Pembangunan nasional yang sementara kita galakkan ini terkadang hanya dilihat dari sudut pandang ekonomi yang berakibat pada upaya peningkatan kapasitas usaha, hanya dalam beberapa hal kita sering kecolongan dalam upaya penyetaraan dampak dari pembagunan nasional, kesenjangan cukup nampak antara perkembangan masyarakat urban atau perkotaan dengan masyarakat pedesaan, padahal menurut kenyataan penduduk kota boleh dikatakan bergantung penuh pada usaha – usahatani penduduk pedesaan guna mencukupi kebutuhan hidup, terutama menyangkut ketersediaan pangan.
Modernisasi tidak hanya milik masyarakat yang bermukim di daerah perkotaan saja, sekarang ini sentuhan – sentuhan modernisasi telah menjalar ke berbagai pelosok daerah, hal ini dimungkinkan dengan adanya sarana dan prasarana dibidang telekomunikasi yang amat memudahkan kehidupan manusia. Begitupun dengan masyarakat pertanian, yang umumnya identik dengan daerah pedesaan tidak luput dari euphoria akan modernisasi, masyarakat pertanian yang dulunya dianggap terbelakang dalam penyerapan dan penguasaan akan teknologi dalam berbagai bentuk kini mau tidak mau sangat membuthkan sentuhan teknologi dalam aktivitas pertanian. Jika dulunya masyarakat pertanian cenderung ‘kolot’ akan hal – hal yang bersifat inovatif, lain halnya dengan sekarang ketergantungan akan hal- hal yang berhubungan dengan teknologi seakan menjadi bagian hidup mereka. Sebagai contoh, untuk membeli bibit saja mereka rela dating jauh – jauh dari tempat tinggal ke toko – toko atau pusat penjualan sarana produksi (input) pertanian seperti bibit, benih, dan input lainnya seperti pupuk dan pestisida. Hal ini mengindikasikan masyarakat pertanian telah sepenuhnya dapat menerima sentuhan teknologi dalam kehidupan mereka.
Teknologi adalah pengetahuan yang digunakan untuk membuat barang, menyediakan jasa serta meningkatkan cara dalam menangani sumber daya yang penting dan terbatas. Pengertian lain tentang teknologi adalah upaya manusia untuk membuat kehidupan lebih sejahtera, lebih baik, lebih enak dan lebih mudah. Teknologi dikembangkan untuk membuat hidup lebih baik, efisien dan mudah.
TTG merupakan alih bahasa secara cukup longgar dari “appropriate technology”, suatu pengertian yang mempunyai makna tertentu, pada dasarnya, dilihat dari aspek teknis. Perujudan TTG banyak ditemukan dalam bentuk teknologi tradisional yang dipraktekkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Masyarakat tersebut, kecil sekali peluang memiliki kesempatan memakai teknologi maju dan efisien, yang merupakan pola teknologi dari masyarakat maju/industri. Secara teknis TTG merupakan jembatan antara teknologi tradisional dan teknologi maju. Oleh karena itu aspek-aspek sosio-kultural dan ekonomi juga merupakan dimensi yang harus diperhitungkan dalam mengelola TTG.
Teknologi yang dikembangkan dari beragam teknologi satu diantaranya adalah Teknologi Tepat Guna (TTG) yaitu suatu teknologi yang memenuhi, persyaratan: teknis, ekomomi dan sosial budaya.
Pembangunan yang telah dilakukan di setiap desa-desa yang ada di wilayah Indonesia, utamanya pada masyarakat petani saat ini. Bentuk penerapan teknologi tepat guna dalam pertanian dan perubahan sosial masyarakat petani merupakan implementasi dari pembangunan yang dilakukan di negara-negara berkembang seperti di Indonesia.
Penerapan teknologi tepat guna dalam pertanian dan perubahan sosial masyarakat petani telah menciptakan cara dan sikap masyarakat petani dalam melakukan proses produksi pertanian. Secara tegas dikatakan bahwa teknologi tepat guna dalam pertanian yang diperkenalkan dipedesaan Jawa lebih banyak mengandalkan masukan modern dan membatasi tenaga kerja. Hanya saja pada masa selanjutnya, hal ini berbanding berbalik, yakni penerapan teknologi tepat guna dalam pertanian semakin menambah kesempatan kerja, utamanya bagi kaum buruh tani. Bentuk lain dari hasil analisa mengenai cara dan sikap masyarakat petani ini adalah bahwa teknologi meningkatkan alternatif kita, penerapan teknologi tepat guna dalam pertanian membawa cita-cita yang sebelumnya tak dapat dicapai ke dalam alam kemungkinan dan dapat mengubah kekuasaan relatif atau memudahkan menyadari nilai-nilai berbeda.
Penerapan teknologi tepat guna dalam pertanian saat ini telah mampu membentuk alternatif-alternatif baru bagi masyarakat petani dalam melakukan proses produksi pertanian, serta menjadikan masyarakat petani untuk dapat selalu mengkondisikan alam, contoh terkdang terjadi pemborosan dalam pemberian pupuk NPK guna mendapat unsure hara P atau Fosfor, terkadang petani mengira cukup sekali saja, padahal untuk golongan tanah kapur di pulau Timor yang cenderung bersifat Alkalis (tidak begitu asam tapi tidak sampai basa) begitu P diberikan akan diikat oleh K (kalium) sehingga memang terkadang petani hanya member tapi itu merupakan unsure hara potensial yang tidak tersedia bagi tanaman. Belum lagi bila kita menilik kepada usaha dibidang pertanian yang perlahan – lahan mulai berubah paradigmanya, bila dulu pertanian organik (pertanian tanpa sentuhan rekayasa kimiawi seperti pupuk dan pestisida) belum menjadi idola karena tergolong mahal dan tidak efisien, maka beberapa waktu belakangan ini seiring dengan perkembangan pengetahuan jika petani tidak cepat merespon keinginan pasar yang tidak hanya mementingkan sisi kuantitas dan harga saja melainkan faktor kesehatan. Penggunaan pestisida akan meninggalakan emisi dan juga residu – residu kimiawi yang dapat mengganggu kesehatan manusia bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, bila petani bias menangkap peluan ini maka isu – isu sentral mengenai kesehatan dapat mempunyai nilai jual tersendiri yang membantu meningkatkan daya tawar petani terhadap pasar, sehingga petani dapat meningkatkan pendapatannya, hal – hal seperti ini hanya contoh - contoh yang merupakan satu bagian kecil saja dari banyak kesalahan – kesalahan dalam bertani yang kurang mendapat perhatian tapi menjadi faktor penentu rendahnya produktifitas usahatani petani kita.
Bila memperhatikan ciri-ciri masyarakat Indonesia, yaitu tingkat pendidikan formal yang kurang merata, kepercayaan yang kurang kuat pada teknologi sebagai sarana untuk kesejahteraan masyarakat, banyaknya golongan profesi di masyarakat, serta kesiapan menerima perubahan-perubahan, khusus pemanfaatan teknologi baru, dalam meningkatkan kesejahteraannya, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat lamban untuk disebut sebagai masyarakat modern, khususnya masyarakat di daerah tertinggal dan daerah terbatas. Pengertian masyarakat di daerah tertinggal dan terbatas adalah masyarakat di wilayah/provinsi yang kurang memanfaatkan teknologi tepat guna untuk memajukan daerahnya, sehingga selalu mengalami krisis pangan dan sulit serta mahalnya layanan transportasi darat, laut maupun udara, sehingga kurang terjangkau informasi teknologi. Daerah tertinggal dan terbatas tersebar di seluruh wilayah Indonesia antara lain; wilayah Indonesia Timur, misalnya provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), iklimnya cenderung panas, curah hujan sedikit. Secara fisik daerah ini memiliki 566 pulau, tetapi hanya 44 pulau yang berpenghuni, dengan tiga pulau besar (pulau Timor, Sumba dan Flores). Sebagian besar penduduknya mengandalkan mata pencaharian di sektor pertanian. Secara administratif NTT terbagi menjadi 19 kabupaten dan 1 kota madya. Komoditi unggulan bidang perkebunan adalah: kopi, kelapa, kemiri, kakao, jambu mete, yang terdapat di hampir semua kabupaten/kota. Komoditi unggulan bidang pertanian tanaman pangan adalah: padi (sawah, ladang), jagung, kacang kedelai, kacang hijau, ubi kayu/singkong, ubi jalar, memiliki tingkat produksi naik turun karena musim tanam yang tidak menentu, tergantung curah hujan, dan komoditi sektor ini terdapat pada semua kabupaten/kota di NTT. Hasil peternakan adalah sapi, kerbau dan kuda, hasil perikanan dan kelautan juga merupakan produk unggulan, bahkan industri pariwisata yang sangat menjanjikan belum dikelola secara profesional. Sebagai provinsi dengan pendapatan perkapita dan pendidikan masyarakat yang masih rendah, teknologi yang tepat digunakan di wilayah NTT adalah teknologi tepat guna.
Penggunaan Teknologi Tepat Guna dalam bidang pertanian menimbulkan suatu perubahan sosial bagi masyarakat petani, hal ini dapat dilihat dari kecenderungan masyarakat tani yang sekarang ini sangat tergantung pada Teknologi Tepat Guna seperti bibit/ benih ungul, pupuk, dan pestisida. Penggunaan Teknologi – Tekonologi Tepat Guna dirasa sangat memberi manfaat dan masih berpotensi untuk membantu masyarakat tani dalam meningkatkan produksi. Pernyataan ini memberi gambaran bahwa masyarakat tani sudah mulai menerima sentuhan modernisasi, ini merupakan salah satu bentuk dari perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan yang telah diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak melakukan perubahan di masyarakat.
Pihak-pihak tersebut dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk mengubah suatu sistem sosial dalam hal ini pihak yang dimaksudkan ialah para petugas penyuluh pertanian lapang, yang bertugas memberikan rekomendasi bagi peningkatan produktivitas kerja masyarakat tani, salah satunya dengan penggunaan Teknologi Tepat Guna. Kita masih perlu menyorot kinerja dari para penyuluh kita, dari total pegawai yang bekerja di Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan, dan Peternakan; ada berapa yang berada bersama – sama dengan masyarakat selain bila ada proyek atau tugas kedinasan. Pendampingan yang selama ini perlu diubah paradigamanya dari sebuah bentuk pendampingan menjadi bentuk kemitraan, ini akan lebih selaras dengan program “ANGGUR MERAH” yang becita – cita mewujudkan Nusa Tenggara Timur sebagai Propinsi Jagung, Lumbung Ternak, dan Koperasi, melalui Koperasi kemitraan ini seharusnya berjalan dengan baik karena Koperasi merupakn lembaga ekonomi yang dekat dengan rakyat.
Koperasi bisa menjalankan fungsi sebagai salah satu “agent of change” terhadap teknologi – teknologi tepat guna yang relevan dengan kebutuhan petani dan peternak di daerah sekitar. Bila aspek penggunaan Teknologi Tepat Guna mendapat perhatian serius dari stakeholder atau para pemangku kepentingan dapat membantu menjadi jembatan meskipun secara evolutif (perubahan secara perlahan – lahan) menjadi salah saru jawaban peningkatan pendapatan masyarakat yang di Propinsi ini pada kuartal pertama Maret 2009, jumlah penduduk miskin NTT justru mengalami peningkatan dari sebesar 1013,2 ribu menjadi 1014,1 ribu penduduk pada Maret 2010.