti, F.,2003
Keterangan : IFAS = Internal Strategic Factors Analysis Summary
EFAS = External Strategic Factors Analysis Summary
DAFTAR PUSATAKA
Adjid, D. A., 1998. Bunga Rampai Agribisnis. Kebangkitan, Kemandirian dan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Menuju Abad ke 21. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Azis. A. N., 1993. Agroindustri Sapi Potong. Penerbit Bangkit, Jakarta.
Badan Agribisnis, 1994. Konsep dan Strategi Pengembangan Agribisnis Dalam Pelita VI. Penerbit Departemen Pertanian, Jakarta.
Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan Kota Kupang, 2008 dan 2009. Profil Kota Kupang.
Jafar, H. M., 1994. Pengembangan Kelembagaan Agribisnis dalam Rangka Meningkatkan Citra Petani, Pusat Pengembangan Usaha dan Hubungan Keseimbangan. Penerbit Badan Agribisnis, Jakarta.
Makeham, J. P dan R. L. Malcolm, 1991. Manajemen Usahatani Daerah Tropis. Penerbit LP3ES, Jakarta.
Mubyarto, 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit LP3ES, Jakarta.
Mosher, A. T., 1985. Membangun dan Menggerakan Pertanian, Penerbit CV. Yasaguna, Jakarta.
Rahardi, F., dan Hartono, 2003. Agribisnis Peternakn Edisi Reivisi, Penebar Swadaya, Jakarta.
Rangkuti, F., 2003. Analisis SWOT Teknik Pembedahan Kasus Bisnis. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Reksohardiprodjo, S,. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. Universitas Gajah Mada, Yokyakarta.
Saragih, B., 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan. Kumpulan Pemikiran. Penerbit PSP-LP, IPB, Bogor.
Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan, Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
Soeharjo A., dan Patong, 1978. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Cetakan II. Penerbit Lembaga Penelitian Universitas Hassanuddin, Sulawesi Selatan.
Tohir, A. K. ,1983. Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani Indonesia. Bagian I. Penerbit PT Bina Aksara, Jakarta.
PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI INDUSTRI RUMAH TANGGA
(studi kasus) PADA HOME INDUSTRI TAHU “KOTAK”
DI KELURAHAN BAKUNASE
KECAMATAN OEBOBO
KOTA KUPANG.
Proposal penelitian
O
L
E
H
Joseph ch.bokotei
Nim : 0804022607
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan pertanian yang didalamnya terdapat sub sector perikanan erat kaitannya dengan visi pembangunan kabupaten kupang yaitu terwujudnya masyarakat mandiri yang mampu meningkatkan kesejateraan.untuk itu kegiatan-kegiatan yang berorientasi agribisnis dan pengelolaan berkelanjutan dengan berbasis pada pemberdayaan ekonomi petani atau nelayan di upayakan agar dapat membuat masyarakat menjadi lebih mandiri(Berlian Julviyanti,2004).salah satu produk pertanian yang di olah daan di usahakan dalam dunia agribisnis adalah kacang kedelai.
Usaha dibidang agribisnis adalah usaha yang dimulai dari penyiapan sarana dan prasarana produksi, budidaya, pasca panen, pengolahan sampai dengan pemasarannya.dalam upaya menghadapi era perdagangan bebas dan globalisasi, kegiatan usaha dibidang agribisnis harus dapat dikelola secara efisien baik dalam penggunaan waktu, energi, sumberdaya dan dana yang terbatas sehingga dapat meningkatkan produktivitas serta pendapatan melalui pengolahan usaha tersebut.
Dalam pengelolaan usaha agribisnis yang efisien diperlukan adanya suatu sistem informasi manajemen usaha agribisnis yang cepat, akurat serta ekonomis untuk dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan petani, penyuluh dan pelaku usaha agribisnis guna dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam usaha agroindustri.
Agroindustri merupakan salah satu sub sistem agribisnis yang lingkup kegiatannya mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman atau hewan yang mencakup berbagai distribusi,agroindustri juga merupakan suatu proses peningkatan nilai tambah dan harga jual produk,peningkatan kualiatas ekonomi pedesaan,merangsang produksi pertanian dan peningkatan pendapatan yang bertujuan untuk memperbaiki tingkat kesejateraan petani(Lili Julianti 2004).salah satunya home industri Tahu “kotak” yang menjadi peluang usaha.
Potensi pengembangan home industri rumah tangga yang diusahakan untuk menambah pendapatan keluarga.salah satu home industri rumah tangga yang telah banyak di usahakan di kota kupang dengan menggunakan kacang kedelai dalam kegiatan produksinya adalah rumah tangga TAHU hingga saat ini masih berkelanjutan.di mana industri rumah tangga yang ada juga menghasilkan tempe.industri rumah tangga ini memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan industri baik dalam skala besar,sedang,maupun kecil serta rumah tangga.
Home industri rumah tangga TAHU merupakan salah satu jenis industri rumah tangga penghasil tahu’’kotak’’ yang mempunyai prospek yang baik untuk di kembangkan.karena sesuai survei yang di lakukan pada rumah tangga ini setiap harinya mereka memproduksi kurag lebih 200 kg kedelai untuk di proses menjadi Tahu ‘’kotak’’.dari 200kg itu di hasilkan 1000 potong tahu ‘’kotak’’(25papan) semuanya habis terjual.
Permintaan konsumen akan TAHU ‘’kotak’’ ini semakin meningkat maka,industri rumah tangga ini memiliki peluang untukmeningkatkan produksinya di samping itu juga rumah tangga ini juga mempunyai puluang untuk memproduksi produk lain selain Tahu ‘’kotak’’ dengan menggunakan bahan baku yang sama.sehingga dapat menunjang pengembangan dan kelanjutan home industri rumah tangga TAHU’’kotak’’ini.meskipun pada kenyataannya Tahu yang paling banyak di pesan.
Tahu ‘’kotak’’merupakan makan yang sangat yang sangat di kenal oleh masyarakat dan dewasa ini telah mencapai pasaran yang luas selain harganya yang murah,tahu’’kotak’’juga merupakan sumber protein nabati yang mempunyai kandungan gizi yang seimbang dengan protein hewani,dimana kedelai mengandung 68 gr kalori,7.8 gr protein,4.6 gr lemak,16 gr karbohidrat,124 gr kalsium,63 gr phosphor,0.8 gr zat besi,0.06 mlgr thiamin dan 70 gr air.
Industri rumah tangga TAHU’’kotak’’ saat ini masih dalam proses mengupayakan untuk mengoptimalkan pendapatannya.dalam proses mengoptimalkan pendapatannya industri rumah tangga ini masih memerlukan perhatian khusus pada beberapa aspek kegiatannya,seperti aspek pemasaran terutama dalam pada penentuan saluran distribusi produk dalam rangka perluasan pasar.selain itu juga dalam pembukuan yang masih bersifat sederhana karena di lihat dari sistem akuntansi belum mencerminkan perhitungan secara tepat mengenai biaya-biaya yang harus di perhitungkan dan tanpa memperhatikan kontribusi mengenai biaya produk sampingan terhadap biaya produksi sehingga belum di ketahui secara jelas penentuan harga pokok penjualan,untuk itu perlu di adakan penelitian dengan judul: PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI INDUSTRI RUMAH TANGGA( STUDI KASUS ) PADA HOME INDUSTRI TAHU ’KOTAK’ DI KELURAHAN BAKUNASE KECAMATAN OEBOBO KOTA KUPANG.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dapat di rumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
Bagaimana profil dari industrI TAHU ‘’kotak’’ di Kelurahan Bakunase Kecamatan Oebobo Kota Kupang?
Bagaimana kontribusi produk sampingan terhadap penentuan harga jual pada industri Rumah Tangga TAHU “kotak” di kelurahan Bakunase kecematan oebobo kota kupang.?
1.3 Tujuan Dan Kegunaan
1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian adalah
Mengetahui Profil dari kegiatan industri rumah tangga TAHU “kotak” di Kelurahan bakunase kecamatan oebobo kota kupang.
Mengetahui kontribusi produk sampingan terhadap penentuan harga jual pada industri Rumah Tangga TAHU “kotak” di Kelurahan bakunase kecematan oebobo kota kupang
1.3.2 Kegunaan
Penilitian ini di harapkan dapat berguna bagi:
Perusahaan,sebagai informasi yang dapat membantu dalam usaha pengembangan kegiatan industri rumah tangga TAHU mulai dari proses produksi sampai dengan pemasaran produk.
Pemerintah,sebagai informasi mengenai keadaan industri rumah tangga TAHU sehingga membantu dalam menentukan kebijakan bagi pengembangan dan pembinaan Industri Rumah Tangga.
Pihak –pihak yang terkait lainnya,sebagai informasi dalam melakukan peletian lanjutan mengenai kegiatan industri rumah tangga.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rujukan Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Chrisminingsih(2000,dalam Kaka Mone 2002) tentang pola kegiatan agroindustri tahu untuk mendukung nilai tambah komoditas kedelai di kota kupang,menyatakan bahwa secara ekonomis agroindustri tahu tempe di kelurahan bakunase mencapai tingkat efisiensi,karena penggunaan biaya yang di peroleh dari nilai perbandingan pendapatan kotor dengan total biaya adalah menguntungkan.
Latuan(2001) dalam penelitian tentang analisis laba usaha tahu dengan mengunakan tunggu uap dan tunggu biasa di kota kupang menyatakan bahwa laba yang di peroleh pengusaha tahu berbeda berdasarkan cara pemrosesannya,yang mana proses pengolahan dengan menggunakan tungku uap memberikan labah yang lebih tinggi di bandingkan dengan menggunakan tunggu biasa.
Kaka Mone(2002,dalam Eka haryanai 2004) menyatakan bahwa selain penetapan harga jual yang sama,ada juga pengusaha terutama yang masih baru(± 1 tahu berusaha) yang menetapkan harga jual di bawah harga yang umumnya berlaku di pasar,cara ini di lakukan untuk menarik minat minat?keinginan konsumen untuk membeli produk yang di tawarkan. Namun cara ini tidak dapat dilakukan terus menerus karena pada akhirnya pengusaha akan mengalami kerugian.
2.2 Kajian Teoritis
2.2.1 Konsep Dasar Biaya
Biaya produksi atau operasional dalam sistem industri memainkan peran yang sangat penting, karena ia menciptakan keunggulan kompetitif dalam persaingan antar industri dalam pasar global. Hal ini disebabkan proporsi biaya produksi dapat mencapai sekitar 70% – 90% dari biaya total penjualan secara keseluruhan, sehingga reduksi biaya produksi melalui peningkatan efisiensi akan membuat harga jual yang ditetapkan oleh produsen menjadi lebih kompetitif.
2.2.2 Biaya Produksi
Mulyadi(1999) mendefinisikan biaya sebagai pengorbanan sumber ekonomi,yang di ukur dalam satuan uang,yang telah menjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk ttujuan tertentu.biaya juga di golongkan dalam 2 golongan yaitu biaya langsung dan biaya tak langsung.
2.2.3 Proses Produksi
Proses adalah cara,metode dan teknik bagaimana sumber-sumber(tenaga kerja,bahan baku,dan dana) yang da nadi ubah untuk memperoleh suatu hasil.produksi adalah suatu usaha untuk menambah nilai guna barang dan jasa(Assauri,1998).jadi proses produksi adalah cara,metode dan teknik untuk memperoleh suatu hasil untuk menambah nilai guna barang dan jasa yang dihasilkan dengan menggunakan sumber-sumber yang ada.
2.2.4 Pemasaran
Pemasaran atau tataniaga adalah suatu macam ekonomi yang membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen (Mubyanto,1994).dalam proses pemasaran ini menggunakan beberapa metode distribusi barang hingga pada pelanggang atau konsumen.
Kolter(2000) mendefinisikan pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan mana inifidu atau kelompok memperoleh apa yag mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain.
2.2.5 Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah uasha fisik atau mental yang di keluarkan karyawan untuk mengolah produk dan biasanya berasal dari dalam dan luar keluarga.dalam hubungannya tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tak langsung.
Hernanto(1991) tenaga kerja adalah produk yang sanggup menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.2.6 Diversifikasi Produk
Diversifikasi adalah keputusan untuk mengadakan perluasan barang atau jasa,namun diversifikasi harus didasarkan atas pertimbangan-prtimbangan harapan harga permintaan dan penawaran.oleh karena itu,dalam diversifikasi harus dicari produk yang kenaikan permintaannya paling tinggi.
2.2.7 Produk Sampingan
Produk sampingan adalah satu atau beberapa macam produk yang mempunyai nilai relatif kecil dan dihasilkan secara serempak dengan produk utama yang mempunyai nilai relatif tinggi.dapat di lihat dari produk sampingan yang di hasilkan perusahaan di kelompokan menjadi 3 macam(Supriyono,1997).
Dalam kegiatan industri,metode penetapan biaya produk sampingan yang banyak dipergunakan adalah pendapatan penjualannya dimasukan ke dalam perhitungan rugi laba dan dinyatakan sebagai pendapatan lain atau penambahan nilai pendapatan yang ada atau srbagi pengurangan harga pokok penjualan produk utama atau sebagi pengurangan biaya produksi produk utama.produk sampingan yang biasanya di hasilkan dari kegiatan industri rumah tangga tahu adalah ampas tahu.
2.2.8 Metode Penentuan Harga
Harga adalah ukuran kasar atas cara masyarakat menilai barang dan jasa tertentu.Kolter(2000) mengatakan bahwa kalkulasi harga pokok mempunyai fungsi dan peranan:
1.Sebagai dasar penentuan harga jual,
2.Sebagai alat untuk mengawas efisiensi pemasaran dan mencegah pemborosan.
3.Untuk mencega besarnya rugi laba,
4.Sebagai pegangan dalam memilih cara pemberian produk yang paling efisien.
Tujuan ditetapkan harga jual menurut Rewooldt dkk(1983) adalah
1.Menetapkan harga jual untuk mencapai pengembalian atas investasi
2.Stabilitas harga dan margin
3.Untuk mencegah dan mengatasi persaingan
4.Untuk mencapai laba maksimum.
Penetapan harga jual dalam industri rumah tangga ini menggunakan Penetapan harga cost plus (cost plus pricing) merupakan praktek dimana harga penjualan suatu produk ditetapkan dengan jalan menambahkan prosentase tertentu yang ditetapkan sebelumnya atas biaya produk tersebut.
Harga jual = Harga pokok + Biaya + Laba
METODE PENELITIAN
Kerangka Berpikir
Dalam menjalankan kegiatan pengusaha industri rumah tangga perlu mempunyai kemampuan untuk memahami berbagai aspek kegiatan usaha seperti:
Aspek produksi
Aspek pemasaran
Aspek manajemen
Aspek akuntansi
Industri rumah tangga tahu yang ada di kota kupang merupakan produsen penghasil tahu dengan kapsitas produksi potensial 20 papan/hari,akan tetapi industri rumah tangga ini hanya menghasilkan 1 jenis produk yaitu tahu.untuk itu industri rumah tangga ini berpotensi dalam mengembangkan produk yang akan dihasilkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan yang akan di peroleh dengan memperhatikan penetapan harga jual dan produk yang di hasilkan.
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan di laksanakan pada bulan april 2011 sampai juli 2011 pada industri rumah tangga tahu di kota kupang tepatnya di bakunase.dan pengumpulan data akan diakukan pada bulan april sampai mey 2011.
Metode Pengambilan Sampel
Oleh karena penelitian ini hanya menilai kualitas kerja industri rumah tangga tahu sebagai produsen penghasil tahu di kota kupanh khususnya bakunase yang memiliki kapasitas potensial produksi maka metode yang digunakan adalah metode studi kasus.
Penentuan responden pada penelitian ini adalah sebanyak 3 responnden ,dalam hal ini terdiri dari 1 orang pemilik dan 2 orang tenaga kerja pada industri rumah tangga tersebut.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang di gunakan adalah metode survei dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah di sediakan(data primer).serta data sekunder yaitu dari pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini atau instansi yang terkait.seperti Badan Pusat Statistik NTT.
Pengamatan Dan Konsep Pengukuran
Hal-hal yang di amati dalam penelitian ini adalah:
Identitas respondenbyang meliputi umur dan pendidikan
Sejarah berdirihnya industri rumah tangga tahu
Proses produksi yaitu urutan kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan kedelai menjadi tahu.
Sumber dan asal bahan baku yaitu tempat untuk memperoleh bahan baku
Jumlah bahan baku yaitu total jumlah bahan baku yang di gunakan untuk suatu periode produksi(kg/bulan)
Jumlah bahan penolong adalah asam cuka yang di gunakan untuk satu periode produksi(kg)
Biaya bahan baku adalah sejumlah baiya yang di keluarkan untuk memperoleh bahan baku dalam setiap proses produksi
Biya bahan penolong adalah harga perolehan bahan penolong yang di gunakan dalam setiapmproses produksi.
Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya pekerja yang terlibat dalam proses produksi(org/hari kerja orang)
Biaya tenaga kerja langsung adalah sejumlah biaya yang di keluarkan untuk membayar tenaga yang terlibat langsung dalam proses produksi.
Biaya overhead pabrik adalah semua biaya produksi yang di keluarkan selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung,dalam hal inii biaya air,listrik,bahan bakar dan gaji pekerja tetap di luar produksi.
Jumlah outputyaitu jumlah hasil olahan tahu yang di peroleh dalam proses produksi
Jumlah penjualan,baik produk utama maupun produk sampingan yaitu jumlah keseluruhan produk yang habis terjual.(kg)
Harga jual adalah harga jual tahu yang di tetapkan pengusaha industri rumah tangga.
Diversivikasi produk adalah yaitu jenis produk lain yang dihasilkan oleh industri rumah tangga selain produk utama.
Penerimaan adalah nilai rupiah yang di terima atau di peroleh dari perkalian antara volume penjualan dengan harga jual.
Metode penetapan harga jual adalah cara atau teknik dari pengusaha dalam menentukan besarnya harga jual tahu
Pola pemasaran adalah cara indusri rumah tangga memasarkan produknya.
Model Analisis Data
Data yang di kumpulkan,ditabulasi dan di analisis berdasarkan tujuan yang ingin di capai.untuk menjawab tujuan pertama mengetahui profil dari kegiatan industri rumah tangga TAHU “KOTAK” di bakunase maka di gunakan analisis deskriptif yaitu mulai dari proses penyiapan bahan baku,pengolahan atau proses produksi,struktur organisasi,pemasaran produk dan alat yang di gunakan.
Untuk menjawab tujuan kedua yaitu menetapkan harga jual dengan memperhatikan produk sampingan terhadap biaya produksi atau harga pokok penjualan,dimana penjualan di masukan kedalam perhitungan rugi laba maka di gunakan formulasi umum menurut Rony(1990) sebagai berikut.
Penjualan produk utama ............................................................xxx
Harga pokok penjualan(Rp)
Biaya produksi
Bahan penolong(Rp) xxx
Tenaga kerja(Rp) xxx
Overhead(Rp) xxx +
Total biaya produksi........................................................................xxx
Biaya produksi sebelum di kurangi penjualan
Produk sampingan(Rp).......................xxx
Penjualan produk sampingan(Rp)......xxx -
Harga pokok penjualan produk sampingan utama(Rp).....,....................xxx -
Laba kotor atas penjualan(Rp)...........................................................xxx
Biaya komersial
Biaya pemasaran(Rp)...........xxx
Biaya admi dan umum(Rp)...xxx +
Total biaya komersial.......................................................................xxx -
Laba bersih (Rp)...............................................................................xxx
Keuntungan ini adalah untuk mengurangi biaya produksi,sehingga dapat mengurangi tingkat harga jual.
Sedangkan untuk menghitung biaya produksi dalam penetapan harga jual yaitu:
Biaya Produksi
Biaya bahan baku Rp.xxx
Penolong Rp.xxx
Tenaga kerja langsung Rp.xxx
Overhead Rp.xxx +
Total biaya produksi Rp.xxx
Harga Jual = Harga pokok + biaya + laba
DAFTAR PUSTAKA
Assauri.1998.Buku akuntansi Proses Produksi.Stie.Yogyakarta
Chrisminingsih.2000 .Pola kegiatan agroindustri tahu untuk mendukung nilai tambah komoditas kedelai di kota madya kupang. Hasil Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana.
E.latuan. 2001.Analisis laba usaha Tahu dengan menggunakan tungku uap dan tunggu biasa di kota kupang.skripsi fakultas pertanian univeritas nusa cendana kupang
Hernanto.1991.Buku Akuntansi biaya Tenaga kerja.Stie.Jakarta
Kolter.2000 Penentuan harga jual.dan pemasaran.Jakarta
Mulyadi.1999.Buku Akuntansi Biaya produksi.STIE YPKN.Yogyakarta
Mone kaka,2002,strategi pengusaha dalam pemasaran tempe,tahudi kota kupang.skripsi.fakultas pertanian univeritas nusa cendana kupang.
Rony.1990.Buku Akuntansi Perhitungan laporan rugi laba.Jakarta
Rewooldt dkk.1983 Tujuan penentuan harga.Selemba Empat.Jakarta
Rasyid eka 2004.analisis finansial agroindustri rumah tangga.hasil penelitian fakultas pertanian universitas nusa cendana.
Supriyono,1997.Buku Akuntansi Produk sampingan.Jakarta
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara umum pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan produksi pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas kesempatan kerja dan menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor. Untuk meningkatkan pendapatan di sub sektor pada daerah perlu dipacu produktivitasnya antara lain dapat di tempuh dengan cara penganekaragaman komoditi. Salah satu komoditi yang mempunyai prospek yang cukup baik untuk meningkatkan pendapatan yaitu tanaman jagung.
Jagung merupakan jenis komoditi yang sudah lama dijadikan bahan pangan dalam kehidupan manusia. Nilai ekonomis jagung semakin tinggi karena penggunaannya semakin luas antara lain sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Selain itu, jagung memiliki potensi pasar yang cukup baik, dengan harga pasaran untuk jagung pipilan seharga Rp.3000 per kilo gram dan harga tersebut mudah terjangkau oleh seluruh masyarakat sehingga membuka peluang yang lebih besar terhadap serapan pasar (Rukmana, 1997). Di Indonesia jagung merupakan bahan makanan pokok setelah beras karena mengandung karbohidrat, fosfor dari serat dan juga vitamin A dan mineral. Oleh karena itu, kebutuhan jagung semakin meningkat baik untuk pasar lokal maupun pasar domestik dan internasional.
Dalam peningkatan produksi dan produktivitas jagung, potensi lahan kering yang belum di kelolah menjadi potensi untuk pengembangan jagung seluas 794.564 Ha. Sedangkan Kebutuhan jagung di NTT juga sangat tinggi karena digunakan untuk konsumsi pangan. Tingkat konsumsi jagung masyarakat NTT saat ini baru mencapai rata-rata 71,67 gram/ kapita/hari dibandingkan dengan beras 270,5 gram/ kapita/ hari. Saat ini, produktivitas jagung di NTT mencapai 836.000 ton atau 93 % dari target 900.000 ton, dengan luas lahan yang digunakan sebesar 291.000 hektar. Dalam pencapaian peningkatan produksi jagung, maka pemerintah mengupayakan dukungan kebijakan untuk mendukung pengembangan agribisnis jagung. Kebijakan pemerintah tersebut yaitu yang tertuang dalam buku “pedoman pelaksanaan agribisnis jagung” yakni: (1) mendorong masyarakat mengkonsumsi bahan jagung dan pangan lokal lainnya, menata jaringan pemasaran (tataniaga) jagung dengan memanfaatkan koperasi dan perusahaan pemasaran lainnya, (2) Menjaga kestabilan harga dan pasar hasil jagung sepanjang tahun melalui penetapan harga pembelian jagung oleh pemerintah provinsi, (3). Subsidi, yang diberikan kepada petani dalam megembangkan usahataninya adalah subsidi terhadap sarana produksi maupun harga atau pemasaran hasil, (4). Bantuan dana pembiayaan dan keuangan kepada kelompok masyarakat (Bappeda Propinsi, 2009). Dengan penetapan jagung sebagai salah satu komoditi unggulan dalm pembangunan daerah maka pelaksanaan peningkatan produksi dapat dilakukan dengan strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan nilai tambah dan daya saing (Bappeda Propinsi, 2009).
Kabupaten Alor merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi NTT yang memiliki potensi alam yang baik untuk pengembangan produksi tanaman pangan khususnya jagung. Salah satu wilayahnya yaitu kecamatan Pantar Timur merupakan daerah penghasil jagung di Kabupaten Alor. Oleh karena itu, agar pelaksanaan peningkatan produksi jagung yang diinginkan oleh pemerintah yang dilakukan petani maka perlu dikaji beberapa faktor yang mempengaruhi produksi yang juga mempengaruhi produksi dan juga berakibat terhadap besarnya pendapatan dan keuntungan relatif yang diperoleh petani jagung di Desa Kaleb Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor.
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk:
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani jagung di Desa Kaleb Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor
Mengetahui besarnya pendapatan petani dari usahatani jagung di Desa Kaleb Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor.
Mengetahui besarnya keuntungan relatif yang peroleh petani dari usahatani jagung di Desa Kaleb Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor.
Penelitian ini diharapkan berguna bagi:
Petani jagung dalam rangka mengembangkan usahataninya.
Pemerintah sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan dan merancang kebijakan-kebijakan dalam kaitannya dengan peningkatan produksi dan pendapatan petani jagung di desa tersebut.
TINJAUAN TEORITIS
Rujukan Penelitian Terdahulu
Djamaludin (2003) dalam penelitiannya mengenai analisis ekonomi usahatani jagung di Desa Nunmafo kecamatan Kupang Timur menjelaskan bahwa rata-rata pendapatan usahatani tanaman jagung per petani adalah sebesar Rp. 594.000,30/ Ha. Selanjutnya dikatakan bahwa secara ekonomi usahatani jagung yang diusahakan oleh petani di Desa Nunmafo menguntungkan karena berdasarkan hasil analisis din peroleh nilai R/C ratio lebih besar dari satu yaitu sebesar 1,4285.
Penelitian Tudiansyah (2004) tentang faktor yang berpengaruh terhadap produksi jagung di desa Nubalema kecamatan Adonara Barat menunjukan bahwa total produksi usahatani jagung di Desa tersebut adalah 65,5 % di opengaruhi oleh faktor luas lahan, benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Dan pendapatan usahatani tersebut adalah Rp. 41.026.300,- dengan rata-rata pendapatan usahatani jagung tersebut adalah sebesar Rp. 976.817,- per petani. Serta secara ekonomi usahatani tanaman jagung yang diusahakan oleh petani div Desa Nubalema Kecamatan Adonara Barat menguntungkan karena menurut hasil analisis diperoleh R/C ratio lebih besar dari 1 yaitu 3,842. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani jagung berkisar antara 10 are sampai 200 are, dengan rata-rata luas kepemilikan lahan adalah 69,05 are.
Dari hasil penelitian diatas terlihat bahwa usahatani jagung sangat baik diusahakan. Secara ekonomi selain untuk meningkatkan pendapatan runah tangga petani, jagung juga menguntungkan karena berdasarkan hasil analisis tersebut di perileh nilai R/C Ratio masing-masing lebih dari 1 (≥ 1).
Konsep usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana petani mengalokasikan faktor-faktor produksi yang ia miliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keintungan tertinggi pada waktu tertentu (Soekartawi, 1995). Menurut Mosher (1987) usahatani adalah bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani atau keluarga tani atau badan-badan tertentu bercocok tanam dan memelihara ternak.
Kegiatan produksi dalam usahatani merupakan suatu kegiatan usaha dimana biaya dan penerimaan merupakanhal yang paling terpenting. Disini petani sebagai penegelola segaligus sebagai menejer uasahatani dituntut berpikir secara ekonomis agar ia dapat memperoleh produksi atau putput yang setinggi-tingginya dari usahatani yang ia kelolah (Hernanto, 1993).
Menurut Hernanto (1991) faktor produksi meliputi lahan, tebaga kerja, modal, jumalah tanggungan keluarga dan tingkat teknologi yang menentukan keberhasilan usahatani. Sedangkan faktor-faktor luar yang mempengaruhi usahatani tersebut adalah tersedianya transportasi dan komunikasi, aspek-aspek pemasaran hasil dan bahan-bahan usahatani.
Menurut Hadissaputra (1979) usahatani yang berhasil apabila secara minimal memenuhi syarat sebagai berikut: 1). Usahatani tersebut harus menghasilkan cukup pendapatan untuk membiayai alat-alat yang diperlukan, 2). Usahatani tersebut harus dapat menghasilkan pendapatan untuk mebayar modal yang digunakan dalam usahatani, 3) usaha tersebut harus mampu membayar upah tenaga kerja dan keluarga secara layak.
Faktor Produksi
Disebut faktor produksi karena adanya bersifat mutlak agar produksi dapat berjalan untuk menghasilkan suatu produk. Faktor-faktor produksi antara lain, sebagai berikut:
Tanah atau lahan
Mubyarto (1989) mengatakan bahwa tanah merupakan faktor produksi yang paling penting karena tanah merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana output diperoleh. Hernanto (1991), mendefinisikan tanah sebagai faktor produksi usahatani yang relatif langkah dibandingkan faktor produksi lainnya.
Tenaga kerja
Dalam ilmu ekonomi setiap kegiatan untuk menghasilkan suatu barang atau jasa disebut kerja dan manusia yang melaksanakan pekerjaan tersebut merupakan tenaga kerja, baik sebagai karyawan, usahawan, pegawai, petani, pedagang dan lain-lain (Gilarso, 1993). Mubyarto (1989), mendefinisikan tenaga kerja sebagai daya untuk melakukan suatu usaha, merupakan ikhtiar yang dijalankan untuk memproduksi bbarang-barang. Tohir (1991) juga mendefinisikan tenaga kerja sebagai suatu alat kekuasaan manusia baik sebagai tenaga kerja jasmani maupun rohani yang ditujukan pada usaha produksi.
Ada 3 macam golongan tenaga kerja dalam suatu usahatani yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja mesin, dan tenaga kerja ternak. Menurut Hernanto (1996), tenaga kerja manusia terdiri dari pria dewasa, wanita dewasa dewasa dan anak-anak. Dan adapula faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketrampillan dari tenaga kerja tersebut yaitu umur, pendidikan, pengalaman, tingkat kecukupan, dan tingkat kesehatan.
Modal
Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang berupa hasil pertanian. Modal berdasarkan sifatnya dibagi menjadi modal tetap merupakan modal yang tidak habis dipakai dalam suatu periode produksi (tanah,bangunan, mesin dan investasi) dan modal tidak tetap merupakan modal yang habis terpakai selama periode produksi (bibit, pupuk, obat-obatan dan lain-lain), (Mubyarto, 1989).
Pengelolahan
Pengelolahan usahatani merpakan kemampuan petani dalam menentukan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi yang bermacam-macam seefektif mungkin, sehingga produksi pertanian memberikan hasil yang baik. Dengan demikian pengololahan usahatani bukan hanya memperoleh hasil semaksimal mungkin dari cabang usahatani tetapi juga bagaimana mempertinggi pendapatan (Soehardjo dan Patong, 1979).
Biaya Produksi
Biaya mempunyai peranan penting dalam usahatani dalam pengambilan keputusan suatu usahatani. Hernanto (1993) berpendapat bahwa biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk, termasuk didalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar di dalam maupun luar usahatani. Wasis (1984) mendefinisikan biaya sebagai pengorbanan yang mutlak harus dikeluarkan utuk memperoleh hasil, dimana untuk menghasilkan suatu produk memerlukan alat, bahan, tenaga dan jenis pengorbanan lain yang diukur dengan uang.
Soekarwati (1995) mengklarifikasikan biaya produksi usahatani menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
Biaya tetap (fixed cost) adlah biaya yang tetao dikeluarkan oleh perusahaan yang besarnya tidak tergantung pada volume produksi bahkan pada saat tidak produksipun biaya harus tetap dikeluarkan. Biaya ini meliputi sewa tanah, pajak, biaya alat pertanian dan penyusutan alat pertanian.
Biaya variabel (variabel cost) adalah biaya berubah-ubah untuk menghasilkan produk yang berubah pula. Semakin banyak yang di produksi maka semaki besar pula biaya yang dikeluarkan . Biaya ini meliputi biaya bibit, biaya pupuk, biaya pengolahan tanah dan biaya tenaga kerja.
Penyusutan merupakan salah salah satu unsur biaya, jadi jika lebih besar dari semestinya, akibatnya biaya juga meningkat, harga jualpun tinggi. Menurut Kartasapoetra (1982) menjelaskan bahwa untuk dapat menjelaskan besarnya biaya penyusutan terhadap suatu jenis faktor produksi, diantaranya cangkul, sabit, alat penyemprot rumput maupun hama penyakit maka digunakan metode garis lurus dimana nilai penyusutan adalah harga beli aktiva tetap selama seumur hidup akan memberikan manfaat yang sam sehingga beban penyusutannnya pun sama untuk setiapa periode. Nilai penyusutan juga merupakan harga beli aktiva tetap dikurangi nilai sisa dari aktiva setelah digunakan, biasanya sama dengan nol (0). Secara matematis diformulasikan sebagai berikut :
Yr = (Cv-ER)/(p )
Dimana:
Yr = nilai penyusutan
Cv = harga beli aktiva tetap (Rp)
ER = nilai jasa (biasanya= 0)
P = umur ekonomis (lahan)
Penerimaan
Penerimaaan usahatani meliputi semua hasil yang diperoleh dari usahatani tersebut dikaliakan dengan harga yang berlakuh ditempat tersebut. Menurut Soehardjo dan Patong (1978), penerimaan berwujud dalam 3 hal yaitu: (1) hasil penjualan tanaman, (2) produk yang dikonsumsi petani, dan (3) kenaikan nilai inventaris. Soekarwati (1995) mendefinisikan penerimaan sebagai perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini diformulasikan sebgai berikut:
TRͥͥͥͥᵢ = Y ᵢ. P ᵢ
Dimana;
TR ᵢ = Total penerimaan dari usahatani ᵢ
Y ᵢ = Produksi yang diperoleh dari usahatani ᵢ
Py ᵢ = Harga Y ᵢ
Bila macam tanaman lebih dari satu maka formulasi rumusnya sebagai berikut:
TR = ∑_(ᵢ=1)^n▒〖Y.Py〗
Dimana ; n = jumlah tanaman yang diusahakan
Pendapatan
Menurut Tjakrawiralaksana (1983) pendapatan usahatani merupakan sisa beda daripada penggunaan nilai penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Ada beberapa ukuran dalam menghitung pendapatan usahatani yaitu :
Pendapatan usahatani diperoleh dengan menghitung semua penerimaan dikurangi dengan semua pengeluaran.
Pendapatan keluarga tani diperoleh dari menambah pendapatan tenaga kerja keluarga dengan bunga modal milik sendiri dan nilai sewa.
Pendapatan petani diperoleh dari menambah pendapatan tenaga kerja dengan biaya modal sendiri.
Soekarwati (1995) mengemukakan pebdapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa pwndapatan rumah tangga petani adalah keseluruhan pendapatan petani, tidak saja dari usaha bidang pertanian tapi usaha non pertanian juga. Secara matematis pendapatan usahatani diformmulasiikan sebagai berikut:
Pd = TR - TC
Dimana;
Pd = Pendapatan usahatani
TR = Total revenue (total penerimaan)
TC = Total cost (total biaya)
Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi jagung di Desa Kaleb Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor sebagai berikut:
Luas lahan yang diusahakan, semakin besar lahan yang digunakan maka semakin besar pula produksi yang dihasilkan.
Jumlah benih yang digunakan, apabila semakin banyak benih yang digunakan maka semakin besar pula produksi yang dihasilkan.
Pupuk yang digunakan, apabila semakin besar maka jumlah produksi yang diperoleh semakin tinggi.
Pestisida yang digunakan, apibila semakin tinggi penggunaan pestisida dalam memberantas hama dan penyakit maka semakin besar pula produksi yang dihasilkan.
Tenaga kerja yang digunakan, apabila semakin banyak maka jumlah produksi akan semakin besar pula.
Analisis R/C Ratio
Tjakrawiralaksana dan Soeriadmadja (1983) menyatakan bahwa analisis R/C Ratio merupakan analisis imbangan antara penerimaan dan biaya, yang identik juga dengan analisis dapatan usahatani tersebut. Dalam analisis ini, yang menjadi perhatian unsur biaya adalah modal, sehingga dapat diuji seberapa besar setiap memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Kriteria menurut Tjakrawiralaksana, dkk (1983), secara matematis R/C ratio dapat ditulis sebagai berikut:
RC ratio = TR/TC
Keterangan:
RC ratio = Rasio penerimaan – biaya
TR = Penerimaan total
TC = Biaya total
Dimana:
R/C ≤ 1, berarti secara ekonomi usaha yang dilakukan tidak menguntungkan
R/C = 1, berarti secara ekonomi usaha yang dilakukan tidak mengalami kerugian dan tidak mengalami keuntungan (seimbang)
R/C ≥ 1, berarti secara ekonomi usaha yang dilakukan menguntungkan
Analisis R/C Ratio ini biasanya dipakai untuk mengetahui keuntungan relatif dari suatu rangkaian cabang usahatani, dimana hasil anlisis ini menjadi titik perhatian utamanya adalah unsur biaya yang merupakan unsur modal sehingga dapat diuji seberapa besar nilai rupiah yang dipakai dlam kegiatan usahatani yang bersangkutan yang dapat memberikan sejumlah penerimaan sebagai manfaatnya.
METODE PENELITIAN
Kerangka Berpikir
Usahatani jagung adalah bagaimana petani mengalokasikan faktor-faktor produksi secara maksimal untuk menghasilkan suatu produk dalam menambah pendapatan dan penerimaan petani. Disebut faktor produksi karena merupakan barang input yang digunakan dan juga bersifat mutlak agar produksi dapat dijalankan dan menghasilkan produk. Faktor-faktor produksi seperti lahan alat-alat pertanian tidak akan habis dalam suatu periode usaha sedangkan faktor-faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dapat habis terpakai dalam usaha tersebut seiring dengan perubahan volume produksi. Untuk memiliki faktor-faktor produksi tersebut memerlukan biaya produksi. Biaya produksi tersebut dibagi atas 2 yaitu biaya tetap (fixed cost) yang merupakan biaya yang tetap walaupun volume produksi berubah dan biaya variabel (variabel cost) merupakan biaya yang berubah seiring dengan perubahan volume produksi. Dari keseluruhan biaya tersebut yang merupakan biaya total (total cost).
Untuk mendapatkan pendapatan yang maksimal dalam kegiatan produksi jagung maka ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah lahan, jumlah tenaga kerja, penggunaan benih yang berkualitas, pemupukan dan pestisida. Alat-alat pertanian tidak dimasukan karena alat tersebut tidak mempunyai pengaruh oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan oleh suatu usahatani. Secara garis besar pengaruh tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dalam suatu usaha tani dalam kegiatan bercocok tanam sangat diperlukan lahan. Semakin besar lahan yang dimiliki oleh seorang usahawan maka semakin besar pula produk yang akan dihasilkan dan sebaliknya. Sedangkan besar kecilnya tenaga kerja tergantung pada besar kecilnya lahan yang akan diolah. Tenaga kerja yang dimaksud disini adalah tenaga kerja manusia, hewan dan tenaga kerja mesin (traktor). Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah penggunaan benih, pupuk, dan pemakaian pestisida. Secara keseluruhan apabila faktor-faktor tersebut di curahkan secara efisien maka akan meningkatkan pendapatan petani yang optimum dalam kegiatan usahatani jagung. Untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani jagung, maka dapat digunakan analisis regresi berganda. Dengan memasukan Faktor-faktor produksi kedalam bentuk ini maka akan diketahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor terhadap produksi jagung di Desa Kaleb Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor. Selanjutnnya untuk menghasilkan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani adalah dengan menggunakan analisis pendapatan, yaitu menghitung selisih penerimaan total denga total biaya yang dikeluarkan. Dan untuk mengetahui keuntungan relatif dari setiap pengeluaran usahatani jagung, maka perlu dilakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio). Dari pemikiran tersebut dapat dituangkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa kaleb Kecamatan Pantar Timur, Kabupaten Alor dan waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Desember 2010 sampai bulan Februari 2011.
Penetapan Lokasi dan Penentuan Lokasi
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani di Desa Kaleb Kecamatan Pantar Timur Kabupaten Alor dan yang mengusahakannya adalah 425 KK petani.
Sampel
Sampel penelitian merupakan sebagian yang diambil dari seluruh objek yang diteliti yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi. Penentuan responden dilakukan secara acak sederhana sebanyak 15 % dari total KK petani sehinnga petani yang diambil sebanyak 64 responden.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survei lokasi. Data yang di kumpulkan yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung pada responden yang berpedoman pada daftar pertanyaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi(BPS, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikulturan) yang terkait dengan penelitian ini dan juga dari hasil studi pustaka.
Konseptualisasi dan Pengukuran Variabel
Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini sebagai berikut:
Identitas responden yang meliputi umur, pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga
Luas lahan yang diusahakan selama musim tanam (are)
Jumlah input yang digunakan meliputi benih (kg), pupuk (Kg), pestisida (ltr) dan tenaga kerja (HKO)
Biaya produksi yang merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam periode musim tanam tersebut yang meliputi, benih, pupuk, pestisisda, tenaga kerja dan biaya traktor yang diukur dalam rupiah
Curahan tenaga kerja yang diguanakan dalam usaha tersebut dalam musim tanam
Produksi yaitu produksi yang diperoleh petani dalam periode musim tanam tersebut (kg)
Harga yaitu harga jagung yang berlakuh ditingkat petani
Harga pupuk yaitu harga pembelian yang dipakai selama satu periode musim tanam (kg).
Harga pestisida yaitu harga pembelian pestisida yang dipakai selama musim tanam (Rp)
Penerimaan merupakan nilai produk otal usahatani jagung dalam jumlah tertentu yang dijual, yang diperoleh dari jumlah skeseluruhan dikalikan dengan harga yang berlakuh di tingkat petani selama tahun 2010-2011 (Rp)
Pendapatan yaitu selisih total penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan dalam usahatani jagung (Rp).
Model Analisis Data
Data yang telah dikumpulakan ditabulasi dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian ini:
Untuk menjawab tujuan pertama maka digunakan analisis regeresi berganda, dengan formulasi sebagai berikut: (Gasperz, 1999; Supranto, 1983)
Y = a + b₁X₁ + b ₂ X ₂ + b₃ X₃ + b₄ X₄ + b₅ X₅
Dimana:
Y = produksi usahatani jagung (Kg)
a = konstanta
b₁ = koefesien regresi luas lahan
b ₂ = koefesien regresi benih
b₃ = koefesien regresi pupuk
b₄ = koefesien regresi pestisida
b₅ = koefesien regresi tenaga kerja
X₁ = luas lahan (are)
X ₂ = benih (kg)
X₃ = pupuk (kg)
X₄ = pestisida (liter)
X₅ = tenaga kerja (HKO)
Untuk menguji keberartian signifikansi dari masing-masing koefesien regresi, maka dilakukan uji “t” dari estimasi yang ada pada formulasi:
t = bi/Sbi
Dengan bentuk estimasi dan kaidah pengujiannya adalah :
H0 : b1 = 0
H1 : b1 ǂǂ 0
Dimana kriteria uji “t” adalah
Bila thitung ≤ maka terma H¬0 artinnya faktor Xi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung (Y).
Bila thitung > ttabel maka tolak H0 (terima H1) artinya faktor X1 berpengaruh nyata terhadap produksi jagung (Y).
Untuk mengetahui besarnya proporsi sumbangan variabel X terhadap variasi naik turunnya variabel Y secara bersama-sama maka perlu dicari R² (koefesien determinasi) dengan formalasi:
R² = (jumlah Kuadrat Regresi)/█(Jumlah kuadrat total@)
Dan untuk menguji signifikansi koefesien regresi secara keseluruhan di gunakan kriteria uji F dengan formulasi:
F = (rata-rata kuadarat regresi)/(rata-rata kuadrat residu)
Dengan bentuk hipotesis dan kaidah pengambian keputusannya adalah:
Bila Fhitung > Ftabel maka tolak H0 (terima H1) artinya minimal ada pengaruh yang nyata dari salah satu faktor (Xi¬) terhadap produksi jagung (Y).
Untuk menghitung besarnya pendapatan usahatani jagung dengan menggunakan analisis pendapatan yaitu menghtutng selisih dari penerimaan total dengan total biaya, yang secara matematis sesuai pernyataan Soekarwati (1995) sebagai berikut:
Pd = TR – TC
Dimana:
Pd = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan ( total revenue)
TC = total biaya (total cost)
Dari persamaan diatas maka dapat dijabarkan menjadi:
Pd = Py. Y – ( Px1 . X1 + ......... + Pxn . Xn)
Dimana:
Py = harga produk
Y = jumlah produksi
Px1....Pxn = harga input ke-1....n
X1.......Xn = jumlah input ke-1....n
Untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani jagung digunakan analisis R/C Ratio sesuai dengan pernyataan Tjakrawiralaksana, dkk (1983) yang di formulasikan sengai berikut:
R/C Ratio =TR/TC
Keterangan :
R/C Ratio = rasio penerimaan – biaya
TR = penerimaaan total
TC = biaya total
Dimana:
R/C ≤ 1, berarti usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan sehingga tidak layak diusahakan
R/C = 1, berarti usahatani yang dilakukan tidak merugikan dan tidak menguntungkan (seimbang)
R/C ≥ 1, berarti usahatani yang dilakukan menguntungkan sehingga usahatani tersebut layak diusahakan.
PROPOSAL PENELITIAN
ANALISIS KONTRIBUSI USAHATANI RUMPUT LAUT TERHADAP PENDAPATAN PETANI RUMPUT LAUT
DI DESA TABLOLONG KECAMATAN KUPANG BARAT
KABUPATEN KUPANG
TAHUN 2010
OLEH
RAYMOND A. BALE DOTO
0804022589
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja, dan pendapatan penduduk. Sumber daya kelautan tersebut mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas penawaran yang kompetitif. Di sisi lain, kebutuhan pasar sangat besar karena kecenderungan permintaan pasar global yang terus meningkat. Untuk memenuhi hal tersebut maka akselerasi pembangunan kelautan merupakan sebuah jawaban yang tepat.
Propinsi Nusa Tenggara Timur menyimpan potensi sumber daya kelautan, baik hayati ataupun non-hayati yang cukup menjanjikan untuk di kelola. Potensi ini bukan hanya menjadi aset lokal namun juga dapat dirasakan manfaatnya secara nasional jika dikelola dan dimanfaatkan dengan arif dan bijaksana. Salah satu komoditas marikultuer yang saat ini sedang dikembangkan dan merupakan salah satu program pengembangan ekonomi pesisir Desa Tablolong saat ini adalah rumput laut (seaweed). Melalui usahatani ini diharapkan dapat merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah akibat meningkatnya pendapatan masyarakat setempat.
Pengembangan tanaman holtikultura merupakan salah satu bagian dari bidang pertanian yang mendapat perhatian cukup serius dan terus dikembangkan sampai saat ini. Pengembangan sektor pertanian yang dilakukan oleh pemerintah selalu mengarahkan dan memperhatikan pengembangan usahatani sesuai dengan kondisi riil masyarakat tani. Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi kehidupan masyarakat tani di pedesaan umumnya bergantung pada potensi daerah tempat mereka bermukim. Tinggi rendahnya pendapatan petani sangat ditentukan oleh luas lahan, tenaga kerja serta keterampilan petani. Pengembangan tanaman holtikultura diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani, peningkatan gizi masyarakat dan menciptakan lapangan kerja.
Budidaya rumput laut sangat menguntungkan karena dalam proses budidayanya tidak banyak menuntut tingkat keterampilan tinggi dan modal yang besar, sehingga dapat dilakukan oleh semua anggota keluarga nelayan termasuk ibu rumah tangga dan anak-anak. Selain itu masa panen atau produksinya relatif singkat jika dibandingkan dengan budidaya laut yang lain misalnya bandeng, udang dan kerang. Pangsa pasar rumput laut juga sangat luas baik dalam ataupun luar negeri. Bahkan untuk tingkat konsumsi (pasar) taraf lokalpun para pembudidaya masih kualahan untuk mencukupinya, belum lagi ditambah permintaan luar negeri yang kian hari semakin meningkat, bahkan bisa dikatakan tidak terbatas.
Usaha budidaya rumput laut di Desa Tablolong tidak banyak kendala. Sebab tidak membutuhkan alat teknologi dalam mengelola usahatani tersebut selain itu juga dalam mengelola tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar dan keahlian khusus dan tenaga kerja yang digunakan tidak terlalu banyak. Budidaya dapat dilakukan dihampir pesisir pantai, namun tergantung pada jenis dan metode budidayanya serta jenis rumput laut yang akan di budidayakan. Dari sisi penerapan teknologi, budidaya rumput laut juga jauh lebih mudah, efisien serta ekonomis dibandingkan teknologi yang digunakan dalam budidaya produk kelautan lainnya.
Perkembangan usaha budidaya rumput laut di desa Tablolong memberikan keuntungan bagi kehidupan masyarakat disekitar lokasi budidaya. Keuntungan yang diperoleh diantaranya adalah kesempatan kerja yang tersedia dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dukungan dari masyarakat sekitar dan nelayan yang beroperasi diperairan sekitar lokasi budidaya sangat diperlukan. Dengan adanya usaha budidaya rumput laut ini dan juga tersedianya potensi pasar yang luas diharapkan mampu menumbuhkan semangat kerja dan semangat berwirausaha masyarakat setempat. (Sumber BPS Pertanian Kabupaten Kupang 2005)
1.2. Perumusan Masalah
Usaha rumput laut merupakan kegiatan utama petani di desa Tablolong sekaligus sebagai sumber pendapatan petani. Dari hasil uraian latar belakang maka permasalahan yang perlu di kaji adalah :
Berapa besar pendapatan petani dari usahatani rumput laut di desa Tablolong?
Berapa besar kontribusi usahatani rumput laut terhadap pendapatan usahatani?
Berapa besar keuntungan relatif yang diterima dari usahatani rumput laut di desa Tablolong?
1.3. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :
Mengetahui besarnya pendapatan petani dari usahatani rumput laut di desa Tablolong
Menghitung besarnya kontribusi usahatani rumput laut terhadap pendapatan usahatani di desa Tablolong
Menganalisis besarnya keuntungan relatif yang diterima dari usahatani rumput laut di desa Tablolong
Sedangkan hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
Petani, sebagai bahan informasi bagi petani rumput laut dalam meningkatkan pengelolaan usahatani rumput laut
Pemerintah dan dinas-dinas terkait, sebagai bahan informasi dalam mengambil kebijakan yang memihak kepada petani rumput laut
Pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini dan sebagai acuan untuk penelitian lebih lan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rujukan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian sinlae (1996), diketahui bahwa rata-rata curahan tenaga kerja pada usahatani cabai dikecamatan kupang timur adalah sebesar 63,39 HKO per are, dengan sumber tenaga kerja keluarga 28,26 HKO per are (44,16 %) dan tenaga kerja luar keluarga 35,73 HKOper are (55,84 %). Besarnya pendapatan yang diterima petani dari usahatani cabai adalah sebesar Rp 6.651.158,4,- per rata-rata luas pemanfaatan (upah tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan), sedangkan bila upah tenaga kerja diperhitungkan maka pendapatan yang diterima petani adalah sebesar Rp 4.553.172,3,-. Dan kontribusi pendapatan usahatani cabai terhadap pendapatan petani dari hortikultura adalah sebesar 92,3 % sedangkan kontribusi pendapatan usahatani cabai terhadap total pendapatan rumah tangga petani adalah sebesar 66,8 % .
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Seran (2003) tentang Kontribusi Usahatani rumput laut Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kecamatan rote tengah Kabupaten rote ndao menunjukkan bahwa besarnya kontribusi usahatani rumput laut terhadap pendapatan rumah tangga petani adalah 48,79 % atau Rp. 753.229,51 sedangkan nilai R/C Ratio usahatani rumput laut sebesar 5,65.
TINJAUAN TEORITIS
2.2.1 Gambaran umum tanaman rumput laut
Rumput laut telah dikenal sejak puluhan atau bahkan ratusan tahun yang lalu di Indonesia maupun di mancanegara. Pada umumnya rumput laut digunakan sebagai bahan makanan dan minuman, namun seiring dengan berkembangnya IPTEK dewasa ini rumput laut dapat di kembangkan dan manfaatkan dalam berbagai macam industri misalnya tekstil, kosmetik, dan industri kefarmasian.
Rumput laut dari jenis algae merah lebih banyak dibudidayakan dibandingkan rumput laut dari jenis algae hijau dan coklat. Untuk algae coklat baru Sargasum yang mendapatkan perhatian, itupun masih sebatas penelitian, sedangkan untuk usaha budidaya sampai saat ini belum dikembangkan. Algae coklat menghasilkan Alginat. Sementara itu rumput laut merah khususnya jenis Eucheuma menghasilkan polisakarida dalam bentuk Agar dan Karagenan. Kedua polisakarida ini banyak dimanfaatkan di berbagai bidang industri. Oleh karena itu mereka mempunyai nilai secara ekonomis cukup tinggi. Dan permintaan pasar dunia akan kedua polisakarida tersebut dari tahun ketahun mengalami peningkatan.
Usaha budidaya rumput laut tidak banyak kendala. Budidaya dapat dilakukan dihampir seluruh perairan laut nusantara, namun tergantung pada jenis dan metode budidayanya serta jenis rumput laut yang akan di budidayakan. Dari sisi penerapan teknologi, budidaya rumput laut juga jauh lebih mudah, efisien serta ekonomis dibandingkan teknologi yang digunakan dalam budidaya produk kelautan lainnya.
Adapun manfaat dan keuntungan membudidayakan rumput laut
Beberapa manfaat secara umum yang dapat diambil dari budi daya rumput laut antara lain adalah :
Merupakan usaha untuk meningkatkan yang sekaligus mempertahankan kelestarian sumber daya hayati laut dan perairan lainnya.
Menciptakan lapangan kerja baru yang bersifat padat karya dan hanya menggunakan teknologi yang sederhana.
Merupakan upaya dalam rangka meningkatkan penghasilan nelayan dan petani ikan, dan upaya mencukupkan kebutuhan masyarakat akan gizi.
Dapat meningkatkan devisa bagi negara.
Keuntungan-keuntungan yang dapat dicapai dalam usaha meningkatkan hasil produksi rumput laut melalui cara budidaya adalah :
1. Dapat mensuplai bahan baku dalam jumlah tertentu dan teratur.
2. Mutu akan lebih baik, karena tidak tercampur dengan jenis rumput laut lain yang tidak dikehendaki, serta tidak juga tercampur dengan benda-benda lain yang mengotori, seperti : batu-batuan, pecahan karang, kulit kerang, atau benda-benda lain sebagai tempat menempelnya rumput laut tersebut. Peningkatan mutu ini dapat juga dilakukan dengan penggunaan bibit unggul pada waktu penanaman.
3. Waktu panen dapat diatur pada saat yang tepat, sehingga kualitas yang dapat diperoleh akan lebih baik.
4. Stok bibit dapat terus dipertahankan.
2.2.2 Usahatani
Soekartawi dan taopan (1990) menyatakan Usahatani adalah suatu kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasi factor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan usaha tani adala produktivitas dari setiap factor yang diusahakan, oleh karena itu yang menjadi pertimbangan dalam penataan keputusan usaha, merupakan hal yang penting dalam usaha tani.
Usahatani merupakan organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditunjukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini dilakukan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial (rivai dalam hermanto, 1989). Sedangkan mosher dalam mubyarto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik, penyakap ataupun maneger yang digaji.
Dari pendapat tersebut, maka usahatani rumput laut di desa Tablolong merupakan usaha yang dilakukan oleh petani yakni pegusahaan tanaman rumput laut dengan menggunakan faktor-faktor produksi yakni lahan (perairan), tenaga kerja, modal dan pengelolaan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan.
2.2.3 Biaya
Menurut karsapoetra dalam manafe (2003), menyatakan biaya produksi adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan penunjang lainnya yang akan didayagunakan agar produk-produk tertentu yang direncanakan dapat terwujud dengan baik.
Menurut Sumodiningrat (1987) menyatakan Biaya adalah pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam usaha untuk mengorganisasikan dan menyelesaikan proses produksi. Termasuk dalam biaya itu adalah dana yang dikeluarkan untuk membeli atau membayar input dan jasa-jasa yang digunakan dalam produksi. Dalam jangka pendek, biaya total terdiri dari biaya tetap misalnnya pajak tanah, penyusutan alat dan bangunan pertanian, pemeliharan pompa air, dan traktor dan biaya variable seperti biaya pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, tenaga kerja, biaya panen dan biaya penolahan tanah. Tetapi dalam jangka panjang, seluruh biaya merupakan biaya variable karena seluruh input juga bisa berubah-ubah.
2.2.4 Pendapatan
Hermanto (1989) menyatakan Pendapatan berarti jumlah penghasilan yang diperoleh dari menjual barang hasil produksi. Atau dengan kata lain, menghargakan produksi dengan suatu harga pasar tertentu (total value product). Harga yang digunakan untuk menilai total produksi tersebut pada bentuk-bentuk pasar yang dihadapi oleh produsen.
Menurut Soekartawi (1995), Pendapatan usahatani adalah Selisih antara penerimaan total dengan biaya total, penerimaan total diperoleh dari harga produk dikali produksi total, sedangkan biaya total yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan selama produksi berlangsung baik biaya tetap maupun biaya variabel. Secara matemati diformulasikan sebagai berikut :
Dimana:
Pd : pendapatan usahatani
TR : penerimaan total
TC : total biaya
2.2.5 R/C ratio
Keberhasilan suatu usahatani dapat diukur dengan analisis antara penerimaan dan biaya (R/C ratio) dengan melihat keuntungan system dari kegiatan usahatani. Analisis ratio memiliki keuntungan yakni sederhana dan mudah dikerjakan, tidak bergantung pada suku bunga yang berlaku. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat dipakai untuk keuntungan sistem dari usahatani yang dikelola secara komersial dimana tingkat suku bunga diperhitungkan dan dalam analisis ini system teknologi tidak diperhitungkan.
Menurut Tjakrawiraksana dan Soeriatmadja dalam Ajul (2001) R/C ratio merupakan analisis imbangan penerimaan dan biaya, yang juga sama dengan analisis pendapatan usahatani. Analisis RC ratio ini dipakai untuk melihat keuntungan system dari suatu kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan system adalah
Persamaannya : R/C ratio = (penerimaan total)/(total biaya)
Kriteria penilaian R/C ratio adlah sebagai berikut :
R/C ratio < 1 artinya secara ekonomi tidak menguntungkan
R/C ratio = 1 artinya secara ekonomi tidak untung dan tidak rugi
R/C ratio > 1 artinya secara ekonomi menguntungkan
2.2.6 Kontribusi
Pada suatu system pertanian dimana sebagian besar hasilnya lebih dominan ditunjukan untuk konsumsi keluarga, maka sebagai petani pengelola tidak hanya cenderung pada satu jenis usahatani tetapi beranekaragam. Hal ini menurut mubyarto (1989), bertujuan untuk: 1). Mendapatkan hasil produksi yang optimal, 2). Menjamin tersediannya bahan makanan sepanjang tahun, 3). Mengurangi resiko kegagalan panen. Untuk itu pemahaman dan peranan kontribusi dari suatu cabang usahatani memberikan gambaran bahwa setiap cabang usaha dalam memberikan sumbangan berbeda-beda. Dengan demikian kontribusi dapat diartikan sebagaisumbangan yaitu nilai yang menunjukan besarnya peranan dalam suatu system.
Untuk mengetahui besarnya kontribusi, soekartawi (1995) memformulasikannya dengan membandingkan besarnya nilai persentase yang diperoleh melalui perhitungan rasio antara pendapatan usahatani cabai dengan total pendapatan hortikultura dengan formulasinya sebagai berikut :
X = (pendapatan usahatani rumput laut)/(total pendapatan usahatani hortikultura) X 100 %
Dimana :
X = kontribusi pendapatan usahatani cabai terhadap total pendapatan usahatani hortikultura yang diukur dalam persen (%).
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Dalam melaksanakan usahatani seorang petani atau manejer selalu berusaha untuk mengalokasikan factor produksi yang dimiliki seefisien mungkin sehingga memperoleh keuntungan yang maximum (profit maximization). Namun dalam prakteknya keuntungan maksimum sulit tercapai karena penggunaan factor produksi (lahan, modal, tenaga kerja) dipengaruhi oleh faktor lain diluar kontrol manusia seperti pengaruh iklim, teknologi, serangan hama dan penyakit dan juga pengaruh harga.
Keberhasilan suatu usahatani bukan pula diukur dengan tersediannya faktor produksi yang memadai yang memiliki petani, namun juga oleh ketrampilan atau manejemen yang didukung oleh penyuluhan dan pelatihan pertanian.
Usahatani rumput laut merupakan suatu kegiatan sebagai sumber untuk meningkatkan pendapatan petani maka produksi optimal dalam usahatani merupakan tujuan utama dengan memperhitungkan hubungan antara input dan output yang dapat menunjang keuntungan yang lebih besar demi pengembangan usaha dan sekaligus sebagai perangsang dalam membangun usaha.
Desa Tablolong merupakan salah satu daerah sentra produksi rumput laut di kecamatan kupang barat. Selain rumput laut petani di daerah ini juga mengusahakan tanaman hortikultura lain yang tentunya dapat memberikan pendapatan kepada petani.
Untuk mengetahui apakah kegiatan usahatani yang dijalankan berhasil atau tidak maka diadakan analisis usahatani. Berdasarkan analisis ekonomi tersebut petani dapat melakukan evaluasi terhadap usaha yang telah dilaksanakan dan kemudian akan menjadi pertimbangan untuk masa yang akan datang. Selain itu melalui analisis usahatani petani dapat mengetahui seberapa besar pendapatan dan keuntungan yang akan diterima oleh petani dari usahatani rumput laut tersebut dan seberapa besar kontribusi dari usahatani rumput laut terhadap total pendapatan usahatani hotikultura yang akan diusahakan.
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di pesisir desa tablolong kecamatan Kupang barat kabupaten Kupang provinsi Nusa Tenggara Timur. Pengumpulan data berlangsung dari bulan Februari sampai dengan Maret 2011
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei. Data yang dikumpulkan berupa data primer (data langsung dari responden/petani) diperoleh dengan cara mewawancarai sejumlah petani rumput laut di desa Tablolong berupa nama responden, umur, pendidikan, luas lahan dan jumlah tanggungan keluarga. sedangkan data sekunder (instansi yang berkaitan dengan penelitian ini) diperoleh dari data-data yang diambil dari dinas terkait.
Metode Pengambilan Contoh
Lokasi penelitian ditetapkan secara sengaja yakni di desa Tablolong Kecamatan Kupang barat yang merupakan daerah penghasil rumput laut.
Penentuan petani contoh dilakukan secara acak sederhana, sebanyak 30% dari 170 jumlah KK petani yang mengusahakan tanaman hortikultura dengan rumput laut sebagai komoditi yang disorot adalah sebanyak 51 responden.
3.5 Pengamatan Dan Konsep Pengukuran
Hal-hal yang akan diamati dalam penelitian ini adalah :
Identitas responden yang meliputi umur (tahun), pendidikan (tahun), jumlah tanggungan keluarga (jiwa) dan pengalaman usahatani (tahun).
Luas lahan (Ha) yaitu lahan tempat membudidayakan usahatani rumput laut
Produksi (Kg) yaitu hasil dari usahatani rumput laut.
Biaya produksi (Rp) biaya yang di keluarkan saat produksi misalnya biaya tenaga kerja dan biaya bibit.
Curahan tenaga kerja (HKO) yaitu jumlah tenaga kerja yang dipakai dalam kegiatan produksi
Harga produk (Rp/Kg) harga produksi yang ditentukan oleh petani
Penerimaan (Rp) Selisih antara penerimaan total dengan biaya total, penerimaan total diperoleh dari harga produk dikali produksi total
Pendapatan usahatani rumput laut (Rp) adalah hasil yang diperoleh dari penjualan hasil usahatani
Pendapatan usahatani hortikultura (Rp) hasilyang diperoleh dari penjualan hasil usahatani sampingan.
3.6 Metode Analisis Data
Untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani rumput laut (tujuan 1), secara metematis digunakan rumus soekartawi (1995):
Pd = TR – TC
dimana:
Pd = Pendapatan
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
Untuk mengetahui keuntungan relatif (tujuan 2), Tjakrawiraksana dan Soeriatmadja dalam Ajul (2001) memformulasikan sebagai berikut:
R/C rasio = TR/TC
Untuk mengetahui besarnya kontribusi (tujuan 3), soekartawi (1995) memformulasikan sebagai berikut:
Xh = (Pendapatan usahatani rumput laut)/(Total pendapatan usahatani hortikultura) x 100%
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, Sumeni. 1995. Hortikultura, Aspek budidaya. Ui Press ; Jakarta
Arief, A. 1990. Hortikultura. Andi Offect ; Yogyakarta
ATMADJA, W.S. dan SULISTIJO 1980. Experimental cultivation of red algal Eucheuma and Gracilaria in the lagoon of Pari Island Indonesia. Proc. Trop. Ecol. and Develop. Kuala lumpur : 1121–1126.
BPS NTT. 2005. Pertanian Kabupaten Kupang
Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara ; Jakarta
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura. 2003. Keadaan Areal Tanam, Panen, Rata-Rata Hasil Produksi Tanaman Sayur-Sayuran Di Nusa Tenggara Timur, Kupang
Hernanto, F. !989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya ; Jakarta
Sinlae, D. 1996. Kajian Ekonomi Usahatani Cabai (Capsicum,Sp) Di Kecamatan Kupang Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian Undana ; Kupang
Sinlae, D. 1996. Kajian Ekonomi Usahatani Rumput Laut Di Kabupaten Rote Ndao. Skripsi. Fakultas Pertanian Undana ; Kupang
Soekartawi,A. 1990. Manejemen Usahatani
SOEGIARTO, A. SULISTIJO DAN W.S. ATMADJA 1977. Pertumbuhan alga laut Eucheuma spinosum pada berbagai kedalaman di goba Pulau Pari. Oseanologi di Indonesia 8 : 1–12.
ANALISIS MANAJEMEN FINANSIAL INDUSTRI RUMAH TANGGA DENDENG SAPI (STUDI KASUS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA “ABADI JAYA”) DI KELURAHAN SIKUMANA
KECAMATAN MAULAFA KOTA KUPANG
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
PRISCHA JULIAN LULAN
NIM : 0804022587
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat dari data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3 % penduduknya. Didukung pula dengan kondisi yang menguntungkan antara lain berada di daerah tropis yang subur, keadaan sarana prasarana cukup menampilkan sektor pertanian sebagai prioritas dalam pembangunan.
Pembangunan pertanian di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencakup usaha – usaha peningkatan produksi pangan lainnya yang berada di sektor holtikultura, peternakan, perikanan dan perkebunan. Salah satu sub sektor pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja dan penghasil devisa adalah peternakan. Hasil dari sub sektor peternakan juga sebagai bahan baku untuk industri pengolahan (BPS NTT, 2005).
Pengertian agribinis menurut (Arifin, 2004), agribisnis mencakup sub sistem sarana produksi atau bahan baku hulu, proses produksi biologis ditingkat bisnis atau usahatani, aktivitas transformasi berbagai fungsi bentuk (pengolahan), waktu (penyimpanan atau pengawetan), dan tempat (pergudangan), pemasaran dan perdagangan, serta sub sistem pendukungnya lainnya seperti jasa, permodalan, perbankan dan sebagainya. Sebagai motor penggerak pembangunan pertanian, agribisnis diharapkan memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhab ekonomi maupun stabilitas nasional (Soekartawi, 2001).
Agroindustri merupakan salah satu sub sistem agribisnis yang mengolah bahan baku yang berasal dari tumbuhan dan hewan dengan berbagai bentuk dan perlakuan fisik dan kimia, penyimpanan, pengawasan, sampai pemasaran yang berdampak langsung pada peningkatan nilai tambah, kualitas hasil, penciptaan tenaga kerja, dan peningkatan produksi. Agroindustri memilki peluang besar untuk terus berkembang karena kapasitas cukup besar, yang berarti pula belum terlalu ketatnya pasar bagi produk disektor ini.
Industri rumah tangga adalah bagian dari industri kecil yang diusahakan terutama untuk menambah pendapata keluarga. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan industri rumah tangga berdasarkan modal yang dimiliki oleh perusahaan kurang dari Rp.500.000.000/ tahun dengan jumlah pekerja 1 – 4 orang.
Telah berkembangnya enam industri rumah tangga dalam bidang peternakanyang menghasilkan produk antara lain dendeng dan abon (Disperindag Kota Kupang, 2008). Usaha industri rumah tangga tersebut didukung oleh potensi daerah NTT yang dikenal sebagai penghasil ternak sapi. Produksi ternak sapi di NTT khususnya di Kabupaten Kupang pada tahun 2005 sebesar 533.710 ekor dan pada tahun 2006 sebesar 544.482 ekor, dimana terjadi kenaikan sebesar 2,02% (Dinas Peternakan NTT, 2006).
Daging sapi segar mempunyai kandungan gizi yang cukup baik dibanding dengan daging lainnya. Jika daging sapi tersebut diolah menjadi dendeng sapi maka kalori produk menjadi lebih dari dua kali lipat dibanding dengan sapi segar. Selain itu terjadi peningkatan kadar protein dan karbohidrat (per berat basah) sejalan dengan menurunkannya kandungan air. Disamping itu juga terjadi peningkatan kadar kalium, fosfor, serta zat besi, sedangkan vitamin A menjadi rusak total (Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981). Berikut ini komposisi daging sapi dan dendeng sapi untuk tiap seratus gram bahannya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi daging sapi dan dendeng sapi tiap seratus gram bahan
Komponen Daging Sapi Dendeng Daging Sapi
Kalori (kkal) 207 433
Protein (g) 18,8 55
Lemak (g) 14,0 9
Karbohidrat (g) 0 10,5
Kalsium (mg) 11 30
Fosfor (mg) 170 370
Besi (mg) 2,8 5,1
Vitamin A (SI) 30 0
Vitamin B1 (mg) 0,08 0
Vitamin C (mg) 0 0
Air (g) 66 25
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1981).
Dendeng adalah lembaran daging yang dikeringkan dengan menambahkan campuran gula, garam, serta bumbu – bumbu lain. Masa simpanannya yang lebih lama dibandingkan daging sapi mentah. Pada umumnya dendeng yang ada di pasaran yaitu dendeng sapi, baik dendeng sapi iris (Purnomo, 1986).
Usaha pembuatan dendeng sapi merupakan salah satu bentuk usaha pengolahan hasil produksi peternakan, diolah oleh pengusaha yang merupakan industri hilir dan usaha peternakan sapi potong. Salah satu tujuan pembuatan dendeng sapi sebenarnya adalah sebagai bentuk penganeka-ragaman pengolahan daging sapi yang dapat disimpan lebih lama karena daging mempunyai sifat mudah rusak bila terkontaminasi oleh udara bebas. Tujuan lainnya dari pembuatan dendeng sapi adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, karena dendeng sapi sebagai bahan pengan asal ternak.
Pengembangan industri home industry khususnya dendeng menjadi suatu hal yang sangat mungkin diusahakan. Selain karena tersedianya bahan baku, hal ini didukung pula dengan meningkatnya jumlah penduduk kota kupang setiap tahunnya yang mengisyaratkan adanya peningkatan konsumsi pangan. Selain itu, dendeng juga dapat dijadikan oleh – oleh khas Kota Kupang.
Industri rumah tangga “Abadi Jaya” adalah industri rumah tangga yang menggunakan bahan baku daging sapi segar, dan mengolah daging sapi menjadi dendeng sapi. Sejauh ini pengusaha industri rumah tangga “Abadi Jaya” berusaha untuk meningkatkan produksi, memperoleh keuntungan, dan mengembangkan usahanya dengan cara memasarkan produknya dengan baik. Namun semakin pesatnya perkembangn bisnis dendeng sapi, membuat persaingan usaha semakin gencar. Khususnya persaingan antara dendeng sapi produksi nasional dengan dendeng sapi lokal untuk memenuhi pasar yang begitu besar, pengusaha terus berupaya mengembangkan usahanya. Pengembangan produk dendeng sapi dapat dilihat dari segi kemasan, harga, variasi cita rasa, dan nilai gizinya yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam.
Perumusan Masalah
Industri rumah tangga “Abadi Jaya” merupakan salah satu industri rumah tangga dendeng sapi yang ada di Kota Kupang dan dalam melakukan usahanya tidak terlepas dari persaingan industri rumah tangga lainnya yang menghasilkan produk sejenis. Hal tersebut disebabkan karena tujuan badan usaha selalu ingin mempertahankan keberlangsungan usaha dan memperoleh keuntungan maksimum, serta memberikan kesempatan kerja sehingga dapat membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran.
Dalam upaya mencapai keuntungan yang maksimum sangat bergantung pada manajemen finansial industri rumah tangga ini. Keberhasilan manajemen finansial dapat dilihat dari kemampuan manajer dari industri rumah tangga ini dalam berusaha mencapai tingkat efesiensi yang paling menguntungkan yaitu menganalisis secara tepat setiap komponen biaya produksi yang terjadi, sehingga biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin. Apabila biaya dapat ditekan, maka biaya produk per satuan akan rendah, sehingga industri rumah tangga ini dapat menetapkan harga jual yang dapat bersaing dengan produk sejenis. Dengan demikian, produk yang dihasilkan dapat memperoleh pangsa pasar yang luas dan jumlah produk yang dihasilkan akan meningkat. Dan sebaliknya, jika kurang teliti akan menyebabkan kesalahan dalam penetapan harga jual dan besar laba yang ditargetkan yang sangat berguna bagi manajemen dalam mempertimbangkan dampak perubahan biaya terhadap laba, serta membantu manajer perusahaan untuk mengetahui kondisi perusahaan pada saat untung maupun tidak untung.
Berdasarkan latar belakang dan pertimbangan diatas, maka masalah yang perlu diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana pengelolaan manajemen usaha dendeng sapi pada industri rumah tangga “Abadi Jaya” di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang?
Berapa besar biaya produksi dendeng sapi pada industri rumah tangga “Abadi Jaya” di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang?
Bagaimana penentuan harga jual dendeng sapi pada industri rumah tangga “Abadi Jaya” di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang?
Berapa besarnya keuntungan yang di peroleh industri rumah tangga “Abadi Jaya” di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang?
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah untuk :
Mengevaluasi pengelolaan manajemen usaha dendeng sapi pada industri rumah tangga “Abadi Jaya” di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang.
Menghitung biaya produksi dendeng sapi pada industri rumah tangga “Abadi Jaya” di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang.
Menentukan harga jual dendeng sapi pada industri rumah tangga “Abadi Jaya” di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang.
Menghitung besarnya keuntungan yang di peroleh industri rumah tangga “Abadi Jaya” di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang.
Penelitian ini diharapkan berguna :
Bagi perusahaan, dalam kaitannya dengan pengembangan usaha di masa yang akan datang dan peningkatan produksi dendeng yang berkualitas.
Bagi Pemerintah dan Dinas-Dinas yang terkait, sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang tepat dalam pembangunan pertanian.
Bagi Universitas dan mahasiswa, sebagai bahan informasi ilmiah bagi penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini.
TINJAUAN PUSTAKA
Rujukan Penelitian Terdahulu
Agribisnis adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan subsistem input, subsistem produksiproduksi, subsistem pengolahan (agroindustri), subsitem pemasaran hasil dan subsistem penunjang. Agroindustri usaha yang berkaitan dengan pengolahan yang melibatkan kegiatan pengolahan, pengawetan, penyimpanan dan pengepakan hasil pertanian, khususnya hasil budidaya pesisir dan laut (Ngangi, E.L.A, 2001).
Nubatonis (2000, dalam Julianty, 2004) dalam penelitian tentang penentuan harga produk emping jagung pada perusahaan “Sinar 313” di Kelurahan Sikumana Kota Madya Kupang diperoleh bahwa harga pokok produksi sebagai jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan terbentuk akumulasi biaya bahan baku, tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Penetapan harga emping jagung oleh perusahaan “Sinar 313” berdasarkan harga mark up, meskipun mark up yang ditentukan cukup tinggi, namun produk emping jagung tetap terjual karena perusahaan “Sinar 313” merupakan salah satu penghasil emping jagung terbaik di Kota Kupang.
Hasil penelitian Daris (2001), pada Agroindustri “Abon Jaya” di Kelurahan Naibonat Kecamatan Kupang Timur menyatakan bahwa besarnya perhitungan biaya yang dilakukan oleh agroindustri “Abon Jaya” lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil analisis. Hal ini disebabkan karena belum ada penggolongan yang jelas dalam elemen biaya produksi, sehingga berpengaruh terhadap penetapan harga jual abon serta laba yang diperoleh agroindustri “Abon Jaya”. Dikatakan bahwa harga jual abon menin gkat dari tahun ke tahun dan berbanding terbalik dengan produksi abon dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan karena semakin tinggi harga jual abon maka permintaan abon berkurang sehingga agroindustri “Abon Jaya” menurunkan jumlah produksi tiap tahunnya. Harga jual yang tinggi menyebabkan produk yang di jual tidak dapat dijangkau oleh konsumen dan produk akan kalah bersaing. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap laba yang akan diperoleh agroindustri “Abon Jaya”.
Hasil penelitian Pollo (2002), menentukan beberapa kelemahan dalam Agroindustri Dendeng Ikan “Mandiri” antara lain teknologi produksi yang digunakan masih sederhana, produksi yang tidak kontinyu, kapasitas produksi makin rendah dan harga jual yang relative mahal.
Tinjauan Teoritis
Pengertian Agroindustri
Agroindustri merupakan bagian dari industri dengan struktur yang kuat karena mengolah sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Pada kenyataannya, fokus dari agroindustri memang relevan bagi tahap pembangunan saat ini dan waktu mendatang karena disinilah arus industrilisasi dan arus pertanian bertemu. Selain itu, agroindustri merupakan salah bentuk agribisnis yang bertumpu kepada kegiatan pengolahan bahan baku yang berasal dari sektor pertanian (Azis, 1993).
Pengertian Industri Rumah Tangga (Home Industry)
Industri rumah tangga (Home Industry) merupakan bagian dari industri kecil yaitu industri yang diusahakan terutama untuk menambah pendapatan keluarga. Industri rumah tangga mencakup kegiatan usaha yang pengolahan bahan baku berasal dari tanaman atau ternak.
Pengertian Manajemen Finansial
Manajemen usaha adalah kemampuan pengusaha dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan serta mengawasi faktor produksi dalam setiap kegiatan secara efektif dan efisien agar kegiatan apapun yang dilakukan dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai (Swastha dan Ibnu, 2000). Manajemen finansial adalah suatu kegiatan perencanaan, penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian, dan penyimpanan dana yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan (http://www.pengertianmanajemen.com). Masing –masing fungsi manajemen finansial :
Membuat rencana pemasukkan dan pengeluaran serta kegiatan – kegiatan lainnya untuk periode tertentu.
Tindak lanjut dari perencanaan keuangan dengan membuat detail pengeluaran dan pemasukan.
Menggunakan dana perusahaan untuk memaksimalkan dana yang ada dengan berbagai cara.
Mencari dan mengeksploitasi sumber dana yang ada untuk operasional kegiatan perusahaan.
Mengumpulkan dana perusahaan serta menyimpan dana tersebut dengan aman.
Melakukan evaluasi serta perbaikan atas keuangan dan sistem keuangan pada perusahaan.
Melakukan audit internal atas keuangan perusahaan yang ada agar tidak terjadi penyimpangan.
Pengelolaan Usaha
Swastha (1999) menyatakan produksi adalah pengubahan bahan – bahan dari sumber – sumber (tenaga kerja dan dana) menjadi hasil yang diinginkan oleh konsumen. Jadi proses produksi adalah suatu kegiatan yang melibatkan pengubahan dan pengelohan berbagai macam sumber menjadi barang dan jasa yang akan dijual.
Dengan memanfaatkan faktor – faktor produksi seperti modal, tenaga kerja dan menajemen secara efektif dan efisien yaitu meminimalkan biaya – biaya sehingga dapat memperoleh keuntungan yang akan berdampak positif bagi perkembangan usaha (Samuelson, 1996).
Proses Produksi
Partadiredja (1999), menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan utnuk menciptakan atau menambah guna atas suatu benda atau segala kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang lain melalui pertukaran. Sehingga proses produksi adalah setiap produk untuk menghasilkan barang dan jasa. Maka dapat disimpulkan suatu barang atau jasa akan bernilai bila dapat ditingkatkan penggunaannya melalui suatu proses produksi.
Biaya Produksi
Menurut Soekartawi (1997), biaya – biaya yang dikeluarkan dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang relatif jumlahnya dan tetap dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil produksi.
Biaya produksi terdiri dari 3 elemen yaitu :
Biaya Bahan Baku
Merupakan biaya – biaya secara langsung digunakan dalam proses produksi untuk mewujudkan suatu macam produk jadi yang siap dipasarakan kepada konsumen.
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Merupakan biaya bagi tenaga kerja yang langsung ditempatkan dan didayagunakan dalam menangani kegiatan – kegiatan produksi, menangani segala peralatan produksi sehingga produk dari usaha itu dapat terwujud.
Biaya Overhead Pabrik
Merupakan biaya – biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya reparasi dan pemeliharaan, biaya asuransi gedung, biaya mesin, biaya kendaraan, serta biaya listrik dan air.
Jenis –Jenis Metode Harga Pokok
Jenis – jenis metode harga pokok dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut :
Metode Harga Pokok Pesanan
Pada metode ini, biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan bersangkutan.
Metode harga pokok pesanan berfungsi dalam perhitungn harga pokok produksi yang akan membantu perusahaan menghasilkan laba yang optimal denga terpenuhinya realisasi biaya produksi yang budget telah ditentukan sebelumnya.
Metode Harga Pokok Proses
Pada metode ini, biaya produksi dikumpulkan untuk setiap proses dalam jangka waktu tertentu, biaya produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi dalam proses tertentu, selama periode tertentu, dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka waktu yang bersangkutan (Mulyadi, 1999).
Jika perusahaan berproduksi secara massa kemudian produknya homogen dan produksinya ditujukan untuk memenuhi persediaan di gudang maka metode pengumpul biayanya memakai metode harga pokok proses.
Penelitian ini akan dilakukan dengan metode harga pokok proses karena metode pengumpulan biaya produksi ditentukan oleh karakteristik proses produksi perusahaan/ industri yang berproduksi massa, karakteristik produksinya adalah sebagai berikut :
Produk yang dihasilkan berupa produk standar.
Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama.
Kegitan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu.
Penetapan Harga Jual
Harga adalah satu – satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan (Kotler, 1992). Tujuan ditetapkannya harga jual (Rewolt dkk, 1983), adalah untuk mencapai pengembalian atas investasi (Return Of Investment), stabilitas harga dan margin, penetapan harga untuk mencapai target suatu bagian pasar, penetapan harga untuk mengatasi persaingan, dan penetapan harga untuk memaksimalkan laba.
Mulyadi (1991), mendefinisikan harga jual sebagai harga pokok produk setelah ditambah dengan keuntungan yang dikehendaki (Laba yang diinginkan), berhasil tidaknya suatu perusahaan ditandai dengan kemampuannya dalam menetapkan harga jual yang dapat menutupi biaya – biaya produksi yang dikeluarkan untuk mendapatkan laba.
Mark up adalah penambahan biaya pada akhir proses produksi dengan cara mengestimasi (memperkirakan) uang tambahan sebagai keuntungan (profit) yang diambil pedagang, serta item biaya lain. Jika biaya dikenal dengan presentase mark up (kelebihan harga jual diatas harga belinya).
% MU = (Harga Jual per kg-Biaya Produk per kg)/(Biaya Produk per kg) x 100%
Dalam penelitian ini akan digunakan metode penetapan harga mark up dengan alasan biaya merupakan faktor pertimbangan utama dalam menetapkan harga jual sehingga dengan menggunakan metode penetapan harga mark up maka harga jual akan diperoleh setelah menambah mark up didasarkan dari biay produksi yang dikeluarkan.
Mark up yaitu jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari suatu produk sehingga menghasilkan harga jual. Jika mark up ditentukan dari biaya produk, maka % mark up harus dikalikan dengan biaya produk, kemudian ditambahkan dengan biaya produk (Swastha dkk, 1990). Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :
Harga Jual =
= Biaya Produk per kg + Mark up per kg
Biaya Produk per kg + (%Mark up per kg x Biaya Produk per kg)
Sedangkan mark up yang ditetapkan dari harga jual ditetapkan dari biaya dibagi dengan satu dikurangi persentase mark up. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :
Harga Jual = (Biaya Produk per kg)/( ( 1- % Mark up per kg))
Konsep Laba
Laba merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh industri rumah tangga dengan keseluruhan biaya yang dipertimbangkan dalam proses produksi (http://www.pengertianlaba.com).
Soemarto dan Jusuf (1987), menyatakan bahwa laba adalah selisih lebih semua pendapatan dan keuntungan terhadap semua beban dan kerugian. Jumlah ini merupakan kenaikan bersih terhadap modal.
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Industri rumah tangga dendeng sapi “Abadi Jaya” merupakan salah satu industri rumah tangga dendeng sapi di Kota Kupang yang bertujuan untuk menghasilkan produk yang kontinyu baik secara kualitas maupun kuantitas. Industri rumah tangga ini menghasilkan dendeng sebagai unit usaha untuk memperoleh laba, maka untuk mencapai tujuan tersebut industri rumah tangga ini harus mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perolehan laba.
Dalam proses produksinya, biaya merupakan faktor penting karena berperan sebagai komponen pembentuknya harga produk. Biaya pada industri rumah tangga dendeng sapi “Abadi Jaya” terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, yang merupakan informasi penting bagi pihak manajer dalam menentukan harga jual.
Keputusan menetapkan harga jual ini tergantung pada kemampuan pihak manajemen dalam pengelolaan usaha dendeng sapi pada industri rumah tangga “Abadi Jaya”. Dengan analisis yang tepat pada setiap komponen biaya maka harga jual yang ditetapkandapat mendatangkan keuntungan yang ditargetkan karena dapat menutupi semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.
Dalam mencapai laba yang besar, manajemen dapat melakukan berbagai langkah, misalnya menekan biaya produksi serendah mungkin dengan mempertahankan tingkat harga jual, menentukan harga jual sesuai dengan laba yang dikehendaki dan meningkatkan volume penjualan.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka secara skema dapat digambarkan sebagai berikut :
GAMBAR 1. SKEMA KERANGKA BERPIKIR DARI INDUSTRI RUMAH TANGGA “ABADI JAYA”
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada industri rumah tangga dendeng sapi “Abadi Jaya”, jalan H. R Koroh di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang pada bulan Januari hingga Februari 2011.
Metode Penentuan Lokasi dan penetapan Sampel
Penelitian lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus yaitu pada industri rumah tangga dendeng sapi “Abadi Jaya”. Dengan dasar pertimbangan bahwa industri rumah tangga ini merupakan salah satu produsen dendeng di Kota Kupang, dan sudah berjalan selama 8 tahun. Produksinya kontinyu, produknya habis terjual walaupun banyak industri yang memproduksi produk sejenis (dendeng sapi). Disamping itu rumah tangga ini masih melakukan pembukuan secara sederhana tanpa penggolongan lebih lanjut terhadap komponen biaya yang seharusnya dipertimbangkan sebagai bahan informasi untuk menentukan besarnya harga jual dan target laba yang diinginkan.
Penelitian kasus adalah penelitian yang mendalam mengenai kasus tertentu yang hasilnya merupakan gambaran lengkap dan terorganisir mengenai kasus tersebut. Study kasus cenderung hanya meneliti jumlah unit yang kecil. Study kasus sangat berguna untuk informasi latar belakang dan lebih intensif menerangi variabel-variabel penting, proses dan interaksi yang memerlukan perhatian yang lebih luas. Namun study kasus juga mempunyai kelemahan yaitu, tidak memungkinkan generalisasi yang obyektif pada populasi sebab representatif perincian kasus memang sangat terbatas (Wirartha, 2006).
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung, dilakukan dengan pengamatan pada obyek ditempat terjadinya peristiwa dan tidak langsung, misalnya mengamati lewat film atau foto. Sedangkan teknik wawancara adalah cara mengumpulkan data melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data dengan sumber data yang disebut responden (Nawawi, 2001).
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pemilik berdasarkan daftar pertanyaan yang diberikan dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini, serta lembaga atau instansi yang berhubungan dengan penelitian seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT, Dinas Peternakan NTT, Badan Pusat Statistik NTT, dan Jurnal Penelitian yang terkait.
Pengamatan dan Konsep Pengukuran
Identitas responden pada industri rumah tangga “Abadi Jaya” yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan formal dan non formal, lamanya usaha dan pengalaman mengelola industri rumah tangga.
Sejarah berdirinya industri rumah tangga “Abadi Jaya”, bidang usaha dan struktur organisasi.
Proses produksi yaitu urutan kegiatan yang dilakukan mulai dari pembuatan dendeng sapi sampai pengepakan.
Jumlah produk yang dihasilkan dalam sekali berproduksi (Kg).
Jumlah bahan baku yaitu total daging sapi mentah yang digunakan untuk setiap proses produksi (Kg).
Biaya bahan baku yaitu jumlah perolehan bahan baku yang diolah setiap proses produksi (Rp/Kg).
Jumlah bahan penolong ialah bahan yang tidak menjadi produk jadi atau meskipun menjadi bagian dari produk jadi tapi nilainya relatif kecil dibandingkan harga pokok produk, misalnya didalam proses produksi dendeng sapi, sejumlah bumbu merupakan bahan penolong (Kg).
Biaya bahan penolong adalah jumlah perolehan bahan penolong yang digunakan dalam setiap proses produksi yang diukur dalam Rp/Kg
Jumlah tenaga kerja langsung yaitu jumlah tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi (Orang).
Biaya tenaga kerja langsung yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja langsung terlibat dengan proses produksi (Rp).
Biaya overhead pabrik yaitu semua biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, misalnya biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya reparasi dan pemeliharaan, biaya asuransi gedung, biaya mesin, biaya penyusutan, biaya kendaraan, serta biaya listrik dan biaya air (Rp).
Biaya produk ialah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau memproduksi barang atau produk (Rp/Kg).
Mark up (MU) adalah jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari suatu produk untuk menghasilkan harga jual.
Jumlah penjualan yaitu jumlah keseluruhan produk yang terjual (Kg).
Harga jual adalah harga yang ditetapkan oleh industri rumah tangga “Abadi Jaya” (Rp/Kg).
Modal usaha yaitu besarnya modal yang digunakan untuk memulai usaha (Rp).
Penerimaan adalah sejumlah uang yang diperoleh industri rumah tangga “Abadi Jaya”dari hasil penjualan dendeng sapi (Rp).
Metode penetapan harga jual adalah cara atau teknik dari perusahaan dalam menentukan besarnya harga jual dendeng sapi.
Lokasi pemasaran, yaitu tempat lokasi terjadinya kegiatan pemasaran atau distribusi dendeng sapi.
Model dan Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian ditabulasi dan dianalisis berdasarkan tujuan penelitian yaitu : untuk menjawab tujuan pertama yakni untuk mengetahui sejauhmana pengelolaan usaha dendeng sapi pada industri rumah tangga “Abadi Jaya” dilakukan analisis secra deskriptif dengan melihat alat produksi yang digunakan, struktur organisasi, dan proses produksi yang dijalankan oleh industri rumah tangga “Abadi Jaya”.
Untuk menjawab tujuan kedua yaitu menganalisis biaya produksi dengan menggunakan metode harga pokok proses (Mulyadi, 1999) untuk menghitung biaya produksi dalam penetapan harga jual adalah :
Biaya Produksi :
Biaya Bahan Baku Rp XXX
Biaya Bahan Penolong Rp XXX
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp XXX
Biaya overhead pabrik Rp XXX +
Total Biaya Produksi Rp XXX
Biaya Produksi per unit :
Total biaya produksi untuk periode tertentu
Volume produksi yang dihasilkan dalam periode bersangkutan
Untuk menjawab tujuan ketiga dan keempat yakni menentukan harga jual dan mengetahui besarnya laba yang diperoleh industri rumah tangga “Abadi Jaya” tersebut, maka dilakukan pertimbangan harga jual dan analisis rugi laba dengan formulasi (Mulyadi, 1991) sebagai berikut :
% MU = (Harga Jual per kg-Biaya Produk per kg)/(Biaya Produk per kg) x 100%
Harga Jual =
= Biaya Produk per kg + Mark up per kg
Biaya Produk per kg + (%Mark up per kg x Biaya Produk per kg)
Laporan Rugi Laba :
Penjualan Rp XXX
Biaya Penjualan Rp XXX +
Laba Kotor Rp XXX
Pajak Rp XXX +
Laba Bersih Rp XXX
DAFTAR PUSTAKA
Azis. 1993. Agroindustri Buah-buahan Tropis. Penerbit Bangkit. Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Pertanian NTT. Propinsi NTT
Daris, I. M. 2001. Analisis Biaya Pengolahan Abon Pada Industri Rumah Tangga “Abon Jaya” di Kelurahan Naibonat Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Skripsi Faperta Undana, Kupang.
Dinas Peternakan. 2006. Peternakan Dlam Angka. NTT
Disperindag Kota Kupang. 2008. Daftar Sentra Produksi Kecil. Kupang
Mubyarto. 1993. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta
Mulyadi. 1991. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Bagian Penerbit STIE YPKN. Yogyakarta
Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Edisi VI. Penerbit Aditya Media . Yogyakarta
pollo, Grefer. 2002. Strategi Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Agroindustri di Kelurahan Oesapa Kota Kupang. Skripsi Faperta Undana, Kupang.
Daris, I. M. 2001. Performance Agroindustri Dendeng Sapi Murni ( Studi Kasus Pada Industri Rumah Tangga “Angkasa Timor”) di Kelurahan Sikumana Kecamatan Maulafa Kota Kupang. Skripsi Faperta Undana, Kupang.
Soekartawi. 1998. Agribisnis dan Teori Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta
ANALISIS SENSITIVITAS USAHA PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA (HOME INDUSTRY) KELURAHAN OESAPA KOTA KUPANG
(Studi kasus pada Marning Jagung “Nina Jaya”)
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
VINSENSIA APOLONYA
NIM : 0804022600
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2010
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pembangunan pertanian, khususnya pada sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu prioritas pembangunan indonesia saat ini. Prioritas ini penting, mengingat saat ini dan di masa mendatang, pembangunan sektor pertanian masih menduduki posisi yang amat strategis karena dapat dianggap sebagai Katalisator pembangunan, Stabilisator harga dalam perekonomian, serta Sumber devisa non migas. Pembangunan pertanian diharapakan dapat mengubah system pertanian yang bersifat subsisten menjadi suatu sistem usaha pertanian yang bersifat komersial.
Produktivitas hasil olahan produk-produk pertanian dapat ditingkatkan melalui kegiatan agroindustri. Pengembangan agroindustri dapat berhasil dengan baik bila sector pertanian sebagai pemasok bahan baku dapat memenuhi persyaratan tepat waktu, tempat, bentuk jumlah dan harga.
Hayuna dan latubara (1993) menyatakan bahwa corak agroindustri yang cocok untuk dikembangkan di NTT adakah agro industri rumah tangga, baik usaha yang menyatu maupun terpisah dari rumah tangga (tempat tinggal), tetap masih satu pekarangan, bahan baku yang dapat dibeli dipasar serta merupakan tenaga kerja keluarga. Industri rumah tangga (homeindustry) merupakan bagian dari industry kecil yaitu industry yang dikerjalkan untuk menambah pendapatan keluarga. Kegiatan industri rumah tangga selain bertujuan meningkat5kan output atau nilai tambah sektor industry tetapi juga dalam usaha penciptaan kesempatan kerja.
Data potensial kota kupang tahun 2003 menunjukkan bahwa terdapat 2.969 .industri yang bergerak dibidang kimia, agro dan hasil hutan. Salah satu industri rumah tangga dari jumalh industri diatas adalah industri rumah tangga marning jagung.
Marning jagung merupakan pipilan jagung kering yang digoreng dan diberi berbagai cita rasa yang siap dikonsumsi. Sekilas produk tersebut terlihat biasa namiun dengan pengolahan tersebut akan memberikan nilai tambah tersendiri pada produk ini baik dari segi harga, kualitas hasil, penyerapan tenaga kerja baru, serta peningkatan pendapatan petani karena hasil panen dapat disalurkan pada industri rumah tangga ini untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Industri rumah tangga marning jagung “Nina Jaya” adalah salah satu perusahan pengahasil marning jagung di Kota Kupang yang telah memasarkan produknya secara luas ke took-toko dan supermarket di lingkungan Kota Kupang. Dalam setiap kegiatan industri demikian halnya dengan HomeIndustri marning jagung “Nina Jaya” mempunyai tujuan mempertahankan keberlangsungan usaha dan menghasilkan laba maksimum. Sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut maka beberapa aspek perlu medapat perhatian seperti aspek kontinyuitas pengadaan bahan baku, intensitas modal, peralatan, teknologi, penyimpanan dan pengangkutan serta pemasaran.
Sejauh ini pengusaha homeindustri marning jagung “Nina Jaya” belum dapat mengoptimalkan laba yang ditetapkan, hal ini disebabkan oleh beberapa aspek kegiatan yang kurang mendapat perhatian seperti aspek proses produksi menyangkut peralatan dan teknologi yang masih sangat sederhana. Aspek pemasaran terkait dengan pemilihan dan penentuan saluran distribusi. Organisasi manajemen yaitu penetapan tenaga kerja dan pembagian tugas serta aspek pembukuan yang dilakukan masih sederhana karena dilihat dari sistim akuntasi belum mencerminkan perhitungan secara tepat biaya-biaya yang seharusnya diperhitungkan.
Perubahan salah satu veriabel juga turut serta mempengaruhi target laba yang telah di tetapkan. Perubahan salah satu variabel tersebut seperti naiknya harga bahan baku dalam hal ini jagung yang dikarena naiknya permintaan akan jagung tersebut sehingga petani memilih untuk menaikan harga jangung.
Oleh karena itu manajemen homeindustri marning jagung “Nina jaya” harus mempertimbangkan kemungkinan berubahnya salah satu variabel yaitu varabel independen terhadap target laba sebagai variabel dependen yang dapat mempengaruhi besar kecilnya target laba agar dapat mempertahankan keberlangsungan usaha kedepan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian adalah:
Berapakah besar biaya produksi marning jagung yang dikeluarkan oleh homeindustri marning jagung “Nina jaya”
Berapa besar laba yang diperoleh Homeindustri emping jagung “Nina Jaya”?
Bagaimana strategi manajemen homeindustri marning jagung “Nina Jaya” dalam mengatasi perubahan dari salah satu variabel tersebut.
Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan :
Adapun yang menjadi tujuan ini adalah :
Untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh homeindustri marning jagung “Nina Jaya”
Untuk menghitung besarnya laba yang diperoleh homeindustri marning jagung “Nina Jaya”
Untuk mendeskripsikan strategi homeindustri “Nina Jaya” dalam mengatasi perubahanan dari salah satu variabel tersebut.
Kegunaan :
Bahan masukkan dan informasi bagi pengusaha dalam pengembangan usaha homeindustri marning jagung “Nina Jaya” di kelurahan Oesapa Kota Kupang yang terkait dengan proses produksi, organisasi manajemen, pemasaran dan pembukuan.
Bahan informasi bagi pemerintah daerah setempat dalam merumuskan kebijakan – kebijakan bagi pembinaan industri kecil.
Bahan kajian bagi peneliti selanjutnya yang relevan.
TINJAUAN PUSTAKA
Rujukan Penelitian Dan Tulisan Terdahulu
Kegiatan homeindustri dipengaruhi oleh kualitas,kuantitas dan jenis bahan baku. Perkembangan teknologi pengolahan dan sistem informasi juga turut berpengaruh. Faktor–faktor tersebut diatas tidaklah berdiri sendiri dalam mempengaruhi kegiatan homeindustri, akan tetapi merupakan akibat dari faktor lain. Misalnya kuantitas dipengaruhi oleh produktivitas, luas tanam dan produksi maksimum. Bagi petani buah contohnya belum mantapnya kelembagaan petani buah– buahan dengan perusahaan, pengumpul, pengemas, dan industri pengolahan karena belum terjaminnya faktor ketersediaan, kontinyuitas dan kualitas bahan baku (Azis, 1993).
Iqbal (1993) menunjukan bahwa 3 aspek dalam kinerja homeindustri (pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran) merupakan suatu mata rantai yang tidak terputus dan harus berkesinambungan.
Polo dalam penelitiannya mengenai strategi ;pengambilan keputusan dalam manajemen di industri rumah tangga “Mandiri” menyatakan bahwa sumbangan terbesar pembentukan biaya produksi adalah biaya pengadaan bahan baku, sedangkan sumbangan terkecil adalah dari biaya overhead pabrik.
Passé (2003), menyatakan pada pengusaha minyak kelapa dikelurahan bakunase menunjukan bahwa pengusaha yang berusaha dengan volume bahan baku yang lebih besar akan memperoleh harga pokok yang lebih kecil, sehingga peluang keuntungan lebih besar.
Hasil penelitian Greffer (2002) menyebutkan beberapa kelemahan dalam agroindustri dendeng ikan "Mandiri” antara lain teknologi produksi yang masih sederhana, produksi yang tidak kontinyu, kapasitas produksi masih rendah dan harga jual yang relative mahal.
Tinjauan Teoritis
Industri Rumah Tangga (Home Industri)
Industri rumah tangga atau Homeindustri merupakan bagian dari industri kecil yang diusahakan terutama untuk menambah pendapatan keluarga menurut badan pusat statistik setiap badan usaha atau industri yang mempekerjakan 1-4 orang dengan batasan modal sebesar Rp 500.000,-/tahun.
Industri rumah tangga menurut soekartiwi (1995) marupakan salah satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan mengolah hasil-hasil pertanian.
Home industri mencakup semua kegiatan usaha yang mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman dan hewan. Pengolahan tersebut dapat mencakup berbagai bentuk transformasi dan perlakuan fisik dan kimia, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Home industri juga dapat mencakup kegiatan pengolahan dan pengubahan bentuk dari sekedar pembarsihan, penyortiran, pengepakan, pendinginan, pemasakan, pencampuran hingga perlakuan fisik – kimia yang lebih kompleks (Nubatonis, 2000).
Biaya Produksi
Wasis (1984) mengindentifikasikan biaya sebagai biaya sebagai pengorbanan yang mutlak harus dikeluarkan agar dapat diperoleh suatu hasil. Dimana untuk menghasilkan suatu barang / jasa tertentu ada bahan, tenaga, dan jenis pengorbanan lain yang dapat mengukur dengan satuan uang agar dapat mempelancar proses produksi
Menurut Bambang dan Kartasapoetra (1992) biaya adalah suatu peristiwa atau kejadian yang diukur berdasarkan nilai uang yang timbul untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Selanjutnya Bambang dan Kartasapoetra (1992) mendefenisikan biaya produksi dalam 3 elemen yaitu :
Biaya bahan baku
Merupakan biaya –biaya yang secara langsung digunakan dalam produksi untuk mewujudkan suatu macam produk jadi yang siap untuk dipasarkan.
Biaya tenaga kerja langsung
Merupakan biaya bagi tenaga kerja yang langsung ditempatkan dan didayagunakan dalam menangani kegiatan – kegiatan proses produksi, menangani segala peralatan produksi sehingga produk dari usaha itu dapat terwujud
Biaya overhed pabrik
Merupakan biaya-biaya produksi selain baiaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang dapat digolongkan kedalam : biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya reparasi, biaya asuransi gedung, mesin, kendaraan, karyawan serta biaya listrik dan biaya air. Perbedaan metode full costing dan variable costing adalah di tinjau dari penentuan harga pokok proses yaitu : full costing adalah metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi, baik yang berperilaku tetap maupun yang variable kepada produk. Sedangkan variable costing adalah metode penetuan harga pokok yang hanya membebankan biaya produksi variable saja kedalam harga pokok produk (Mulyadi, 1999).
Harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari :
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead variabel xxx
Biaya overhead tetap xxx
Harga pokok produksi xxx
Harga Jual
Metode yang digunakan adalah penetapan harga mark up (Markup pricing) yaitu jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari suatu produk untuk mengahsilkan harga jual. Jika mark Up ditentukan dari biaya produk, maka % mark up harus dikalikan dengan biaya produk, kemudian ditambahkan pada biaya produk (swast, 1990)
Harga Jual = biaya produk + Mark up
= biaya produk + (% x Biaya produksi)
Sedangkan mark up yang ditetapkan dari harga jual ditentukan dari :
Harga jual = (Biaya )/█(( 1-% mark Up)@)
Pendapatan
Pendapatan menurut Partadiredja ( 1987 ), mengemukakan pendapatan merupakan balas jasa, bunga, upah, gaji dan keuntungan yang diterima masyarakat sebagai pengembalian atas penggunaan faktor produksi.
Pendapatan petani adalah total dari penerimaan yang berasal dari hasil yang di pergunakan sendiri maupun di jual di kurangi dengan nilai pengeluaran yang terdiri dari; pengeluaran untuk input, pengeluaran untuk upah tenaga kerja pengeluaran untuk pajak, iuran air, bunga kredit dan lain – lain ( Soeharjo dan Patong ,1973 ).
Soekartawi ( 1995 ), menjelaskan bahwa pendapatan usaha tani di peroleh dari selisih penerimaan dengan semua biaya yang di gunakan.
Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan (total revenue) dikurangi dengan total biaya.(Total Cost) atau dapat di formulasikan sebagai berikut :
Pd = Total penerimaan (TR ) – Total biaya (TC)
Analisis Sensitivitas
Metode yang digunakan dalam menghitung dampak perubahan variabel bahan baku terhadap target laba sebagai veriabel dependen adalah analisis sensitivitas. berikut adalah peembahasan mengenai perubahan variabel idependen :
Perubahan Harga Jual
Harga jual merupakan jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari suatu produk. Hal utama yang harus dipertimbangkan oleh manajemen dalam penetuan harga adalah penolakan konsumen terhadap harga jual yang meningkat yang dapat mengakibatkan penurunan permintaan produk. Oleh analisis biaya-volume-laba dapat membantu menejer seberapa besar volume penjualan dapat turun tetapi masih bias menutupi biaya tetap total.
Perubahan Biaya Variabel
Untuk mempertahankan atau menaikan target laba, menejer tidak selalu harus menurunkan harga jual karena kemampuan pesaing dalam pasar dapat mencegah keputusan untuk menaikan harga jual tersebut tetapi menejer mengurangi biaya dengan cara menggunakan lebih sedikit bahan-bahan yang mahal atau memodifikasi proses pembuatan produk untuk mengurangi biaya tenaga kerja langsung dua kemungkinan tersebut akan mengurangi biaya variabel perunit.
Perubahan Biaya tetap.
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak berubah untuk suatu periode tertentu. Namun biaya tetap dapat berubah daritahun anggaran satu ke tahun anggaran berikutnya. Kenaikan biaya tetap ini diharapkan dapat meningkatkan vole penjualan. Kenaikan biaya tetap ini akan mengubah titik impas dan tingkat volume penjualan untuk mencapai target laba tertentu.
METODE PENELITIAN
Kerangga Berpikir
Homeindustri merupakan industri rumah tangga yang mengolah hasil-hasil pertanian. Homeindustri marning jagung “Nina Jaya” marupakan salah satu homeindustri mengolah hasil pertanian dalam hal ini jagung pipilan kering menjadi jagung goreng.
Dilihat dari operasional usahanya pengusaha perlu mempunyai kemampuan untuk menganalisis berbagai aspek kegiatan meliputi aspek produksi terkait dengan peralatan dan teknologi yang digunakan, pemasaran terkait dengan pemilihan dan penentuan saluran distribusi. Organisasi manajemen yaitu dalam hal penempatan dan pembagian tugas serta pembukuan yang merupakan informasi penting bagi seorang pengusaha dalam mengidentifikasi dan menghitung biaya-biaya dengan sistem yang tepat. Dalam hal juga menajemen harus menghitung kemungkinan berubahnya salah satu variabel seperti variabel idependen terhadap target laba sebagai variabel dependen yang dapat mempengaruhi besar kecilnya target laba.
Tempat Dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di homeindustri marning jagung “Nina Jaya” kelurahan Oesapa Kota Kupang pada bulan September – Desember 2010 sedangkan pengumpulan data akan berlansung dari bulan Oktober – November 2010.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah metode survey dengan menggunakan daftar pertanyaan. Data yang dikumpulkan adalah data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan dan karyawan berupa identitas pemilik, sejarah homeindustri, komponen biaya-biaya yang terjadi dan proses penetuan harga. Sedangankan data sekunder diperoleh melalui kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian serta dengan menghubungi instansi-instansi yang terkait seperti : Dinas perindustrian dan perdagangan.
Metode Pengambilan Sempel
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja yaitu pada Homeindustri Marning jagung “Nina Jaya” sebagai penghasil marning jagung yang telah dipasarkan secara luas di Kota Kupang. Jumlah responden yang diambil dari penelitian yaitu 1 orang pemilik ditambah 5 pekerja.
Pengamatan Dan Konsep Pengukuran.
Identitas pemilik HomeIndustri “Nina Jaya”
Sejarah berdirinya homeindustri “Nina Jaya”, bidang usaha dan struktur organisasi
Biaya bahan baku yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan homeindustri yang dikeluarkan oleh homeindustri untuk membeli bahan baku.
Jumlah tenaga kerja diukur dalam orang / jam kerja (HKO)
Biaya tenaga kerja langsung yang diberikan pada tenaga kerja yang langsung terlibat dalam proses produksi (Rp)
Biaya overhead pabrik yaitu semua biaya produksi selain biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung (Rp)
Harga jual adalah harga yang ditetapkan oleh homeindustri emping jagung untuk menjual produk (Rp/Kg)
Biaya produksi yaitu biaya yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik (Rp)
Markup yaitu jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari suatu produk untuk menghasilkan harga jual
Modal usaha yaitu besarnya modal yang digunakan untuk memulai usaha (Rp)
Jenis-jenis bahan penolong yaitu jenis bahan penolong yang digunakan oleh homeindustri untuk membuat produk berupa minyak goreng, garam, vitsin, bawang dan kapur.
Pesaing yaitu perusahaan sejenis dan juga non sejenis yang menjadi pesaing dalam pemasaran produk emping jagung
Pola pemasaran yaitu cara homeindustri memasarkan produknya dari produsen sampai dengan konsumen terdapat berapa model saluran distribusi
Penerimaan yaitu sejumlah uang diperoleh homeindustri emping jagung dari hasil penjualan (Rp)
Volume penjualan yaitu total emping jagung yang barhasil dipasarkan oleh homeindustri (Kg)
Pendapatan yaitu selisih antara penerimaan dengan total biaya dari kegiatan penjualan (Rp)
cara dari seorang menejer dalam mengatasi perubahan variabel yang terjadi yang dapat mempengaruhi target laba yang telah ditentukan
Model Dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan akan di analisis berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Untuk menjawab tujuan yang pertama yaitu menghitung besarnya biaya produksi (Mulyadi dkk, 1997) dihitung sebagai berikut :
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead pabrik xxx ( + )
Biaya produksi xxx
Sedangkan untuk menghitung pendapatan yang diperoleh homeindustri “Nina Jaya” dihitung sebagai berikut :
Total
Penjualan xxx
Biaya Variabel xxx __-
Pendapatan xxx
Dan untuk menjawab tujuan ketiga dimana menghitung dampak perubahan variabel terhadap target laba dapat dihitung dengan menggunakan :
Jika menejer memutuskan untuk menaikan harga jual
Mula –mula kenaikan dalam harga jual
Harga jual xxx xxx
Biaya variabel xxx- xxx__-
Contribusi margin xxx xxx
Biaya tetap total xxx xxx
Target laba xxx xxx
Titik impas (dalam Unit) (dalam Unit)
Target penjualan
Untuk pencapaian (biaya tetap total +target laba)/(titik impas (dalam unit)) (biaya tetap total +target laba)/(titik impas (dalam unit))
Volume penjualan = (dalam Unit) (dalam Unit)
Jika menejer memutuskan untuk menurunkan biaya veriabel
Mula –mula kenaikan dalam harga jual
Harga jual xxx xxx
Biaya variabel xxx- xxx__-
Contribusi margin xxx xxx
Biaya tetap total xxx xxx
Target laba xxx xxx
Titik impas (dalam Unit) (dalam Unit)
Target penjualan
Untuk pencapaian (biaya tetap total +target laba)/(titik impas (dalam unit)) ( biaya tetap total +target laba)/(titik impas (dalam unit))
Volume penjualan = (dalam Unit) (dalam Unit)
Jika menejer memutuskan untuk perubahan biaya tetap
Mula –mula kenaikan dalam harga jual
Harga jual xxx xxx
Biaya variabel xxx - xxx__-
Contribusi margin xxx xxx
Biaya tetap total xxx xxx
Target laba xxx xxx
Titik impas (dalam Unit) (dalam Unit)
Target penjualan
Untuk pencapaian (biaya tetap total +target laba)/(titik impas (dalam unit)) (biaya tetap total +target laba)/(titik impas (dalam unit))
Volume penjualan = (dalam Unit) (dalam Unit)
Dari ketiga perubahan diatas manajemen dapat memilih strategi mana yang sesuai dengan faktor – faktor berikut : situasi persaingan, ramalan mengenai penerimaan atau penolakan para konsumen terhadap ketiga variabel tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius, Jakarta.
Bano, dkk. 1997. Pemasaran Produk Olahan Jagung di Kabupaten Kupang.
Nubatonis, A. 2000. Analisis Harga Jual Emping Jagung (studi kasus) pada perusahan “Sinar 313” di kelurahan sikumana Kotamadya kupang. Skripsi fakultas pertanian universitas nusa cendana.
Sugiri. 1994. Akuntansi Manajemen. Penerbit UPP AMP YKPN, Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)